By: Mike Simons
Bab 1
Pertarungan antara Resi Raksasa perwujudan
keenam dewa kerajaan perut bumi melawan
para tokoh dunia persilatan yang masih
tersisa pun berjalan semakin seru dan
menegangkan. Bujang Gila Tapak Sakti yang
berhasil mendaratkan pukulan sakti Mahameru
Murka kearah dada Resi Raksasa pun harus
bernasib apes merasakan tamparan telapak sang
resi yang begitu keras, sehingga pendekar sahabat
karib Pendekar Dua Satu Dua ini sampai terlempar
terputar-putar dan menghempas sisa onggokan
candi prambanan yang melayang di udara dalam
keadaan tidak sadarkan diri. sementara itu, Nyi
Roro Kidul yang berada di atas kereta kencananya
kembali mengibaskan tali kekang kuda kereta
kencananya sehinga tiga pasang kuda pilihan
miliknya tersebut saling berkejaran memutari tubuh
Resi Raksasa. Dari atas cermin bulat raksasa yang
diketahui bernama cermin pualam sakti dasar
samudera yang melayang diatas kepala sang ratu
tersebut, terlihat melesat cahaya angker berwarna
biru yang tidak putus-putusnya menghantam tubuh
Resi Raksasa!
Resi Raksasa yang merasakan kerepotan
oleh silaunya cahaya yang terus menghantam
4
tubuh dan menyilaukan pandangannya berusaha
menangkap Nyi Roro Kidul yang mengendarai
kereta kencana yang mengitari tubuhnya, namun
urung di lakukan manakala dirasanya pundak
sebelah kanannya tiba-tiba terasa sakit luar biasa.
Saat dirinya menoleh rupanya Mahesa Kelud telah
berhasil menghujamkan pedang dewa dan keris
ular emas miliknya ke pundaknya sebelah kanan!
“Jahanaaaam!!!” bentak sang Resi Raksasa
sembari berusaha menepuk tubuh Mahesa Kelud
menggunakan tangan kirinya. suara sang raksasa
yang mengelegar memecah angkasa menandakan
kalau sang resi akhirnya merasakan juga apa itu
rasa sakit yang sesungguhnya! Menghilangnya
kabut dewa dan terbebas nya Kiai Naga Waskita
dan Kiai Naga Wisesa kedua naga pemutar poros
inti bumi ini, menandakan kalau kekebalan yang
dimiliki resi gabungan keenam dewa ini akhirnya
mulai memudar. Merasakan sambaran angin keras
yang datang kearahnya, Mahesa Kelud pun
terpaksa harus melepaskan pegangannya pada
kedua senjata miliknya tersebut dan melompat jauh
menghidari tepukan sang dewa raksasa.
Sementara itu gelombang air laut maha
dahsyat semakin naik dan mulai sampai ke atas
paha sang Resi Raksasa. Setan Ngompol yang
berada bergantungan di balik celana sebelah dalam
5
bagian kanan sang resi mulai menyumpah panjang
pendek sambil terus berusaha memanjat keatas
“Kau sudah sampai dimana kakek bau pesing?”
satu suara kisikan masuk kearah telinganya yang
terbalik "Sedikit lagi Ning tapi aku kesusahan
soalnya air laut sudah sampai sebatas bijiku!” balas
sang kakek bermata jereng. "Tahan dulu urusan
bijimu itu kek! Masih ada biji lain yang harus kita
utamakan!” ucap kisikan yang rupanya kisikan milik
Naga Kuning yang ternyata juga sedang merayap
di bagian celana sebelah kiri!
Di sisi lain melihat datangnya serbuan
gelombang air laut maha dahsyat itu, hati sri
Baginda Maharaja Rakai kayuwangi Dyah
Pasingsangan terasa teriris sedih dan tanpa sadar
menggigit bibirnya. gelombang dahsyat dengan
ketinggian ratusan tombak ini memang datang
bersamaan dengan kedatangan Nyi Roro Kidul
setelah sebelumnya berhasil menewaskan Ratu
Agung Penguasa Perut Bumi di dasar laut selatan.
khawatir dan cemas akan keadaan rakyat yang
dipimpinnya ini membuat sang maharaja menjadi
resah dan tanpa sadar mengeluarkan keluhan lirih.
"Bagaimana nasib kalian wahai rakyatku... Wahai
Sang Hyang Widi Wsesa.. Mohon selamatkan
seluruh rakyatku yang tertimpa kemalangan ini..."
keluh sang raja.
6
Roro Jonggrang yang terbang melayang
disampingnya nampak memandang sang raja
dengan mata teduhnya. sang dewi pemilik candi
prambanan ini pun kemudian menggapai tangan
sang maharaja lalu terus berujar. "Kau benar-benar
raja yang sangat mencintai rakyatmu wahai rajaku...
namun coba kau lihat dengan mata batin mu...
