JAGO DARI SEGALA JAGO

  




Wiro Sableng

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


Fanfiction By : Rah Day 




Dalam Kisah : JAGO DARI SEGALA JAGO


( PESERTA LOMBA CERPEN WIRO SABLENG )




SATU




Seorang Laki2 muda dengan kemeja merah dan celana putih sebatas lutut tampak asik membaca sebuah buku di hadapannya, meja depannya tertumpuk buku2 novel silat dan kisah2 nusantara dari berbagai wilayah dan penulis. Di sebuah villa berlokasi di tengah2 kota ubud yang ramai lalu lalang turis dari mancanegara. Putu Taruna itulah namanya, seorang pemuda yang kebetulan sedang berkunjung ke tempat milik sahabatnya di Kabupaten yang bersebelahan dengan kotanya sendiri. Sebenarnya dia ke ubud untuk menghadiri acara pernikahan temannya tersebut, namun karena acara adat akan berlangsung hari ini dan resepsi baru diadakan besok, maka dia merencanakan untuk mengambil libur sejenak dari aktivitasnya yang juga pelaku pariwisata dan menginap di tempat temannya tersebut. Sedari kecil pemuda berkacamata itu tertarik kepada budaya-budaya di indonesia, terutama tentang kisah2 legendaris kepahlawan pendekar2 masa lalu dengan segala ilmu kanuragannya. Sebagai orang yang dibesarkan dengan Budaya yang mirip, ketertarikannya semakin menjadi2 saat membaca beberapa kisah kuno yang didapatnya dari perpustakaan kerajaan ubud, rasa penasarannya mendapat tempat untuk mencari tahu. Keraton yang masih eksis di Bali tersebut memberikan ijin padanya meminjam sejumlah buku kisah2 masa lalu yang sudah dicopi tentunya bukan yang asli dari perpustakaan kerajaan. "Wah ilmu hebat, ajian hebat, tapi salah digunakan" Gumamnya sambil manggut2 sendiri. Hujan yang sejak tadi sore mengguyur kota ubud tampak sudah reda, menyisakan tetesan2 yang menetes dari ujung genting villa yang kebetulan memang terlihat dari dalam ruang tamu tempat pemuda itu duduk membaca. Tampak di tangannya dia tengah asik membaca sebuah buku yang kertasnya agak menguning, buku itu jelas bukan buku baru. Di tengah kekhusukannya membaca, lamat2 terdengar olehnya suara alunan seruling yang teramat merdu seolah dari tempat yang jauh. Taruna mengangkat matanya dari buku yang dia baca, memasang telinganya baik2. "Aneh, kenapa tadi seperti ada suara seruling? Siapa yang memainkan seruling di malam hari begini?. Sebagai orang yang terlahir di Bali, adalah hal yang lumrah dirinya mendengar suara seruling dalam.berbagai kegiatan adat. Tapi mendengar seruling di malam hari tanpa iringan gamelan lainnya adalah hal yang tidak biasa. Dia tau bahwa pertunjukan seni di Istana Ubud bukan jadwalnya hari ini, suara dari acara pernikahan temannya? Lebih tidak mungkin lagi jam serprti itu. Setelah mencoba mendengarkan lagi tapi tidak menemukan suara seruling tersebut, pemuda itu kembali memfokuskan diri menikmati buku2 yang dia pinjam dari Perpustakaan kerajaan. Diletakannya buku berjudul "Calonarang" yang baru dibacanya. Tangannya mengambil buku dengan cover seorang pemuda berbaju putih2 dengan senjata kapak di tangannya. Baru saja akan membuka lembar pertama, suara seruling tadi kembali terdengar, kali ini terdengar dekat. Taruna memasang telinganya baik2, kali ini tidak salah memang terdengar suara seruling yang merdu. Suara seruling ini seperti pernah didengernya tapi entah di mana. "Kecipak..." Tiba2 terdengar suara air dari kolam renang depan. Mau tidak mau Taruna melihat ke arah kolam dan...tidak ada apa2. "Mungkin perasaan saja..." Batin pemuda itu sambil mencoba