MISTERI TELAPAK DARAH



Wiro Sableng

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212

Fanfiction By : Adeck Cakep

Dalam Kisah : MISTERI TELAPAK DARAH

( PESERTA LOMBA CERPEN WIRO SABLENG 


1

Gelap mulai menyelimuti sebuah bangunan besar yang di kelilingi pagar yang tingginya hampir dua tombak. Matahari memang baru saja masuk ke peraduannya .Pagar tinggi tersebut juga merupakan sebuah benteng pertahanan bagi bangunan besar dan rumah-rumah berukuran lebih kecil di dalamnya. Sebuah pintu gerbang yang terbuat dari kayu hutan yang demikian besar dan tebal tampak tertutup dan di jaga oleh beberapa orang laki-laki yang berpakaian seragam seorang prajurit. Ada suatu keanehan pada pintu gerbang besar tersebut, dimana terdapat sebuah bekas telapak tangan menempel di daun pintu tebal itu. Yang membuat terasa aneh bekas telapak tangan tersebut berwarna merah sperti darah yang sudah mongering. Ada beberapa tetesan merah mengalir tipis kebawah, menandakan ketika tangan menempel pada daun pintu itu masih dalam keadaan basah berlumuran darah. Para prajurit penjaga pintu gerbang tampak siaga dengan senjata masing-masing, ada yang membawa tombak dan ada juga yang bersenjatakan pedang. Ada sekitar sepuluh prajurit bersiaga di depan pintu gerbang besar tersebut, dan ada juga beberapa yang lain berjaga di dalam. Malam semakin gelap karena bulan tertutup mendung yang tampak menggelantung di langit Kadipaten Argapura , rintik gerimis mulai turun yang semakin lama semakin deras. Di kejauhan terdengar suara petir bergemuruh, sesekali terlihat cahaya kilat menyambar dan berpendar yang membuat terang sekitar tempat tersebut. Malam ini malam yang ke sembilan suasana mencekam menyelimuti Kadipaten Argapura, sudah satu pekan lebih para prajurit berjaga dan berkeliling di setiap penjuru kota kadipaten dan menjaga bangunan Kadipaten tempat sang adipati serta keluarganya tinggal. Sepertinya kadipaten tersebut sedang dalam ancaman yang tidak bisa di anggap main-main.


Sementara itu di dalam sebuah bangunan kecil yang berada di samping bangunan paling besar yang berada dalam tembok pagar tinggi tersebut, di sebuah ruangan yang di terangi lampu minyak jarak yang tidak terlalu besar, tampak empat orang sedang duduk mengelilingi di sebuah meja bundar . Seorang orang berusia kira-kira empat puluh tahunan berpakaian rapi berperawakan gagah dan tegap, dua orang di depannya adalah dua pemuda yang usianya sekira tigapuluh tahun. Seorang pemuda berkulit putih sementara seorang lagi berkulit agak gelap. Keduanya juga berpakaian rapi dan bersih, tubuhnya tampak tegap berisi,menandakan kalau keduanya selalu merawat kebugaran tubuhnya dengan berlatih ilmu kanuragan.Sementara seorang lagi adalah seorang kakek yang usianya sekitar enam puluh tahun. Wajah kakek itu terlihat aneh dengan alis yang tebal hampir menutupi kelopak matanya, kumis dan jenggotnya juga lebat yang semuanya sudah berwarna putih. Kakek itu mengenakan pakaian berwarna hijau tua berbentuk jubah seperti seorang Begawan atau Resi, di kepalanya mengenakan kain surban berwarna abu-abu. Wajah orang tua yang sudah mulai berkeriput itu terlihat sangat berwibawa, sesekali matanya terpejam seakan sedang memusatkan pendengarannya. Di tangan kanannya memegang sebuah kalung berbentuk tasbih besar yang terbuat dari kayu cendana hitam, jari-jarinya bergerak cepat memutar tiap butiran tasbih seukuran kelerang yang berada di tangannya, sehingga menebarkan bau harum di sekitar ruangan itu. Dialah yang bernama Begawan Tarunjana. Sedangkan kalung berbentuk tasbih besar tersebut merupakan senjata andalannya sehingga dia lebih di kenal dengan nama Begawan Aksamala. Suasana di ruangan itu tampak sunyi tidak ada yang berkata-kata, keempat orang itu juga masih terdiam membisu. Dalam keheningan suasana malam itu, tiba-tiba di pecahkan oleh suara orang yang duduk di pojok ruangan, orang yang berbadan tegap dengan kumis tebal, tubuhnya tinggi besar membuka suara. Dialah panglima Sentanu, pimpinan pasukan kadipaten Argapura. Merupakan orang kepercayaan Adipati Basundara.


“ Jalak Seta dan kau Jalak Keling, bagaimana dengaa pasukan kalian yang kalian tugaskan untuk melakukan penjagaan di rumah gusti adipati, apakah mereka sudah berada di tempat yang kau tentukan ?” , bertanya Panglima Sentanu pada dua orang kakak beradik yang merupakan orang-orang kepercayaannya tersebut.


“ Iya panglima, saya sudah menempatkan dua puluh prajurit untuk menjaga pintu gerbang, sepuluh berada di luar dan sepuluh berada di dalam gerbang. Saya juga menempatkan delapan prajurit khusus untuk menjaga rumah gusti Adipati”, jawab Jalak Seta.


“ Saya juga telah menyuruh beberapa prajurit untuk melakukan perondaan berkeliling di seluruh penjuru kota panglima”, kali ini menimpali Jalak Keling.


“Baguslah….tapi mengapa sudah satu pekan lebih kita berjaga seperti ini namun tidak ada tanda-tanda kemunculan pembunuh bayaran itu ?. Menurut berita yang aku dengar ketika tanda telapak darah itu muncul maka hanya berselang sehari maka akan di temukan kematian si pemilik rumah “ berkata lagi panglima Sentanu.


“Mungkin Si Pembunuh bayaran tau kalau kita sudah bersiap menyambut kedatangannya, sehingga dia membatalkan rencananya ”


“Tapi kita tetap harus waspada dan jangan lengah, keselamatan adipati menjadi tanggung jawab kita”


“ Kau benar Jalak Seta, kita harus tetap waspada dan tidak boleh lengah. Tetap perintahkan anak buahmu untuk melakukan penjagaan dan perondaan seperti ini sampai aku memerintahkan kepadamu untuk menariknya” kata panglima Sentanu yang di jawab anggukan kepala oleh dua orang kepercayaannya itu.


Akhir-akhir ini memang sedang santer adanya berita kemunculan pendekar aneh yang bergelar Pembunuh Bayaran Dari Bukit Bintang. Bahkan berita yang tersebar dari mulut ke mulut itu juga sudah meluas hampir ke seluruh wilayah yang merupakan daerah kekuasaan kerajaan Singasari. Kadipaten Argapura merupakan wilayah taklukan Singasari yang berada di sebelah utara yang tepatnya berada di kaki gunung Pundak. Sudah banyak korban berjatuhan oleh ulah si pembunuh bayaran itu.Di setiap kemunculannya Pembunuh Bayaran Dari Bukit Bintang ini selalu di dahului adanya tanda telapak darah di rumah ataupun kediaman orang yang akan menjadi korbannya. Tanda telapak darah itu akan menempel di dinding rumah ataupun di pintu rumah si calon korban, yang akan di susul dengan berita kematian si penghuni rumah sehari atau dua hari setelahnya, dengan keadaan yang sangat mengerikan. Ada korban yang di bunuh dengan di penggal kepalanya, ada yang pecah dadanya dan di ambil jantungnya , bahkan ada pula yang perutnya robek dengan usus membusai dan isinya yang berhamburan tak karuan.