Sesungguhnya masih banyak orang baik sepertimu
di dunia ini yang peduli dan dan tulus mencintai
rakyat Mataram seperti dirimu..." selesai berujar
sang dewi menyalurkan kekuatan yang dimilikinya
yang kemudian getarannya merambat dari
sepasang tangan yang saling menyatu dan naik
keatas kearah mata Maharaja Mataram. sang
Maharaja Mataram merasakan sensasi dingin pada
matanya, lalu sang raja pun kemudian
memejamkan matanya.
Begitu matanya terpejam, secara mata batin
sang raja melihat penglihatan yang saling
bergantian dan nampak menyuguhkan satu
pemandangan yang mengharukan dan luar biasa!
bagaimana tidak? dengan ilmu Menembus batas
cakrawala yang dialirkan ke arah sepasang mata
Maharaja Mataram oleh dewi Roro Jonggrang,
sang maha raja dapat melihat para tokoh dunia
persilatan yang masih tersisa seperti Anggini,
Bidadari Angin Timur, Purnama, Dewi Dua Musim,
Panji Ateleng, dan yang lainnya nampak memecah
7
diri menjadi ribuan sosok dan berkelebat laksana
kilatan petir ke segala penjuru tanah Mataram!
Seperti diketahui sebelumnya, para tokoh
dunia persilatan ini mendapatkan Ilmu Pecah
Seribu Bayangan Seribu Sukma oleh Datuk Tanpa
Bentuk Tanpa Wujud dan ilmu Mengendarai Petir
Melintasi Ujung Bumi oleh Yang Mulia Dewa Agung
Penyangga Langit dan Bumi. Kedua ilmu yang
memungkinkan penggunanya membelah diri
menjadi ribuan sosok dan melesat laksana petir ini,
kini digunakan oleh para tokoh dunia persilatan ini
untuk menyebar kesegala penjuru bumi Mataram
untuk menjemput semua rakyat yang baru terbebas
dari jeratan kabut dewa dan membawa mereka
menuju tempat tertinggi yaitu puncak gunung
merapi!
Para tokoh sakti ini nampak melesat
secepat kilat ke segala penjuru baik keraton dan
alun-alun di Kotaraja, desa-desa, setiap rumah
maupun pasar atau persawahan dimana terdapat
manusia. para pendekar dunia persilatan ini
kemudian langsung menggendong atau
membopong rakyat yang mereka temui dan
kemudian berlari secepat kilat berkejaran dengan
gelombang laut raksasa kearah puncak Merapi
yang dirasa sebagai tempat tertinggi dan teraman
saat itu.
8
Melihat keadaan sang resi yang nampak
menggeliat kesakitan akibat tikaman Mahesa Kelud,
Dewi Agung Bunga Mawar beserta Dewi Agung
Bunga Melati dan para dewa yang masih tersisa
dan tidak tergabung dalam rantai jiwa hati dewa
dan manusia kemudian langsung menggunakan
kekuatan dewa mereka dan serentak
mengeluarkan ilmu Sepasang Pedang Dewa!
Para dewa dan dewi yang sebagian besar
memulihkan diri dibalik awan ini sangat mengerti,
bahwa sejak moksa nya Yang Mulia Dewa Agung
Penyangga Langit dan Bumi maka waktu dan
kekuatan yang mereka miliki hanya tinggal sedikit
dan harus dikeluarkan pada waktu yang benar-
benar tepat. dengan mengikuti aba-aba dari dua
dewi yaitu Dewi Agung Bunga Mawar dan Dewi
Agung Bunga Melati yang berada paling dekat dari
tubuh Resi Raksasa, mereka pun sontak
membeliakkan mata masing-masing seraya
berbarengan mengeluarkan ilmu sepasang pedang
dewa tertuju kearah Resi Raksasa.
Hujan imu sepasang pedang dewa tercurah
dari langit dan nampak berseliweran ramai
memenuhi udara berterbangan menuju kearah Resi
Raksasa! sang resi pun rupanya menyadari
tekanan luar biasa yang ditimbulkan oleh serangan
puluhan sinar pedang dewa yang ditujukan
9
padanya dan tanpa diduga sang Resi Raksasa
kemudian terlihat mendongakkan kepalanya lalu
dari sepasang matanya melesat pula sinar
berbentuk pedang raksasa yang menyala angker
memapak datangnya serangan! Sang resi juga
rupanya turut pula mengeluarkan ilmu sepasang
pedang dewa dari kedua matanya dan dalam wujud
sepasang pedang raksasa berukuran ratusan kali
lebih besar, dari sinar pedang dewa yang
dikeluarkan para dewa dan dewi negeri atas langit!
suara memekakkan kembali terdengar dari
bertemunya sinar sepasang pedang dewa yang
dilepas oleh Resi Raksasa dengan gabungan ilmu
sepasang sinar inti dewa milik para dewa.