kembali membaca."cpluk..cpluk..."suara cipakan air tadi kembali terdengar kali ini 2 kali dan lebih keras."apa ada hewan jatuh ya ke kolam..." Pikir pemuda itu. Ubud eksosistemnya sangat subur, tidak aneh kalau menemukan hewan yang kadang terjatuh ke kolam vila. Berniat memeriksa, Taruna menaruh bukunya di meja dan berjalan ke arah halaman untuk ke kolam seberang. "Cpluk...cpluk" suara air itu semakin keras dan saat beberapa langkah lagi melihat ke ke kolam, langkah Taruna terhenti dan lututnya bergetar. Sebentuk sirip seperti sirip punggung ikan besar tiba2 menyembul ke permukaan. Sirip itu bergerak seperti berjalan di atas eskalator dan bergerak ke tepi kolam dari barat ke timur. Taruna menganga menyaksikan pemandangan tersebut. Dikuceknya matanya memastikan dia tidak berhalusinasi. Tapi setelah mengucek 3 kali, sirip besar itu masjh berjalan di kolam. "Cpluk..cpluk" akhirnya perlahan2 sirip itu masuk seluruhnya ke sisi timur kolam.Bersamaan dengan itu tiba2 permukaan kolam bercahaya putih lembut, suara seruling yang tadi agak jauh lapat2 semakin terdengar mendekat. Dengan Ragu2 Taruna mendekati kolam renang tersebut. Cahayanya terang tapi lembut, hal2 di luar logika memang kadang dia saksikan, tapi selintas2, belum pernah secara gamblang seperti sekarang. Taruna melirik takut2 pada kolam di depannya, tapi karena tepi kolam licin setelah hujan, kakinya terpeleset. Tak ayal pemuda itu terjun ke kolam berpendar di depannya. "Ahhhh...!" "BYURRRR!" Teriakan Taruna yang sekejap lenyap saat pemuda itu terjerembab ke dalam kolam. Taruna rasakan sakit yang amat sangat saat badannya tercebur ke.kolam di depannya, namun itu hanya sekejap, perlahan2 dia rasakan tubuhnya turun ke dasar kolam dan menyentuh sesuatu benda yang bergerak2. "Apa ini? Ikan?" Taruna menggapai2 benda bergerak di depannya. "... Sisiknya besar sekali..?" Taruna meraba2 mahkluk di depannya yang disangka ikan, sisiknya kira2 sebesar piring makan, pastinya ikan yang besar. Perlahan dia membuka mata untuk memastikan ikan apa yang ada di depannya.Sepasang benda bening berwarna biru tampak di depannya, Taruna mengira2 apa itu, tapi kemudian lapisan berwarna putih sewarna mutiara turun dan naik bersamaan menutup benda biru bening itu dari atas dan bawah. "Apa ini? " Pikir Taruna melihat kaca biru di depannya. Dia berenang agak menjauh."Blub!Blub!blub!" Gelembung udara lepas dari mulut Taruna. Di depannya sekarang sedang menatap balik seekor ular dengan bentuk aneh dan berukuran luar biasa besar. Mata ular besar itulah yang tadi di depannya. Ular itu memiliki sisik putih bersinar sewarna mutiara, di bagian telinga ular yang harusnya tidak memilki daun telinga, menyembul sirip2 seperti daun telinga. Di bagian punggung siripnya tampak tersusun seperti punggung kuda laut sampai ke dekat ekor. Di kepalanya yang mirip iguana besar ada sepasang tonjolan menyerupai tanduk dan di tengah2 pertengahan matanya ada juga tonjolan yang lebih kecil. Kalau dilihat sekilas, mahkluk di depannya ini terlihat seperti ular dengan mahkota karena susunan tanduknya tersebut. Saking kagetnya, Taruna cepat berenang mundur, tapi kembali menabrak sesuatu di belakangnya. Taruna menoleh dan kembali terkejut, mahkluk yang mirip dengan yang ada di depannya, bedanya mahkluk yang di belakang ini tidak memilik tanduk seperti di depannya dan matanya berwarna merah. Taruna rasakan pandangannya menggelap dan sebelum bisa berbuat apa2 dirinya terasa ditarik ke permukaan. 