Sembilan hari yang lalu Kadipaten Argapura geger setelah di temukan tanda Telapak Darah yang menempel di pintu gerbang kediaman sang adipati. Prajurit penjaga yang melihat tanda telapak darah di pintu gerabang kadipaten segera melaporkannya pada pimpinan. Dan sejak saat itu panglima Sentanu yang menjadi pemimpin keamanan kadipaten langsung memerintahkan penjagaan dan pengamanan di sekitar kediaman adipati. Bahkan tidak tanggung-tanggung penjagaan dan pengamanan sampai ke seluruh pelosok kota dengan mengerahkan prajurit yang ada.


“Panglima…apakah menurutmu gusti adipati mempunyai musuh ? Sehingga orang tersebut harus menyewa seorang untuk membunuh beliau” ,bertanya Begawan Aksamala yang semenjak tadi diam memejamkan matanya.


“ Saya tidak tau begawan, tapi yang sepengetahuan saya, gusti adipati itu tidak mempunyai musuh karena beliau memang orangnya selalu baik kepada siapapun”


“Ataukah mungkin ada seseorang yang berniat berhianat dalam kadipaten ini?, kembali Begawan Aksamala bertanya dengan sedikit kecuirgaan. Namun belum sempat pertanyaan itu di jawab, mendadak keempatnya di kejutkan dengan suara teriakan yang berasal dari rumah besar tempat kediaman adipati Basundara. Teriakan yang lebih seperti jeritan itu terdengan sangat keras. Tidak menunggu lama keempat tokoh sakti kadipaten itu segera melesat menuju kediaman sang adipati yang tidak terlalu jauh dari rumah tempat mereka berkumpul tadi. Sesampai mereka di rumah kediaman adipati Basundara, betapa terkejutnya keempat tokoh sakti kadipaten itu ketika melihat tubuh sang adipati tergeletak di lantai kamar tidurnya dengan kondisi yang sangat mengerikan. Tubuhnya berlumuran darah dengan leher hampir putus, sudah bisa dipastikan nyawa sang adipati juga tidak tertolong. Di samping tubuh sang adipati tampak istrinya Dewi Padmawati menangis meraung-raung seperti kesetanan melihat keadaan suaminya. Selain adipati Basundara ada juga lima prajurit yang berada di depan pintu kamar tergeletak tewas dengan kondisi tubuh wajah remuk dan dada hancur. Tiga prajurit yang lain juga tewas di samping kamar dengan kondisi yang tidak jauh beda dengan lima temannya, dada hancur dan leher hampir putus.


Kegaduhan segera terjadi, prajurit dan beberapa punggawa yang mendengar segera menuju tempat itu. Begawan Aksamala dan Panglima Sentanu melesat keluar, tubuh kedua tokoh sakti itu dengan enteng melayang berlompatan di atas genting dan kemudian lenyap dalam kegelapan malam yang masih di guyur hujan lebat. Sang begawan dan panglima berpencar mencoba mengejar si pembunuh adipati. Begawan Aksamala menuju arah timur sedangkan panglima Sentanu ke arah selatan. “Bajingan…! Kemana larinya orang itu, sudah ku putari kota kadipaten ini tiga kali, tapi tidak ku temukan jejaknya. Apakah sudah lari jauh keluar kota ataukah masih bersembunyi di dalam kota raja ini? ‘ menggerendeng sang Panglima, tangannya mengepal berkeretekan menahan amarahnya.


Tidak berselang lama di sebelahnya telah berdiri Begawan Aksamala, “ Bagaimana Sentanu, apakah kau melihat jejak pembunuh itu? bertanya sang Begawan.


“ Tidak eyang, rupanya orang itu memang mempunyai kesaktian yang sulit di ukur, bahkan kita tidak bisa mendengar kedatangannya. Delapan prajurit khusus yang di tempatkan di kediaman gusti adipati juga dengan mudah di robohkan tanpa suara”.


“Ya sudahlah…kita kembali saja ke kadipaten, besuk kita susun rencana pengejaran untuk menangkap hidup atau mati pembunuh biadap itu”.


Tanpa menunggu jawaban dari Panglima Sentanu , Begawan Aksamala segera melesat meninggalkan panglima yang masih tegak berdiri mematung. Dan tak berselang lama Panglima Sentanu pun segera menyusul sang Begawan kembali ke Kadipaten.


*****


Kuda hitam itu berlari seperti kesetanan, membelah padang rumput kering meninggalkan debu-debu beterbangan di belakangnya. Penunggangnya mungkin sedang di buru waktu untuk mencapai tempat tujuannya sehingga dia terus membedal tunggangannya tanpa memberi kesempatan si kuda untuk beristirahat barang sejenak. Di atas punggung kuda yang berlari kencang itu tampak seorang berbaju biru duduk sedikit membungkuk hampir mencium punggung kuda sambil sesekali tangan kanannya mengebrak leher tungganganya agar berlari lebih cepat lagi.


Rupanya si penunggang kuda itu seorang gadis berusia sekira delapan belas tahun. Rambutnya yang panjang di ikat dengan kain pita yang juga berwarna biru. Wajahnya tampak basah oleh keringat dan debu-debu yang menempel sehingga terlihat sedikit kusam. Namun tidak menghilangkan kecantikannya.Bibirnya merah alami meski tanpa polesan gincu. Bola mata hitam indah berkilat, alisnya tampak seperti bulat sabit membuat kecantikannya semakin sempurna. Kalau di perhatikan dengan seksama sepertinya si gadis penunggang kuda itu memacu kudanya sambil menangis, samar tampak airmata keluar dari sudut matanya namun hilang tertiup angin.


Sudah hampir setengah hari gadis itu memacu kudanya seperti kesetanan. Setelah melewati padang rumput yang luas kini dia mulai memasuki pinggiran sebuah hutan kecil yang pohon-pohonnya juga tidak terlalu rimbun dan besar. Gadis itu memperlambat lari kudanya menyusuri jalan setapak di pinggir hutan. Ketika melihat sebuah kali kecil tiba-tiba sigadis menghentikan kudanya kemudian dia turun dari punggung tungganganya itu.


“Kita bersitirahat barang sebentar Kumbang, tampaknya kamu sangat letih, tenagamu juga sudah terkuras” , berkata si gadis baju biru pada kuda hitam yang di pangilnya Kumbang.


Gadis itu menuntun kudanya menuju kali kecil, dia kemudian membungkuk untuk sekedar membasuh muka dan mengambil air minum. Dia juga memberi kesempatan kudanya untuk minum dan makan rumput di pinggir kali itu. Wajahnya yang tadinya kusam karena keringat dan debu yang menempel, kini kembali terlihat lebih cerah dan segar.