Sepasang pedang cahaya berukuran
raksasa tersebut layaknya pisau mengiris mentega
manakala menghantam gabungan sinar pedang inti
dewa mirip para dewa atas langit, yang sontak raib
musnah meninggalkan serpihan-serpihan sinar
yang berasap dan membumbung tinggi. dan tidak
sampai disitu saja, sinar pedang dewa milik sang
resi terus melaju terbang dan menebas memburu
dewa dan dewi yang berada diatas awan yang
sebelumnya melepaskan ilmu kesaktian tersebut.
"Cepat masuk ke dalam barisan rantai!
jangan sampai tubuh kalian terkena sambaran sinar
pedang itu...!" teriak Dewa Tuak memperingatkan.
10
mendengar teriakan Dewa Tuak, para dewa yang
sebelumnya melepaskan ilmu tersebut bergegas
berusaha melesat ke dalam lingkaran Rantai
Sambung Jiwa Hati Dewa dan Manusia namun
sayangnya hanya beberapa dewa yang berhasil
kembali ke dalam lingkaran rantai, selebihnya mati
tertebas sinar pedang raksasa yang dilepas sang
resi. dewi langit bunga mawar dan dewi langit
bunga melati termasuk dua orang dewi yang
tertebas hancur oleh ganasnya ilmu sepasang
pedang dewa milik resi dewa gabungan.
Sementara itu jauh diatas angkasa sana,
diantara kegelapan yang hitam kelam tak terhingga,
diantara bebatuan beraneka bentuk yang
mengambang tak beraturan, sesosok tubuh
manusia nampak melayang pelan dalam
keheningan. tubuh Pendekar Dua Satu Dua
nampak meringkuk ringkih dalam kelamnya
kegelapan semesta. matanya yang kosong nampak
terbuka sebagian menatap ke arah ketiadaan.
"Selesai sudah..." batin sang pendekar dengan
perasaan lelah yang begitu mendalam. tubuh sang
pendekar yang kosong tanpa sedikitpun tenaga
yang tersisa nampak mulai menjauh dari ujung
cahaya mentari di angkasa.
Dirinya sudah benar-benar pasrah dan
menyerah atas semua yang telah terjadi selama ini
11
dalam hidupnya. berbagai pukulan baik jasmani
dan mental telah menghancurkan jiwa dan raganya
sampai sejauh ini. Kehilangan orang-orang yang
dicintai kehilangan anak dan istri yang dikasihi,
serta harus melihat guru tercinta yang
membesarkannya dan mengajari ilmu kesaktian
harus meninggal secara mengenaskan di depan
matanya sendiri benar-benar membuat jiwa sang
pendekar lumat hancur dan terpukul. Ini melebihi
penderitaannya saat ratusan tahun menjadi batu di
Mataram kuno. Bahkan melebihi saat dirinya harus
menanggung derita menjadi bongkok dan
menyandang gelar Iblis Bongkok Bulan dan
Matahari akibat peristiwa pengadilan tahta dewa
dan pengorbanan Luhcinta atau Dewi Langit Bunga
Tanjung.
Tubuh sang pendekar terus berputar dan
melayang pelan, dirinya benar-benar sudah tidak
merasakan apa-apa lagi. seluruh tubuhnya yang
hancur babak belur akibat pertempuran terakhir
yang masih terus terjadi di bumi Mataram perlahan
mulai dingin membeku. saat hendak memejamkan
kedua matanya, Pendekar Dua Satu Dua tiba-tiba
kembali mengingat satu peristiwa yang pernah
dilalui sebelumnya. satu peristiwa yang pernah
membuat dirinya begitu hancur dan terluka.
12
Dilihatnya dalam ingatannya tersebut Ratu
Duyung mengangkat kedua tangannya berusaha
menggapai wajah sang pendekar. Dengan tangan
bergetar Ratu Duyung perlahan melepas tali topeng
yang dikenakan Iblis Bongkok Bulan dan Matahari.
Begitu topeng ludruk kayu cendana lepas dari
wajah sang Iblis Bongkok, Sepasang mata Ratu
Duyung nampak semakin sembab dan berkaca-
kaca. Dihadapannya nampak satu wajah pria
dewasa yang nampak menatap dirinya penuh
gejolak perasaan. Sepasang mata yang juga
terlihat berkaca-kaca dan terlihat terlalu lama
menanggung penderitaan. "Akhirnya aku bisa
kembali melihat raut wajahmu suamiku.." ucap
sang ratu sembari tersenyum dan membelai pipi
lelaki dihadapannya. Lelaki yang tidak lain dan
tidak bukan adalah pendekar kapak maut naga geni
dua satu dua Wiro Sableng ini berusaha
mengangkat tangannya yang biru legam
menghitam untuk memegang tangan istrinya sang
Ratu Duyung namun usahanya tidak membuahkan
hasil. Tangannya kembali terjatuh lemas di
samping kedua bahunya.