Nusantara 1524 Masehi




3 Orang sedang terlihat berkumpul di Sebuah telaga di Gunung Gede. 3 orang itu terdiri dari seorang pemuda dengan pakaian putih2 yang duduk menjelepok dan garuk2 kepala. Di sampingnya berlutut seorang Gadis dengan paras cantik dan berwibawa. Pakaian hitamnya dihiasi dengan kalung mutiara putih dan di rambutnya ada mahkota berhiaskan kerang. Sosok.ketiga.sangat luar biasa, seorang lelaki.tua berpakaian putih melayang di atas telaga! Telaga yang dikenal dengan nama Telaga Gajah Mungkur itu biasanya gelap dan sepi pada hari2 biasa. Tapi malam ini telaga itu terlihat bersinar terang dan semarak dengan sinar putih dan warna warni di atas airnya. "Anak anakku Wiro dan Ratu Duyung, terima kasih atas kedatangan kalian di waktu yang mendadak ini" orangtua yang melayang itu membuka pembicaraan. "Aku memamggil kalian ke sini karena aku mendapat gambaran, bahwa ada seseorang yang menguasai ilmu yang bukan dari dunia ini akan membuat ulah di dunia kita". Sang orangtua yang bukan lain Ki Gede Tapa Pamungkas memberitahukan alasannya pada pemuda dan pemudi di hadapannya. Wiro yang tadinya santai2 menjelepok duduk di tanah, merubah posisi duduknya untuk mendengarkan lebih serius. "Ilmu dari dunia lain kiai?" Tanya wiro memastikan. "Betul wiro, ilmu ini sebenarnya bukan milik manusia. Tapi seseorang di jaman dahulu berhasil mempelajarinya dan menyalahgunakannya" Kiai Gede Tapa Pamungkas menghela nafasnya."Kalau begitu bukankah ilmu itu sebenarnya jahat Kiai?Kenapa tidak dipunahkan sejak dulu?" Sang Gadis berbaju hitam yang dari tadi mendengarkan ikut menimpali pembicaraan. Sang Kiai tersenyum "Pada dasarnya itu bukan ilmu milik manusia Ratu, bagaimana bentuk kitab atau cara belajarnya, tidak seorang pun tahu, yang kita ketahui hanyalah orang yang mempelajarinya akan menjadi sehebat Dewa kalau hatinya lurus ataupun Sekejam iblis kalau hatinya dipenuhi kedengkian" Kiai Gede Tapa Pamungkas menutup penjelasannya. Pendekar 212 garuk2 kepalanya, betulkah ada ilmu seperti itu di dunia ini? "Dunia betul betul tempat segala aneh dan segala keajaiban". Ratu duyung tiba2 menyuarakan pendapatnya sambil mengusap usap dagunya. Kiai Gede Tapa Pamungkas tersenyum sambil elus2 jenggotnya yang panjang. "yang lelaki kebingungan, yang wanita menyuarakan kebingungannya" kata Kiai Gede Tapa Pamungkas dalam hati. "Jangan khawatir, aku..." Belum selesai kata2 Kiai Gede Tapa Pamungkas, air di belakangnya tiba2 menyeruak ke atas di kiri dan kanan belakang orang tua tersebut. "Blub,blub,blub..." Kepala ular besar bertanduk tiba2 menyembul dari dalam air, di sampingnya kepala ular yang mirip dengan yang pertama walau tanpa tanduk ikut menyusul terlihat. Rupanya itu adalah naga penghuni telaga gajah mungkur yaitu Naga Geni yang jantan bertanduk dan Naga suci yang betina tanpa tanduk. Wiro dan Ratu Duyung terperangah melihat penampakan di depan mereka, walaupun ini bukan pertama kalinya mereka melihat Naga Geni dan Naga Suci tapi tetap saja pemandangan di depan mereka membuat bergetar nyali Kiai Gede Tapa Pamungkas tersenyum melihat kedatangan dua naga legendaris tersebut. "Eh apa itu? Orangkah?" Ratu duyung baru sadar di mulutnya Naga Geni menggigit Pakaian seseorang. Naga Geni mendekat ke tepian telaga, barulah jelas bahwa dia menggigit ujung baju seorang pemuda. Setelah meletakkan pemuda itu di tepi telaga di depan wiro dan ratu duyung, Naga Geni perlahan mundur dan menyelam kembali ke dasar telaga diikuti oleh Naga Suci. Wiro dan ratu duyung mendekat untuk memeriksa keadaan orang itu yang sepertinya seorang pemuda. Wajahnya terlihat agak berbeda, lebih putih dan bersih dari pemuda kebanyakan. Hampir seperti wajah perempuan. Badannya agak kurus. Pakaiannya sebuah baju dengan gaya yang agak aneh berwarna merah marun. Di bawahnya orang ini mengenakan semacam celana namun hanya sampai sebatas lutut. Dia tidak mengenakan alas kaki sama sekali. Ratu Duyung perhatikan wajah pemuda itu, 