Sambil menunggu kudanya makan rumput, gadis itu berjalan menuju sebuah pohon yang cukup rindang sekedar merebahkan tubuhnya untuk beristirahat. Hari itu matahari sudah condong kebarat, namun demikian masih terasa teriknya. Mata gadis itu memandang ke langit luas, tampak sesekali dia menghapus buliran airmata yang keluar dengan punggung tangannya.


“Ayahanda…..maafkan Kinanti yang tidak bisa menjaga ayah, untuk apa Kinanti jauh-jauh menuntut ilmu kalau akhirnya harus berpisah dengan ayahanda untuk selamanya. Kenapa ayahanda begitu cepat pergi meninggalkan Kinanti ?”, kembali terlihat gadis cantik itu menangis.


“Kinanti berjanji akan mencari siapa pembunuh itu dan membalaskan dendam ayahanda”, setengah berbisik memendam amarah mulut gadis itu mengucapkan sesuatu.


Ketika Kinanti tengah asik dengan lamunan kenangan indah bersama ayahandanya, tiba-tiba gadis itu di kejutkan dengan suara seseorang yang bernyanyi yang lagunya tidak karuan. Namun rangkaian katanya terdengar sangat indah dan dalam untuk di resapi.


Jikalau seseorang kehilangan orang yang begitu di cintai


Bukan artinya berhenti juga kehidupan dan menjadi akhir dari perjalanan …..


Karena akan datang orang-orang baik lainnya yang akan menghibur


Menghapuskan gundah dan mengeringkan air mata ….


Jangan biarkan kesedihan itu berlarut bersemayam dalam hati


Dan membelenggu kakimu ….


Teruslah berjalan mengalir seperti aliran air sungai di depan sana


Kinanti yang sedang tiduran di bawah pohon itu tersentak kaget, serentak berdiri dan memandang berkeliling mencari siapa orang yang mendendangkan lagu itu. Suaranya tidak begitu keras namun terdengar sangat jelas di telinganya. Kemudian dia berteriak lantang.


“ Hai siapa kamu….keluarlah..! jangan seperti pengecut, nyanyi-nyanyi tak karuan bikin sakit telinga orang..!”. Setelah beberapa saat kemudian tetap tidak ada jawaban, kembali gadis itu berteriak.


“ Keluar kau ….dasar pengecut ! tunjukkan batang hidungmu biar ku pukul sampai melesak kedalam ! “


Gadis itu masih celingukan,dia terkejut ketika merasakan hembusan angin lembut di tengkuknya. “ Untung saja aku tidak menunjukan batangku….eh maksudku batang hidungku, kalau saja batang hidungku di pukul sampai melesak kedalam jadi seperti apa wajahku nanti…hehehe”, seorang pemuda bicara sambil cengar-cengir dan garuk-garuk belakang telinganya. Dan ketika Kinanti menoleh ke arah datangnya suara itu, entah kapan datangnya seorang pemuda berbaju putih telah berada tepat di belakangnya. Menunjukkan betapa tinggi ilmu si pemuda sehingga gadis cantik yang delapan tahun di gembleng tokoh sakti dari gunung Merbabu itu tidak menyadari kehadirannya. Mata gadis itu melotot seperti hendak keluar karena marah, namun ketika mengenali siapa adanya sosok pemuda itu wajahnya berubah ceria, namun tidak bisa disembunyikan rona merah di kedua pipinya menahan malu yang semakin menambah kecantikannya.


“ Kangmas Lingga….”, suara gadis itu seperti tercekat di tenggorokan ketika menyebut nama si pemuda. Si pemuda tampak tersenyum menatap wajah gadis yang ada di depanya.


“Kinanti…..apa yang kamu lakukan disini ?, bukankah seharusnya kamu berada di lereng Merbabu bersama Dewi Sekarwangi Si Pendekar Pedang Dewa”, balas si pemuda yang bernama Lingga.


Gadis cantik yang di panggil Kinanti yang bukan lain adalah putri dari Adipati Basundara dari kadipaten Argapura menatap pemuda tampan didepannya, bola matanya yang indah tampak berkaca-kaca, kalau saja dia tidak malu mungkin sudah berlari memeluk si pemuda dan menumpahkan tangisnya di dada pemuda itu. Bukannya menjawab pertanyaan si pemuda,malah kini butiran airmata perlahan bergulir menetes keluar dari sudut matanya. Si pemuda yang tidak tega dan melihat beban batin si gadis kemudian merengkuh pundak gadis cantik itu dan menariknya kedalam pelukannya.


“ Menangislah Kinanti, jika itu bisa meringankan sedikit beban dan kesedihan yang ada dalam hatimu”, berbisik si pemuda sambil memeluk erat gadis cantik sahabatnya itu. Beberapa saat kemudian Kinanti balik membalas pelukan si pemuda, tangisnya tumpah di dada pemuda itu sehingga membasahi baju putihnya. Pemuda baju putih yang di panggil dengan nama Lingga mempunyai nama panjang Lingga Saksana. Sebenarnya namanya hanya Lingga, nama Saksana adalah pemberian dari sahabatnya yaitu Wiro Sableng Pendekar Kapak maut Naga Geni 212. Wiro menambahkan nama Saksana seperti namanya namun tidak memberikan nama sableng, karena meskipun sedikit suka jail Lingga tidak se sableng Wiro yang suka cengengesan dan jailnya juga sudah kelewat takaran.


Kehadiran Lingga benar-benar membuat Kinanti menjadi kembali bersemangat, hatinya menjadi lebih tenang sehingga mengembalikan keceriaanya. Wajahnya yang semula di rundung duka karena mendengar kabar meninggalnya sang ayah kini tampak berseri, senyum selalu tersunggging di bibirnya yang merah. Sepasang muda-mudi itu kini duduk di bawah pohon, Kinanti menceritakan bagaimana dia bisa sampai di tempat itu. Gadis itu mendapat pesan dari utusan panglima Sentanu yang membawa kabar bahwa Adipati Basundara ayahnya telah meninggal di bunuh oleh Pembunuh Bayaran dari Bukit Bintang. (Mengenai siapa tokoh golongan hitam yang membuat geger dunia persilatan ini bisa di baca dalam buku yang berjudul PEMBUNUH BAYARAN DARI BUKIT BINTANG). Setelah beberapa saat keduanya berbincang, kini keduanya berniat akan segera melanjutkan perjalanan menuju Kadipaten Argapura. Tanpa di minta Lingga dengan senang hati menawarkan dirinya untuk menemani gadis cantik itu dalam perjalanan pulang ke Argapura. Kinanti yang memang dalam hatinya mengharapkan hal itu dengan senang hati menerima permintaan Lingga yang akan ikut bersamanya ke Kadipaten Argapura.