Seperti diketahui bersama, akibat terlalu
sering menggunakan pukulan sakti Mentari Tengah
Malam dan Pukulan Rembulan Tengah Hari yang
terdapat dalam Kitab Jagat Pusaka Dewa, kedua
tangan Pendekar Dua Satu Dua mengalami
13
keracunan hebat. Sang pendekar terpaksa
menggunakan ilmu yang belum sempurna tersebut
kala bertarung melawan keroyokan Kanjeng Ratu
Penguasa Perut Bumi dan para pasukannya kala
menyerbu istana dasar samudera untuk yang
kesekian kali. "Setelah sekian lama kita berpisah
akhirnya kita dapat bertemu kembali Wiro
suamiku..." Desis lirih Ratu Duyung masih sambil
terus menatap Pendekar Dua Satu Dua. "Jangan
dulu banyak bercakap intan istriku.. Kau masih
lemah... Kau baru saja melahirkan buah hati kita.."
ucap Wiro dengan suara tersendat.
Ratu Duyung kemudian berpaling kearah
sampingnya dimana bayi perempuan yang baru
saja dilahirkannya nampak menggeliat dalam
lipatan bungkusan daun jati. Ratu Duyung
kemudian kembali berpaling dan menatap kearah
Pendekar Dua Satu Dua yang berada disisinya.
"Kau memiliki kewajiban yang harus kau lakukan
terlebih dahulu suamiku.. Sebelum aku
meninggalkan dirimu dan buah hati kita, aku ingin
melihat kau membisikkan lantunan suci itu di
telinga buah hati kita.." air mata tanpa bisa
dibendung lagi merembes keluar dari pemuda yang
ratusan tahun jasadnya tersembunyi membatu di
gunung Padang ini. Sang pendekar berusaha
menggapai bayi perempuan yang terbungkus daun
jati yang berada disamping tubuh Ratu Duyung.
14
Namun apalah daya kedua tangannya tidak bisa
digerakkan sama sekali. "Biar aku membantumu
kakak pendekar" satu suara terdengar dari balik
batu sebelah dalam yang ternyata adalah suara
Uban alias Jabrik Sakti Wanara. Bocah remaja
yang sedari tadi diam bersembunyi di balik batu
dalam goa cadas kencana. "Terima kasih anak baik
anak bagus" ucap Pendekar Dua Satu Dua kala
melihat usaha Uban yang dengan amat hati-hati
dan perlahan mengangkat bayi dalam bedongan
daun jati dan mendekatkan bagian kepala bayi
berambut keemasan berkilau tersebut kearah mulut
Pendekar Dua Satu Dua.
***
15
Bab 2
iro kemudian melantunkan azan ditelinga
bayi yang merupakan buah hatinya dan
Ratu Duyung dan kemudian mengecup
kening sang bayi sesaat. Melihat hal ini Ratu
Duyung nampak tersenyum dan kemudian
terdengar berbisik lirih "Kau pun memiliki kewajiban
untuk memberikan nama kepada anak kita itu.."
Wiro menatap bergantian kearah Ratu Duyung dan
putrinya yang masih berada dalam pegangan
Uban. "Aku memiliki sebuah nama tapi jujur aku
takut jika kau tidak berkenan..." Ratu Duyung
nampak tersenyum "Katakan saja suamiku, aku
sungguh ingin mendengar nama pilihanmu itu" Wiro
menatap kearah sang putri yang berambut pirang
keemasan dan memiliki mata berwarna biru lembut
"Aku memohon maaf sebelumnya istriku.. sungguh
tidak ada maksud apapun dalam hatiku ini.. entah
mengapa aku begitu ingin menamakan anak kita ini
dengan nama panggilan... --Intan Suci Angin
Timur...--"
Sepasang mata Ratu Duyung nampak
membesar sesaat sebelum nampak akhirnya
tertawa dengan tersendat-sendat "Maafkan aku
istriku.. Aku akan memikirkan nama lain jika nama
itu tidak menyenangkan hatimu.." ucap Wiro panik
W
16
"Kau benar-benar ceriwis Wiro.. Namun Tidak apa-
apa.. Aku menyukai nama itu.. Dan mungkin
setelah hari ini berlalu, aku bahkan berharap salah
satu dari mereka lah yang akan menjadi ibu
pengganti dan pembimbing dari buah hati kita ini.."
ucap Ratu Duyung sambil dengan tangan bergetar
membelai kepala bayi dalam pondongan Jabrik
Sakti. "Intan.. Aku percaya masih ada cara... Aku
tidak ingin kita terpisah kembali seperti yang sudah-
sudah.." desis Wiro sedih. Ratu Duyung nampak
tersenyum dengan mata sayu "Kita sama-sama
tahu keadaan ku saat ini Wiro.. Dan itu bukanlah
hal yang terpenting saat ini... Hal yang terpenting
sekarang adalah keselamatan buah hati kita... Kau
harus membawa anak kita ketempat yang aman
dan tersembunyi dari kejaran orang-orang Kerajaan
Perut Bumi.." suara Ratu Duyung perlahan mulai
terdengar melemah.