 wajahnya seperti tidak asing di mana dia pernah melihatnya? "Wah kenapa bentuk wajah pemuda ini mirip denganku ya? Tapi mata dan bibirnya mirip dengan anda Ratu eh Intan hahaha" Wiro tiba2 menyeletuk sambil tertawa dan menggaruk kepalanya kikuk. Ratu duyung terperanjat dengan kata2 wiro. Meskipun wiro mengatakan dengan nada bercanda tapi setelah dia melihat dengan teliti ternyata memang benar yang dikatakan oleh wiro! Pantas saja dia merasa pernah melihatnya, ternyata itu wajahnya sendiri dan wiro bergabung menjadi 1!. Merah padam wajah ratu duyung, "...Gabungan wajahku dan wiro?..." Itu terdengar seperti Wiro mengatakan kalau pemuda ini adalah putra mereka! Ratu duyung melirik sedikit ke arah Pemuda berpakaian putih2 di sebelahnya. Wiro menjulurkan tangannya untuk mencoba menyentuh dada pemuda itu.BZZZTTTT...! "Aduh..!" Wiro tampak terkejut dan mengibas ngibaskan tangannya. Ratu duyung terkejut melihat dada pemuda itu tiba2 berpendar dan mengeluarkan cahaya keemasan "Anak inilah yang akan menjadi jalan keluar kita menghadapi bancana yang akan datang" Kiai Gede Tapa Pamungkas bersuara menenangkan kedua cucu muridnya tersebut. "Iya kiai, tapi kenapa wajahnya mirip kami dan apa itu tadi ada yang menyengat tanganku?" Wiro bertanya sambil masih menggosok tangannya."jujur saja wiro, aku tidak mengetahui siapa dan mengapa dia menjadi penyelamat kita. Petunjuk yang diberikan padaku hanya sampai di sana. Mari kita baringkan dulu dia di dangau sampai dia sadar". Kiai Gede Tapa Pamungkas berujar sambil menarik diri ke dalam telaga. Sinar putih dan warna warni di permukaan telaga dan sinar keemasan di dada sang pemuda ikut meredup dan akhirnya lenyap seiring dengan masuknya Kiai Gede Tapa Pamungkas ke dalam Telaga Gajah Mungkur. Keheningan menyelimuti tempat tersebut, Wiro dan Ratu Duyung tiba2 merasa kikuk ditinggal oleh Kiai Gede Tapa Pamungkas. Terlebih lagi ratu duyung yang masih memikirkan kata2 wiro tadi "wajahnya perpaduan wajahku dan wiro" memikirkannya saja membuat wajahnya merah padam. Sementara wiro melirik ke arah lain sambil garuk2 kepalanya, lagi!. Sebenarnya dia memang menyukai Ratu Duyung, tapi entah kenapa di depan gadis yang diberinya nama Intan itu dia tidak bisa ceriwis atau bertingkah laku selengean seprrti pada gadis2 lainnya yang dia sukai. Ada rasa segan dan seperti ada jarak di antara mereka. "Sebaiknya kita bawa saja ke dangau sambil menunggu dia sadar" kata wiro akhirnya. Wiro mencoba kembali menoel tangan pemuda yang masih tidak sadarkan diri di hadapannya. Rasa menyengat seperti tadi sudah tidak ada, maka dengan mudah diangkatnya lah pemuda itu dan dibaringkan di dangau sambil menunggu kesadarannya




----------------- B E R S A M B U N G ----------------




 *


* *




WARNING : 


Cerita ini Hanya untuk hiburan semata.


Dipersembahkan Khusus untuk seluruh pengemar serial wiro sableng pendekar kapak maut naga geni 212. Karya Bastian Tito.



0 comments:

Post a Comment