Keduanya segera meninggalkan hutan kecil itu dengan menunggangi si kumbang kuda hitam berbarengan, Kinanti duduk di bagian depan sedang Lingga duduk di belakangnya. Hari menjelang senja keduanya sampai di sebuah desa yang lumayan ramai, kehidupan warganya bisa di bilang makmur. Lingga dan Kinanti berhenti sejenak di sebuah kedai makan untuk mengisi perut, karena hari sudah malam mereka memutuskan akan menginap dan bermalam di desa itu dan akan melanjutkan perjalan esok paginya. Perjalanan menuju Argapura masih sangat jauh dan membutuhkan waktu hingga tiga atau empat hari dengan perjalanan berkuda. Merekapun mencari penginapan untuk mereka bermalam dan beristirahat dengan nyaman. Esok pagi-pagi sekali keduanya sudah meninggalkan penginapan itu, dengan bantuan si pemilik penginapan mereka telah berhasil mendapatkan seekor kuda bagus dari pedagang kuda yang ada di desa itu. Dan kini Lingga dan Kinanti telah menaiki kuda masing-masing untuk melanjutkan perjalanannya. Setelah berpamitan dan mengucapkan terima kasih kepada si pemilik penginapan, keduanya segera membedal kudanya meninggalkan tempat itu.


Sementara itu jauh di wilayah timur, tepatnya di kadipaten Argapura. Hari berkabung atas meninggalnya sang adipati telah berlalu, hari ini sudah satu pekan lebih semenjak adipati Basundara meninggal di tangan Pembunuh Bayaran Dari Bukit Bintang. Suasana duka rakyat kadipaten itu masih terlihat meski beberapa sudah mulai melakukan aktifitas masing-masing. Namun di kedai-kedai dan warung juga tempat-tempat warga berkumpul masih ramai membicarakan kejadian tragis yang menimpa pemimpin tertinggi di kadipaten itu. Di ruang paseban agung yang merupakan tempat Adipati mengumpulkan pembesar kadipaten,saat itu sedang berkumpul orang-orang yang merupakan tokoh-tokoh penting. Diantara orang yang datang pada pertemuan itu adalah Begawan Aksamala, Jalak Seta, Jalak Keling dan beberapa punggawa kadipaten yang lain. Namun tidak terlihat sosok panglima Sentanu diantara mereka yang sedang berkumpul tersebut. Hal itu memang menjadi pertanyaan semua yang hadir di tempat itu.


“Ada yang tau kemana perginya Panglima Sentanu ?, sudah beberapa kali kita mengadakan pertemuan di tempat ini dia tidak pernah datang”, bertanya Begawan Aksamala yang merupakan orang tertua dan paling di hormati di kadipaten setelah Adipati Basundara.


“ Saya tidak pernah melihatnya Begawan, terakhir saya bertemu dengan Panglima saat pemakaman Gusti Adipati”, menjawab Jalak Keling, yang kemudian menolehkan wajahnya kepada orang-orang lain yang ada di tempat itu, seolah bertanya jangan-jangan di antara mereka ada yang melihat Panglima Sentanu. Namun bukan jawaban yang di terima tapi beberapa orang tersebut malah saling pandang satu sama lain. Dari tingkahnya dapat di simpulkan jika diantara mereka juga tidak mengetahui dimana keberadaan Panglima Sentanu.


“ Baiklah jika memang di antara kalian tidak melihat atau mengetahui keberadaan Panglima Sentanu, biarlah tidak jadi apa. Kita tetap melanjutkan rencana kita semula, yaitu mencari keberadaan di mana si pembunuh itu”, kembali Begawan Aksamala berkata pada orang-orang yang ada di tempat itu yang kemudian di jawab dengan anggukan kepala tanda menyetujui.


“ Jalak Keling…kau bersama punggawa Darupana dan Ki Duwung pergilah ke arah utara dan Kau Jalak Seta bersama punggawa Gadung Sampil dan Punggawa Jarot Mahesa ke arah timur”.


“Aku sendiri akan menyisir ke barat sampai ke gunung Penanggungan hingga ke selatan”, berkata Begawan Aksamala setelah memberikan petunjuk pada dua kakak beradik tersebut. Setelah paham akan tugas-tugasnya kemudian mereka membubarkan diri keluar dari ruang paseban untuk mempersiapkan bekal selama pengembaraan yang belum bisa di ketahui kapan akan pulang.


***


Rumah kayu yang berukuran cukup besar tampak seperti raksasa yang sedang duduk, tidak ada penerangan di dalamnya. Rumah yang berada di pinggiran hutan di kaki gunung Penanggungan itu sudah lama tidak di tinggali penghuninya. Dahulunya rumah itu dalah milik saudagar kaya raya yang menurut cerita di masyarakat sekitar semua penghuninya tewas oleh perampok yang menyatroni rumah tersebut. Warga desa tidak ada yang berani mendekati rumah tua itu jangankan malam hari, di siang hari bolongpun tidak ada yang berani untuk sekedar lewat di jalan yang tepat di depan rumah itu. Warga desa menganggap rumah tua itu rumah angker yang di huni para demit dan setan gentayangan, karena tidak sedikit warga yang pernah mendengar suara-suara aneh yang berasal dari dalam rumah. Rumah itu memang benar-benar tidak terawat, kayu-kayu keropos di makan rayap dan banyak genting yang sudah pecah. Di sudut-sudut rumah juga terdapat banyak sarang laba-laba.


Di dalam rumah tua itu tampak duduk seorang laki-laki berperawakan tinggi kurus, di sebuah kursi besar yang sudah patah beberapa bagian di sana-sini. Di kepalanya mengenakan blangkon yang menutupi sebagian rambutnya yang panjang hampir sebatas bahu. Dari cahaya sinar bulan yang masuk melalui celah genting yang bolong, sekilas tampak wajah laki-laki itu di tumbuhi kumis tipis dan jenggot yang hanya tumbuh di bawah dagunya yang di biarkan panjang hampir menyentuh dada. Laki-laki tinggi kurus itu mengenakan baju hitam yang berhias benang-benang emas seperti seorang bangsawan keraton. Tidak jauh dari tempat laki-laki kurus itu duduk, di sebuah bangku kecil juga terdapat seorang laki-laki lain yang kali ini berperawakan gendut besar namun tidak terlalu tinggi. Laki-laki bertubuh gendut besar itu duduk dan sesekali berdiri berjalan menuju ke sebuah jendela yang daunnya sudah rusak, dia melongok ke luar seperti sedang menunggu kedatangan seseorang.


Mendadak dua orang itu di kejutkan oleh suara keras dari luar rumah, entah darimana datangnya tiba-tiba seorang berperawakan gagah telah berdiri di halaman rumah tua tersebut.


“ Raden Bismo alit, kau kah yang ada di dalam ?! “ , teriak laki-laki gagah dari luar rumah.


“ Benar…masuklah kemari Bayu Raspati, aku sudah sejak tadi menunggu kedatanganmu”, terdengar jawaban dari dalam rumah. Yang ternyata orang yang di panggil dengan nama Raden Bismo Alit adalah laki-laki kurus yang duduk di kursi besar di dalam rumah tua itu. Pintu besar yang sudah keropos itu di dorong dari luar, suaranya berderit keras. Tampak sosok laki-laki muda berpakaian merah melangkah masuk, rambutnya yang gondrong di biarkan awut-awutan menutupi sebagian wajahnya. Di pinggang pemuda itu terdapat delapan pisau terselip berjejer di ikat pinggang yang terbuat dari kulit, empat di sebelah kiri dan empat di sebelah kanan.