"Sekarang turunkan lehermu suamiku... Aku
ingin memelukmu untuk yang terakhir kali..." Ucap
lirih hampir tak terdengar dari sang ratu. Dengan
berurai air mata Pendekar Dua Satu Dua
menurunkan lehernya dan membiarkan tangan
ringkih yang gemetaran memeluk lehernya. Dengan
menahan sesenggukan yang keluar dari mulutnya,
Pendekar Dua Satu Dua nampak merapatkan
wajahnya dan membenamkannya di pundak
sebelah dalam sang istri. Sungguh begitu ingin
17
sang pendekar untuk memeluk tubuh sang istri
seerat-eratnya, namun apa daya kedua tangannya
terkulai lemah dan tidak memiliki tenaga untuk
melakukan hal tersebut. Banjir air mata nampak
berlelehan di wajah sang pendekar kala mendengar
bisikan kecil yang hampir tak terdengar yang
dibisikan oleh Ratu Duyung.
Setelah membisikkan kata-kata terakhirnya
ke telinga Pendekar Dua Satu Dua, mata sang
Ratu Duyung nampak perlahan menutup dan
sepasang tangan nya yang memeluk leher sang
suami nampak terkulai dan jatuh bersamaan
dengan ambruknya tubuh sang Ratu Duyung dalam
pangkuan sang suami. Kesunyian tiba-tiba
menyeruak namun sepenghirupan nafas kemudian
satu peristiwa yang menggetarkan hati terpampang
dihadapan Jabrik Sakti Wanara. Satu raungan
keras yang terdengar seperti gabungan suara
raungan naga dan harimau yang terluka terdengar
keluar dari mulut Pendekar Dua Satu Dua! Matanya
nampak terbuka memutih bercahaya mencorong
dan Tubuhnya serta tubuh sang istri nampak tiba-
tiba dikelilingi oleh satu pusaran angin badai yang
berputar kencang mengelilingi tubuh sang
pendekar dan jazad Ratu Duyung!
Dari dalam pusaran tersebut samar-samar
terlihat bayangan dua ekor naga yang berwarna
18
merah dan putih turut berputar resah mengelilingi
Pendekar Dua Satu Dua! Rupanya Naga Dewa
Mentari dan Naga Dewi Rembulan yang
bersemayam di kedua tangan Pendekar Dua Satu
Dua bahkan turut resah dan merasakan raungan
duka mendalam yang terpancar dari rasa
kehilangan luar biasa yang dirasakan oleh
Pendekar Dua Satu Dua! Dinding batu yang
terdapat dalam goa batu tersebut bahkan sampai
terasa panas dan bergetar keras.
Jabrik Sakti Wanara yang mendekap bayi
mungil Intan Suci Angin Timur sampai-sampai
harus pontang-panting lari kembali ke sudut goa
terdalam dan menyembunyikan tubuhnya dibalik
batu sambil sesekali mengintip kejadian luar biasa
yang terjadi di hadapannya. Hampir sepeminuman
teh baru akhirnya suara raungan yang keluar dari
mulut Pendekar Dua Satu Dua pun akhirnya
terhenti, putaran angin badai dan bayangan dua
ekor naga pun perlahan pupus. Tubuh Pendekar
Dua Satu Dua nampak mematung dengan
pandangan kosong. Hening yang mencekam
akhirnya terpecahkan oleh hembusan nafas yang
keluar dari hidung Pendekar Dua Satu Dua
"Kemarilah bocah baik, ada yang ingin kuminta
pertolongan padamu" Ucap Pendekar Dua Satu
Dua tiba-tiba.
19
Dengan agak takut-takut Uban pun perlahan
beranjak dari batu tempat persembunyiannya.
Wajahnya langsung tercekat kala melihat pria yang
sebelumnya dikenalnya dengan sebutan Iblis
Bongkok Bulan dan Matahari ini. Uban memang
sudah pernah melihat wajah Iblis Bongkok
sebelumnya namun setelah kematian wanita yang
kemudian diketahuinya sebagai Istri Iblis Bongkok,
Uban melihat garis-garis wajah dari pria ini semakin
bertambah banyak dan yang paling mencolok
adalah rambut gondrong sang pria yang
sebelumnya nampak hitam legam kini nampak
memutih seluruhnya seperti rambutnya sendiri!
Karena duka yang begitu dalam rambut Iblis
Bongkok Bulan dan Matahari alias Pendekar Dua
Satu Dua Wiro Sableng memutih hanya dalam
sekejapan mata!
"Bisakah kau membantuku memakaikan
topeng kayu itu wahai bocah baik?" Ucap sang
pendekar sembari menatap uban dengan
pandangan sayu " Bi.. bisa kakak pendekar.." ucap
Uban sembari mendekat kearah Pendekar Dua
Satu Dua. Uban kemudian perlahan menurunkan
tubuh bayi Intan Suci yang sebelumnya
dipondongnya ke sisi sebelah jazad Ratu Duyung.