“ Mana bayaran yang kau janjikan padaku Raden Bismo Alit ?!, bertanya dengan nada sedikit membentak pemuda yang baru masuk yang dipanggil dengan nama Bayu Raspati itu.


“ Sabar ….Bayu, pantang bagi Raden Bismo Alit ingkar janji, tapi bukankah lebih baik kita ngobrol dulu sembari minum tuak yang sudah aku sediakan ini” , berkata Raden Bismo Alit sambil tangannya mengambil kendi berisi tuak yang berada di atas meja di sampingnya.


“ Jangkung….ambilkan kendi tuak itu, dan serahkan pada tamu kita ini”, perintah Raden Bismo Alit pada orang gemuk pendek tersebut yang ternyata bernama Jangkung. Entah keanehan apalagi, atau dunia sudah terbalik orang yang bertubuh gemuk pendek malah di beri nama Jangkung. Jangkung berdiri mengambil kendi tuak dan mengangsurkannya ke arah pemuda tamunya itu. Bayu Raspati tidak segera menyahuti tapi malah menampel kendi yang berada di tangan Jangkung hingga pecah berantakan, tuak harum muncrat tak karuan, sebagian mengenai wajah Jangkung sehingga membuat amarahnya memuncak sampai ke ubun-ubun.


“ Pemuda sundal….!! Kelakuanmu di luar takaran, jangan kau berlaku sombong di hadapan Raden Bismo dan Si Jangkung…atau ku patahkan batang lehermu ! , sambil berteriak marah si Jangkung bersiap mengayunkan kepalan tangannya yang sebesar kelapa gading ke arah Bayu Raspati.


Bukannya ciut nyali pemuda melihat kemarahan laki-laki gendut didepannya, malah gelak ketawa. “ Ha..ha..ha… Apa yang mau kau lakukan kebo bunting ? , si pemuda tambah mengejek dengan memanggilnya kebo bunting.


“ Raden Bismo, lekas serahkan dua kantung emas yang kau janjikan padaku sebagai imbalan tugaks yang kau berikan untuk membunuh Adipati Basundara, aku tidak ada waktu lagi untuk berlama-lama berurusan dengan kebo bunting piaraanmu ini” .


“ Pemuda sombong ..!, aku hanya menjanjikan satu kantung emas…bukan dua kantung emas seperti yang kau katakan itu ! “, berkata Raden Bismo Alit dengan suara yang tak kalah keras.


“ Itu perjanjian lama Raden, aku berhak untuk merubah semua perjanjian dengan siapapun tanpa persetujuan “, jawab Bayu Raspati.


“ Pemuda gendeng….! Makan ini kepalan tanganku sebagai ganti satu kantung emas !” , teriak Si Jangkung yang tidak bisa menahan amarahnya, mendengar majikannya di perlakukan seperti itu oleh orang sama sekali tidak di kenalnya. Si jangkung merangsek maju sambil melancarkan pukulan tangan kosong ke arah wajah si pemuda.


Wuuut…..wuttt..! Bukannya kaget melihat datangnya serangan tapi Bayu Raspati malah ganda tertawa. Dengan memiringkan sedikit tubuhnya kesamping, pukulan si jangkung lewat di sisinya. “Ha..ha…ha….Jangkung …gerakanmu terlalu lamban , kau memang mirip seperti kebo bunting “.


Jangkung yang mendengar kata-kata Bayu Raspati semakin memuncak amarahnya, di tariknya pukulan tangan kanan dan kini menyusul pukulan tangan kiri yang kali ini di lambari dengan mengerahkan tenaga dalam sehingga menimbulkan angin kencang menggebubu kearah Bayu Raspati, tidak berhenti di situ kaki kaki kanannya menerjang ke arah bawah perut si pemuda yang mau tak mau membuat pemuda itu harus berjumpalitan ke udara menghindari serangan.


Hiaat……haap……! Set…set…..!


Pukulan dan tendangan Si Jangkung melesat menghantam dinding rumah ketika Bayu Raspati berhasil menghindar dengan gerakan salto di udara.


Wuuttt….wuuut...Dhess …Brakk…!! Dinding rumah itu hancur jebol di hajar pukulan dan tendangan Si Jangkung. Ketika si Jangkung kembali bersiap untuk melancarkan serangan berikutnya,mendadak terdengar ledakan keras dari arah pintu depan.


Braaakk….!! Kayu dan beberapa bagian pintu hancur berkeping-keping, mencelat berserakan. Di tengah pintu kini tegak berdiri seorang laki-laki berbadan tegap, wajah marahnya terlihat jelas oleh pantulan cahaya bulan purnama. Laki-laki yang baru datang itu bukan lain adalah Panglima Sentanu pimpinan pasukan Kadipaten Argapura.


“ Oh…..Ternyata kau dalang semua ini Raden Bismo alit !! Kau yang menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh Gusti Adipati ?” bentakan keras keluar dari mulut panglima Sentanu.


Semua yang ada di tempat itu kaget bukan kepalang, terlebih lagi Raden Bismo Alit, matanya melotot seperti mau lepas dari tempatnya. Namun sesaat kemudian dia bisa mengendalikan dirinya, dia tau sampai dimana tingkat kepandaian panglima itu. Namun setelah dia mendapat gemblengan dari gurunya yang baru, seorang tokoh sakti yang bergelar Pendekar Sesat Penebar Bala yang bermukim di Teluk Lemaring, kini dia tidak merasa gentar menghadapi Panglima Argapura itu.


Mengenai Raden Bismo Alit, sebenarnya dia masih bagian dari keluarga kadipaten Argapura. Dia adalah adik dari Dewi Padmawati tapi lain ibu. Raden Bismo Alit lahir dari istri selir Adipati Giriwanda, adipati Argapura sebelumnya.Raden Bismo alit mempunyai watak yang tidak baik,sombong ,licik dan culas. Selain itu dia juga suka berjudi dan main perempuan semakin membuat malu ayahnya. Kemudian oleh adipati Giriwanda dia di kirim untuk belajar pada seorang tokoh sakti di Singasari untuk belajar ilmu kesaktian dan juga ilmu ketatanegaraan. Namun bukan perubahan sifat yang di peroleh malah sifat buruknya makin menjadi-jadi. Dengan ilmu yang di miliki Raden Bismo Alit sering membuat ulah, membuat kekacauan di mana-mana. Karena tidak kuat menahan malu, maka dia di usir oleh ayahnya untuk meninggalkan kadipaten Argapura. Semenjak itulah Raden Bismo alit memendam bara api dendam di dalam dadanya. Setahun setelah kepergian Raden Bismo Alit, adipati Giriwanda meninggal dunia karena sakit. Tahta kadipaten di wariskan kepada anaknya yang lahir dari permaisuri, karena anak tersebut seorang perempuan maka pemegang tampuk kekuasaan di jabat oleh suaminya yaitu Basundara. Dendam Raden Bismo alit bukannya hilang tapi malah makin membara, sehingga timbulah niatan untuk menghancurkan Kadipaten Argapura yang salah satunya dengan membunuh Adipati Basundara kakak iparnya sendiri.