Uban atau Jabrik Sakti Wanara kemudian
mengambil Topeng ludruk kayu cendana yang
tergeletak tidak jauh dari tempat mereka berada
20
dan kemudian membantu mengenakannya di wajah
Pendekar Dua Satu Dua. Setelah topeng kayu
tersebut terpasang, Uban pun kembali kehadapan
Iblis Bongkok Bulan dan Matahari dan kemudian
duduk bersimpuh dengan wajah terpekur
menghadap lantai.
"Apakah kau masih menyimpan Kitab
Seribu Bintang yang dititipkan oleh kakek Raja
Penidur?" Tanya Iblis Bongkok. Jabrik Sakti
nampak mengangguk dan menunjuk kearah
buntalan kain lurik berisi kitab seribu bintang yang
tersampir di punggungnya yang telanjang. Iblis
Bongkok nampak menganggukkan kepalanya
"Nampaknya aku harus kembali menyusahkan mu
kali ini anak baik.." ucap iblis bongkok yang
langsung dibalas oleh uban "Saya terlalu banyak
mendapatkan Budi pertolongan dari kakak
pendekar. Silahkan Kakak pendekar berkata dan
meminta biar kemudian saya akan memberikan
daya dan upaya..." Tercekat sang pendekar
mendengar kata-kata yang keluar dari bibir polos
sang anak remaja. "Benar-benar anak yang luar
biasa. Dari runtut caranya berbicara aku yakin anak
ini bukan dari keturunan orang sembarangan" batin
sang pendekar.
"Saat ini aku dalam keadaan lemah tidak
berdaya. Diluar sana masih ada orang-orang dari
21
kerajaan perut bumi yang menginginkan anak
malang ini.. Aku ingin kau membawa anak ini
ketempat yang lebih aman.." ucap Iblis Bongkok
"Mendekatlah kemari anak baik, aku akan
membisikan tempat dimana kau harus membawa
anak terkasihku ini" lanjut sang pendekar. Uban
pun perlahan bergerak mendekat kearah Iblis
Bongkok. Iblis Bongkok Bulan dan Matahari
kemudian membisikkan satu kata ke telinga Uban
dan setelah itu dirinya berkata "Sesampainya
disana kau akan mendapati sebuah makam yang
dihiasi tujuh buah payung beraneka warna.
Tunggulah disitu namun jangan menunggu lebih
dari dua Purnama! Akan ada seseorang yang akan
mendatangimu dan kau bisa menyerahkan anak
terkasih ku ini kepadanya." Jabrik Sakti nampak
mengagukkan kepala mendengar apa yang
disampaikan oleh Iblis Bongkok.
Bocah yang cerdas ini kemudian terlihat
mengendurkan kain jarik yang terselempang di
dadanya dimana bagian belakang kain yang berada
dibelakang tepat dipunggungnya tersembunyi kitab
seribu bintang. Kain dibagian depan yang berupa
simpul dengan cekatan dibuatnya menjadi sebuah
gendongan yang cukup untuk menggendong bayi
mungil Intan Suci Angin Timur! Melihat kecakapan
anak tersebut kembali membuat Wiro menjadi
semakin kagum. Pada saat itu tiba-tiba satu suara
22
Auman harimau terdengar membahana ditempat itu
disusul munculnya satu sosok harimau berwarna
putih berjalan perlahan menuju kearah Iblis
Bongkok "Kau datang di saat yang tepat sahabatku
Datuk Rao Bamato Ijo! Terima kasih kau sudi
datang memenuhi panggilan ku ini.." ucap Iblis
Bongkok yang disambut suara gerengan perlahan
sang raja rimba.
Mata Uban terlihat terpana melihat
kedatangan harimau gaib Datuk Rao Bamato Ijo.
Dia memang pernah bertemu muka dengan
harimau peliharaan kakek gurunya Datuk Perpatih
Alam Sati yang dipanggil dengan sebutan Datuk
Balang Rancak, tubuh harimau peliharaan sang
kakek guru memanglah besar tapi jika
dibandingkan dengan ukuran Datuk Rao Bamato Ijo
jelas masih kalah jauh! Nampak Iblis bongkok dan
Datuk Rao Bamato Ijo saling menempelkan dahi
seolah saling berkomunikasi. Suara erangan lirih
dari sang harimau terdengar pilu seolah
mengkhawatirkan keadaan sang pria yang di
punggungnya terdapat punuk daging ini. "Aku tidak
apa-apa Datuk Rao.. Percayalah.. yang saat ini aku
khawatirkan adalah keselamatan dua bocah ini... Ini
adalah permintaan ku yang terakhir padamu wahai
sahabatku Datuk Rao... Sudikah kiranya kau
menjaga keduanya sampai ketempat tujuan seperti
yang telah disampaikan kepadamu?" Sang harimau
23
nampak mengangguk dan menggereng lirih. Iblis
Bongkok kemudian memandang kearah Jabrik
Sakti. "Uban bocah baik, mendekatlah dan naiklah
ke bahu sahabatku ini.. Dia akan menjagamu dan
bayi kecilku sampai ke tujuanmu..." Ucap Wiro.
"Per.. Permisi Uwak.. Maaf jika aku menyakitimu...
Jangan marah padaku..." Ucap Uban dengan suara
jerih kala sang bocah remaja memegang dan
membelai tubuh Datuk Rao Bamato Ijo.
Sang harimau nampak mengaum pelan
mengagetkan Uban dan kemudian secara aneh
tubuhnya seperti tersedot naik dan kemudian jatuh
menempel dalam posisi mengangkangi bahu sang
harimau! Benar-benar tidak habis pikir! Batin sang
bocah. "Kalian harus bergegas.. Waktunya sudah
tidak banyak lagi..." Ucap Wiro sambil menatap
dengan pandangan berat. Demikian juga yang
dirasakan oleh Jabrik Sakti. "Jaga dirimu baik-baik
kakak pendekar.. Aku akan pergi namun aku
berjanji aku pasti akan kembali untuk menemuimu
setelah amanatmu ini aku laksanakan.." ucap
Jabrik Sakti yang dibalas dengan anggukan pelan
oleh Wiro. Harimau sakti yang ditunggangi oleh
bocah remaja ini perlahan beranjak pergi sambil
tidak lupa mengeluarkan Auman perpisahan dan
mulai melesat cepat menembus kegelapan gua
meninggalkan Iblis Bongkok yang akhirnya hanya
24
bisa diam terpaku sedih sambil menatap jenazah
Ratu Duyung.
Tidak sampai sepenanakan nasi setelah
Datuk Rao Bamato Ijo pergi membawa Jabrik Sakti
Wanara dan Intan Suci Angin Timur dari Goa
Cadas Kencana, tiga bayangan nampak melesat
datang dari ujung goa yang lain dan langsung
menghampiri kearah Iblis Bongkok dan Jenazah
Ratu Duyung berada. Suara kejut tercekat nampak
terdengar dari ketiga orang yang baru datang
"Bongkok Hina Keparat! Apa yang kau perbuat
pada sahabat kami?" Bentak seorang wanita
berambut pirang yang tidak lain tidak bukan adalah
Bidadari Angin Timur! Bidadari Angin Timur
bersama Suci dan Purnama memang tersesat
didalam goa cadas kencana setelah lepas dari jerat
gaib pengunci roh milik Hantu Malam Penjerat
Jiwa. Ketiganya berlarian dengan secara
sembarang manakala ketiganya bertemu dengan
Iblis Bongkok yang nampak bersimpuh di hadapan
sosok yang mereka kenali sebagai sosok Ratu
Duyung ini. Purnama yang melihat gelagat tidak
baik langsung mendekat kearah sosok Ratu
Duyung yang tergeletak dilantai gua dan mendadak
wajah jelitanya memucat putih seputih kertas!
"Ya Tuhan! Ratu Duyung sudah tidak
bernyawa! dan.. dan bayi dalam kandungannya
25
telah menghilang!" Suara menggeru terdengar dari
mulut Bidadari Angin Timur dan Suci secara
bersamaan. Kedua wanita sakti ini secara
serempak melepaskan pukulan sakti masing-
masing ke arah Iblis Bongkok yang disangka
mereka telah membunuh Ratu Duyung! "Jahanam
keparat! Kembalikan nyawa Ratu Duyung!" Teriak
Suci dengan air mata berlinang. Bagaimana pun
gadis dari alam gaib ini memandang Ratu Duyung
sebagai salah satu pesaing dalam memperebutkan
hati Pendekar Dua Satu Dua, sang gadis yang
dikenal dengan julukan Dewi Bunga Mayat ini
masih merasa berhutang budi kepada Ratu Duyung
atas kebaikan hatinya. Sementara itu tanpa
disangka-sangka oleh Bidadari Angin Timur dan
Dewi Bunga Mayat, Iblis Bongkok yang mereka
anggap sudah mencelakai Ratu Duyung ternyata
tidak menghindar sedikitpun dan menelan mentah-
mentah pukulan sakti yang dilepaskan mereka
berdua!
Alhasil suara berdentum keras terdengar
dibarengi melesatnya tubuh bongkok sang
pendekar yang nampak keras membentur dinding
goa! "Ahh.. " tanpa sadar keduanya berseru lirih
karena tak menyangka kalau sosok yang mereka
hantam dengan pukulan sakti tersebut ternyata
tidak membalas atau menghindar sedikitpun dari
datangnya kedua pukulan mematikan yang
26
dilepaskan oleh mereka berdua!. Tanpa terasa
keduanya langsung melayang mendekati tempat
dimana Iblis Bongkok Bulan Matahari terpental dan
membentur dinding goa.
Keduanya nampak terdiam manakala sama-
sama melihat keadaan mengenaskan Iblis
Bongkok. Tubuh sang pria tampak terselip dalam
geroakan batu goa yang terbentuk akibat benturan
keras dari tubuh yang menghantam dinding goa
dengan dahsyatnya. Darah hitam membiru terlihat
menetes dari sela-sela mulut topeng ludruk kayu
cendana yang sedang tertunduk sementara kain
baju dan celana yang dipakai iblis bongkok nampak
sebagian hancur rusak dan robek disana-sini akibat
kedahsyatan kedua pukulan sakti yang membentur
tubuh Iblis Bongkok Bulan dan Matahari alias
pendekar Kapak Maut Naga Geni Dua Satu Dua
Wiro Sableng!