Suasana di dalam rumah itu hening sejenak, si Jangkung orang kepercayaan Raden Bismo Alit bersurut mundur mendekat pada majikannya. Sementara Bayu Raspati tampak tenang seolah tidak terjadi apa-apa, pemuda itu hanya tersenyum tipis memandang pada orang yang di panggil dengan nama Sentanu itu.


“ Kalian bertiga telah berkomplot untuk menghancurkan Argapura, segera menyerahlah dan akan aku bawa untuk di adili di kadipaten !”, bentak Panglima Sentanu.


“ Lancang sekali mulutmu Sentanu…! Tidak tahukah kamu berhdapan dengan siapa ?” membentak balik Raden Bismo Alit.


“ Ketahuilah Bismo Alit, semenjak Adipati Giriwanda mengusirmu dari Argapura, maka semenjak itulah kau bukan lagi di anggap keluarga dari Kadipaten Argapura “, timpal Sentanu.


“ Kurang ajar….! Memang harus ku robek mulut lancangmu itu, setelah Basundara sekarang giliranmu untuk menyusul ke akhirat !”


“ Bayu Raspati…..sekantung uang emas akan ku berikan padamu, lekas bunuh cecunguk itu !, teriak Raden Bismo Alit. Bayu Raspati yang mendengar teriakan itu hanya tersenyum sinis.


“ He…he…he…Jangan kau kira aku orang bodoh Bismo Alit, bayaran yang kau janjikan padaku untuk membunuh Basundara juga belum kau berikan, kini kau malah minta aku untuk pekerjaan baru lagi” , berkata Bayu Raspati tanpa menoleh, pandangannya malah di tujukan keluar seolah meledek.


“ Dasar pemuda sundal…! Kalau saja aku tidak membutuhkan tenaganya untuk membunuh Sentanu , sudah ku sumpal mulut sombongmu itu”, membatin Raden Bismo Alit dengan menahan amarahnya. Namun mendadak kemudian terlihat dia mengambil sesuatu dari balik bajunya dan melemparkan ke arah Bayu Raspati.


Sett…sett….!! “ Terimalah ini sebagai bayaranmu monyet !”, teriak Raden Bismo Alit.


Dua bungkus kantung hitam melesat sebat ke arah Bayu Raspati, dengan sigap pemuda itu menangkapnya. Sejenak dia timang-timang bungkusan kain hitam itu dan memeriksanya. Setelah yakin isi dari bungkusan kain hitam itu adalah emas, lekas dia menyimpan di balik bajunya sambil tersenyum lebar.


“ He..he…he… kau masih berhutang satu kantung lagi Bismo, begitu aku selesai membunuh orang itu segera kau bayar yang sekantung lagi !”


“ Jangan banyak bacot keparat…! Cepat kerjakan perintahku ..!, membentak Raden Bismo. Meski Bayu Raspati merasa tersinggung karena merasa di perintah namun dia tetap melaksanakan apa yang di katakan oleh Raden Bismo Alit. Dalam hatinya dia ingin segera memberikan pelajaran pada orang sombong itu setelah tugasnya selesai.


Kini Bayu Raspati berjalan perlahan ke arah panglima Sentanu, pandangan matanya tajam menatap pada panglima Argapura tersebut. Panglima Sentanu sendiri sudah bersiaga dengan memasang kuda-kuda untuk mengahadapi serangan pemuda di depannya. Meski belum pernah bertemu sebelumnya namun Panglima Sentanu tahu sejauh mana kehebatan pemuda yang bernama Bayu Raspati yang berjuluk Pembunuh Bayaran dari Bukit Bintang. Namun sebelum pertarungan keduanya di mulai, mendadak terdengar berkesiur angin menuju tempat itu. Belum lagi hilang kejut keempat orang itu, kini di kanan kiri Panglima Sentanu telah berdiri dua sosok tubuh satu laki-laki dan satu perempuan. Di samping kanan berdiri seorang pemuda berambut gondrong dengan pakaian putih serta ikat kepala putih yang bukan lain adalah Lingga Saksana, sedang di samping kiri serorang gadis cantik berbaju biru dengan rambut panjang hitam yang di ikat dengan pita yang juga berwarna biru dialah Kinanti putri tunggal dari mendiang Adipati Basundara. Pangeran Sentanu yang mengenali siapa adanya gadis di sampingnya tampak terkejut.


“ Benarkah ini Tuan Putri Kinanti ? “ bertanya Panglima Sentanu setengah tidak percaya pada gadis cantik di sampingnya itu.


“ Benar paman, apakah yang sebenarnya terjadi…? Kenapa paman beraada di tempat ini?” bertanya balik Kinanti.


“ Paman memang sedang menyelidik tentang kematian gusti adipati, dan ternyata pemuda inilah pembunuhnya. Dan dalang dari semua ini bukan lain adalah paman tuan putri sendiri, yaitu Raden Bismo alit”, menerangkan panglima Sentanu. Mendengar jawaban dari Panglima Sentanu bara dendam dan amarah Kinanti menggelegak. Di pandangnya lekat-lekat tiga orang di depannya satu persatu. Kemudian dengan mendengus keras Kinanti berteriak.


“ Paman Bismo…! Dengar Paman….! Setelah apa yang paman lakukan pada ayahanda, kini paman harus mempertanggung jawabkan semuanya !”


“ Dan kau …pembunuh, kaulah orang yang pertama ku kirim ke neraka, bersiaplah !”, bentak Kinanti. Namun sebelum Kinanti melancarkan serangan, tiba-tiba terdengar suara Lingga Saksana.


“ Kinanti…biarkan pemuda itu bagianku, kamu uruslah pamanmu, dialah orang yang paling bertanggung jawab atas kematian ayahmu”, berkata Lingga Saksana. Tanpa membantah Kinanti kini bersiap untuk menyerang Raden Bismo Alit.


“ Paman Bismo…! Sekarang paman harus mempertanggung jawabkan semua perbuatan paman di hadapan seluruh rakyat Argapura” , bentak Kinanti.


“ Hei …bocah ingusan, apa yang kau andalkan untuk menangkapku…?!”, berkata Raden Bismo Alit yang di lanjut dengan tawa kepongahannya.


“ Ha…ha…ha….!


Belum hilang suara tawa Bismo Alit, Kinanti yang memang sudah di rasuki dendam pada pamannya yang telah menjadi penyebab meninggal ayahnya telah melancarkan serangan ganas mematikan ke arah Raden Bismo Alit.


Hiaaaaat…..! wuss…wuusss..!


Serangkum angin dingin menderu ke arah dada Raden Bismo Alit, itulah Pukulan Telapak Bidadari Memukul Awan yang di pelajari dari gurunya Dewi Sekarwangi seorang tokoh sakti yang bergelar Bidadari Pedang Pelangi dari lereng Merbabu. Tidak mau begitu saja tubuhnya di labrak pukulan sakti itu, Bismo alit melompat sebat kesamping menghindari datangnya serangan. Hawa dingin berdesir tipis di samping kepalanya. Tidak bisa di bayangkan seperti apa tubuhnya jika terkena pukulan itu.


“ Perempuan sundal….! hampir dadaku jebol oleh pukulannya, untung aku masih bisa mengelak menghindar”, Bismo Alit menggerutu panjang pendek. Belum lagi Bismo Alit menghela nafas, kembali serangkum angin pukulan Kinanti berkiblat kea rah perutnya. Dengan mengandalakan ilmu meringankan tubuhnya Bismo Alit melenting ke udara menjebol atap rumah. Sedang angin pukulan Kinanti terus menderu melabrak dinding rumah hingga hancur berantakan.


Wuuut…..Brakkk ..!


“ Mau lari kemana kau tua bangka terkutuk…! , teriak Kinanti sambil melesat meyusul ke luar melalui atap rumah yang jebol. Rupanya Bismo Alit sudah menunggu dengan serangan mematikan. Lima jari terkembang membantuk cakar maut yang siap merobek perut lawan dan membedol isinya. Itulah yang di namakan Jurus Lima Jari Iblis Membedol Arwah yang di dapat dari Iblis Sesat Penebar Bala Begitu Kinanti mucul dia merasakan sebuah serangan dahsyat menderu ke arah pinggang. Kinanti yang terkejut mendapati serangan itu segera membuang tubuhnya kesamping menghindari serangan. Tidak berhenti sampai di situ, Bismo Alit kembali melancarkan serangan kedua dengan tendagan ke arah kepala gadis itu. Kinanti yang masih terkejut dengan serangan pertama belum bisa menguasai dirinya ketika kembali g serangan kedua yang jauh lebih ganas. Tidak mau mati konyol, Kinanti yang sudah benar-benar terdesak dengan serangan beruntun itu kemudian memutar kedua tangannya cepat seperti kitiran memapaki datangnya serangan. Itulah Ilmu Perisai Angin Menggulung Awan yang sudah mencapai tingkat tertinggi. Angin dari putaran kedua tangan Kinanti bergemuruh beberapa kejap akan berbenturan dengan dengan tendagan maut. Terlambat Bismo Alit untuk menarik tendangannya, mau tak mau dia harus melipat gandakan tenaganya. Terdengar suara ledakan keras ketika dua tenaga sakti itu beradu.


Duaarr…! Tubuh Bismo Alit tampak terlempar keras melayang jatuh dari atap rumah. Sementara Kinanti terdorong beberapa tombak ke belakang, dadanya terasa sesak. Berbeda dengan Kinanti berbeda pula dengan yang terjadi dengan Bismo Alit, tubuh laki-laki kurus itu jatuh bergedebukan di halaman rumah. Namun laki-laki mencoba bangkit lagi dengan memegangi dadanya yang sesak, sementara kakinya tampak cedera parah. Wajahnya tampak meringis menahan sakit, darah kental mengalir dari sudut bibirnya.


“ Keparat perempuan sundal itu…! Ilmu apa yang di gunakan untuk memapasi seranganku, bahkan Tendangan Kaki Iblis Menjebol Bumi bisa di kalahkan dengan mudahnya”, menggerendeng Bismo Alit. Ketika Bismo Alit sudah berdiri tegak, di depannya sudah berdiri Kinanti dengan seringainya , wajah gadis cantik itu tampak berubah mengerikan yang menebar hawa maut. Sebuah Pedang yang memancarkan sinar warna-warni berada dalam genggaman tangannya bersiap untuk menghabisi Raden Bismo Alit. Itulah pedang pusaka langka yang bernama Pedang Pelangi 212 yang pernah menggegerkan dunia persilatan, menjadi momok bagi tokoh golongan hitam dan di kagumi tokoh sakti golongan putih. Raden Bismo Alit tampak keder melihat aura pedang sakti itu, namun dia tidak mau menyerah begitu saja. Dari balik bajunya dia mengeluarkan sebuah senjata mustika berbentuk kipas. Di kembangkannya kipas tersebut yang serta-merta keluarlah asap hitam yang menebarkan bau busuk tidak tidak karuan, seperti bau bangkai atau mayat yang tidak terurus. Kipas berwarna hitam pekat itu di ujung jari-jarinya terdapat pisau kecil yang panjangnya sekira setengah jengkal. Tampak pisau-pisau kecil itu memancarkan cahaya hitam redup pertanda mengandung racun yang teramat mematikan. Kipas sakti itu di kenal dengan nama Kipas Warisan Setan. Jangankan tubuh manusia, gajah pun akan mati dengan tubuh hancur membusuk bila terkena goresan ujung pisau pada kipas itu. Itulah senjata warisan dari gurunya yang bernama Kundalini bergelar Pendekar Sesat Penebar Bala dari Teluk Lemaring.


Meski sudah terluka dalam yang cukup parah namun Raden Bismo Alit lebih memilih mengadu nyawa daripada harus menyerah dan tidangkap untuk di adili di kadipaten Argapura.


“Bersiaplah menjemput kematianmu orang tua terkutuk, galilah sendiri liang kuburmu, tidak ada yang sudi membantu laki-laki bejad sepertimu ! “, teriak Kinanti sambil mengangkat Pedang Pelangi 212 bersiap untuk melancarkan serangan.


“ Jangan bermulut besar perempuan sundal..! Aku yang akan segera mengirimu ke neraka untuk menyusul si bajingan Basundara”, tak kalah keras Bismo alit berteriak. Kipas di tangannya terbuka bersiap menyerang. Dengan di dahului teriakan keras, tubuh laki-laki itu melompat menerjang dengan kipas terbuka. Tidak mau menganggap enteng lawannya, Bismo alit langsung menyerang menggunakan Jurus Kipas Iblis Menggusur Puncak Merapi sedang tangan kirinya tampak kelima jarinya terkembang berwarna kehitaman pertanda dia telah mengerahkan Jurus Lima Jari Iblis Membedol Arwah di lambari seluruh tenaga dalamnya. Kinanti yang sudah mengetahui serangan maut yang datang ke arah nya segera memutar Pedang Pelangi 212 dengan sebat, gadis cantik itu mengerahkan Jurus Pedang Bidadari Membelah Rembulanyang merupakan jurus ke dua dari tiga rangkaian Jurus Tarian Bidadari . Gerakan pedangnya sangat cepat luar biasa, cahaya warna-warni yang keluar dari pedangnya seolah membungkus cahaya hitam yang keluar dari Kipas Warisan Setan di tangan Bismo Alit.


Hiaaa……Hiaatttt… !


Trang….!


Dua orang yang bertarung saling serang dan menangkis dengan senjata masing-masing, gerakan keduanya begitu cepat sehingga yang terlihat hanya bayangan hitam dan biru berkelebat kesana kemari dalam malam yang disinari cahaya bulan purnama. Sudah hampir tiga puluh jurus berlalu, pertarungan seperti belum menunjukan siapa yang akan mengalahkan lawannya. Kinanti semakin mempercepat serangannya, kali ini dia menyerang dengan Jurus Pedang Bidadari Menyusup Di Balik Awan , ini adalah jurus ke-tiga dari tiga Jurus Tarian Bidadari. Tubuhnya yang ramping melenting berputar keatas , kedua tangannya terkembang kesamping seperti seekor burung rajawali terbang mengintai mangsanya. Beberapa saat tubuh gadis cantik itu seperti terbang melayang sekira dua tombak dari atas tanah. Itulah kehebatan Jurus Pedang Bidadari Menyusup Di balik Awan, selain gerakan pedang yang cepat yang tidak bisa terlihat oleh pandangan mata, juga membuat tubuhnya menjadi ringan seringan kapas sehingga membuat gerakan tubuh dan serangannya menjadi berkali-kali lipat lebih cepat. Panglima Sentanu dan Lingga Saksana yang berdiri di pinggir arena pertarungan tampak takjub melihat kehebatan putri mendiang Adipati Basundara tersebut.


“ Sungguh luar biasa Tuan Putri Kinanti, di usia yang masih begitu muda sudah menguasai ilmu yang sangat luar biasa. Aku yakin dengan ilmu yang di milikinya saat ini akan sangat sulit di cari tandinganya”, membatin Panglima Sentanu melihat kehebatan tuan putrinya.


Di tempat lain Lingga Saksana juga mengagumi kehebatan gadis cantik itu. “Beruntung sekali Kinanti bisa mewarisi ilmu silat langka dari tokoh sakti Dewi Sekarwangi itu”. Sementara suasana menjadi hening sejenak, sejurus kemdian terdengar teriakan Kinanti melancarkan serangan ke arah Raden Bismo Alit. Serangan yang begitu cepat sambung-menyambung itu benar-benar merepotkannya. Sambaran-sambaran pedang Kinanti seolah mengurungnya dari delapan penjuru angina, sehingga tidak ada kesempatan bagi laki-laki itu untuk bisa mebalas serangan. Raden Bismo Alit begitu terdesak hebat, tubuhnya terus mundur menghindari serangan. Sehingga di jurus yang ke empat puluh tiga, di barengi teriakan keras Kinanti melancarkan pukulan tangan kirinya yang di lambari tenaga dalam penuh ke arah kepala, melihat datangnya serangan yang begitu cepat Raden Bismo Alit segera membuang tubuhnya kesamping. Namun itu ternyata hanya serangan tipuan, begitu tubuhnya lolos dari serangan pertama tiba-tiba matanya melihat cahaya warna-warni dari Pedang Pelangi 212 melesat kea rah dadanya, tangannya yang memegang Kipas Warisan Setan di pentangkan untuk memapaki serangan. Terjadilah benturan dahsyat dua senjata sakti itu, menimbulkan suara keras membuat debu dan batu kecil beterbangan karena ledakan tenaga yang luar biasa.


Duaar….! Brettt…..! Kipas Warisan Setan di tangan Raden Bismo Alit robek hancur di terjang sabetan Pedang Pelangi 212. Bahkan pedang itu terus melesat kearah dada, Raden Bismo Alit tidak bisa menghindar lagi,dadanya tertembus pedang mustika itu. Darah segar muncrat menyembur dari dada yang robek menganga lebar. Terdengar suara erangan dari mulut yang tercekat di tenggorokan, sebelum tubuhnya roboh bergedebuk di tanah.


AAArrgg…..! Brrraakk..! Tubuh Raden Bismo Alit terkapar ditanah, nyawanya melayang saat itu juga. Melihat majikannya tewas mengenaskan sperti itu membuat si Jangkung gelap mata. Laki-laki berbadan gendut itu segera melompat menerjang kearah Kinanti. Namun belum lagi serangan menemui sasaran, sebuah bayangan berkelebat cepat meghadang.


“ Aku lawanmu gendut..jagan kau campuri urusan orang !” teriak orang yang menghadang serangan, yang bukan lain adalah Panglima Sentanu. Jangkung yang sudah tidak ada jalan lain kecuali mengadu jiwa di tempat itu, langsung saja melancarkan serangan dengan senjatanya berupa sebilah golok besar di tangannya. Golok yang ukurannya dua kali lebih besar dari golok biasanya itu menderu memburu mangsanya. Serangan-serangan golok yang begitu cepat menimbulkan suara angin berkesiuran.


Hiaaatt…..haat….!


Wuuutt…wuut….wuuttt..!


Panglima Sentanu yang sudah banyak makan asam garam pertarungan bisa dengan mudah mengatasi serangan-serangan golok dari Si Jangkung. Sebagai seorang Panglima Kadipaten Argapura ilmu silatnya juga bukan sembarangan. Si Jangkung anak buah Raden Bismo alit itu hanya dalam beberapa jurus saja sudah terdesak hebat. Tubuhnya yang gendut beberapa kali kena pukulan kersa dari Panglima Sentanu. Hingga pada jurus ke duapuluh, sebuah tendangan panglima Sentanu yang menggunakan Jurus Tendangan Badai Meruntuhkan Batu Karang berhasil menghantam kepala Si Jangkung.


Duuugh…prokk..!! Laki-laki gendut itu terpental dengan kepala hancur. Tubuhnya roboh ke tanah tidak bergerak lagi. Bayu Raspati yang merasa tidak punya urusan dengan ketiga orang itu segera melesat meninggalkan tempat itu dan hilang di telan lebatnya hutan jati. Lingga Saksana yang menyadari hal itu segera melepaskan Pukulan Benteng Topan Melanda Samudera dengan tangan kanannya. Sebuah pukulan sakti yang di ajarkan oleh Pendekar 212 padanya. Serangkum angin topan menderu ke arah hilangnya Bayu Raspati.


Wuutttt……wuuttt………..Daaaarr..!


Siuut…..siuuut….siuuttt….! Glaaarrr….!!


Sementara tangan kirinya di kibaskan dengan cepat menyusul pukulan pertama, tampak tiga buah larik sinar merah, biru, hijau keluar dari jari-jari Lingga Saksana. Tiga sinar itu melesat cepat menghantam pohon hingga hancur dan roboh terbakar. Ilmu ke dua yang di lancarkan oleh Lingga Saksana tersebut adalah Pukulan Tiga Cahaya Alam Gaib. (bagaimana Lingga Saksana bisa menguasai ilmu tersebut bisa di baca pada buku yang berjudul TITISAN INSAN TANPA WAJAH).


Namun dua serangan yang yang di lancarkan oleh Lingga Saksana mengenai tempat kosong dan hanya menghancurkan pohon-pohon jati di hutan tersebut. Bayu Raspati telah berhasil melarikan diri.


Hari mulai menjelang fajar, kokok ayam mulai terdengar bersahutan pertanda pagi segera tiba. Tiga sosok tubuh tampak berjalan ke arah kuda-kuda yang di tambatkan di bawah pohon tidak jauh dari halaman rumah tua yang sebagian sudah hancur akibat pertarungan semalam. Bersamaan matahari yang mulai menyembul dari ufuk timur ketiga orang tersebut menggebrak kudanya meninggalkan tempat itu.




TAMAT

0 comments:

Post a Comment