Wiro kemudian nampak kembali
memejamkan kedua matanya sesaat manakala
kejadian lama tersebut terbayang kembali dalam
ingatannya. setetik air nampak keluar dari sudut
mata sang pendekar lalu tiba-tiba satu bayangan
peristiwa kembali terlihat di balik pelupuk mata
sang pendekar. saat itu dalam keadaan lemah tak
bertenaga, dirinya yang tidak bisa bergerak karena
dalam pengaruh kuncian Tiga Belas Orang Aneh
27
Menara Bangkai terpaksa harus melihat dengan
mata kepalanya sendiri suatu peristiwa yang tidak
akan pernah dilupakannya seumur hidup.
Kala itu dengan mata yang terpentang
lebar, Pendekar Dua Satu Dua harus melihat
peristiwa manakala Sukat Tandika atau Tua Gila
nampak bertarung beradu punggung dengan
seorang wanita paruh baya berwajah cantik. wanita
cantik ini ternyata adalah Sinto Gendeng gurunya
sendiri yang telah melepas topeng kulit tipis yang
selama ini dipakainya. keduanya nampak bersatu
padu melawan keroyokan Kanjeng Ratu Penguasa
Perut Bumi, Datuk Akhirat Seribu Raga Seribu
Sukma, Sesepuh Segoro Wetan, Pendekar Seribu
Bayangan, Iblis Hitam Perut Bumi dan Hantu
Malam Penjerat Jiwa.
Kedua dedengkot dunia persilatan murid
Kiai Gede Tapa Pamungkas ini semenjak dibuka
kuncian kesaktian masing-masing oleh sang Kiai,
kini nampak bertarung garang bagaikan sepasang
harimau tumbuh sayap! kerubutan serangan para
tokoh kerajaan perut bumi yang sebagian besar
dilakukan dengan cara licik dan curang pun dibalas
dengan sambutan serangan pedang sinar inti roh
dan pukulan tapak mentari jingga yang dilepaskan
oleh Sinto Gendeng dan Tua Gila secara tidak
berkeputusan! para tokoh kerajaan perut bumi ini
28
sontak berusaha melarikan diri dengan saling
berebut melesat menjauhi keduanya yang nampak
laksana banteng ketaton menyerang para tokoh
sesat yang mengerubuti keduanya.
"Ayo kemari mendekat setan-setan perut
bumi keparat! Jangan cuma berani mengeroyok
seperti tikus-tikus kapiran! Maju semua kowee..!!!"
teriak Sinto Gendeng dengan penuh emosi. baru
saja sang nenek yang ternyata adalah seorang
wanita cantik paruh baya ini hendak melesat
mengejar para tokoh kerajaan perut bumi yang lari
memencar ini, tiba-tiba dari dalam tanah dibawah
kakinya menyeruak sepasang tangan yang
sedemikian besar menangkap dan mencengkram
tubuh Tua Gila dan Sinto Gendeng dengan
kecepatan luar biasa dan tanpa disangka-sangka
sebelumnya!
"Sintooo cepat lariiii..." teriak Tua Gila
namun suaranya terasa tercekat di leher manakala
tekanan maha besar menghimpit tubuhnya dan
dengan cepat meremukkan tulang tulang disekujur
tubuhnya. sungguh amat disayangkan teriakan
pendekar tua yang masa mudanya dikelilingi oleh
wanita cantik ini hanyalah sebuah teriakan sia-sia
belaka. saking cepatnya pergerakan kedua tangan
raksasa tersebut, Tua Gila sampai tidak menyadari
kalau nyatanya Sinto Gendeng pun mengalami
29
nasib yang serupa dengan dirinya, sama-sama
tertangkap oleh tangan raksasa. "Sukaaat..." balas
lemah Sinto Gendeng sebelum akhirnya terdiam
untuk selama-lamanya menyusul kepergian
saudara seperguruannya dimasa silam itu. nasib
tragis yang sama juga akhirnya dialami oleh Sinto
Gendeng. badannya remuk dan hancur tulang dan
sekujur tubuhnya oleh remasan tangan raksasa
dewa tanah sang pemimpin utama kerajaan perut
bumi yang tiba-tiba muncul dari dalam tanah!
***
30
Bab 3
ayangan peristiwa kematian kedua orang
guru yang begitu dihormati oleh Wiro
tersebut perlahan mulai memudar dari
pandangan ingatan batin Pendekar Dua Satu Dua,
begitu juga dengan kesadarannya. Tubuhnya yang
mendingin mulai bergerak pelan menuju kearah
kebekuan dan kekosongan alam semesta. namun
tanpa pernah disangka dan tanpa pernah diduga
sebelumnya, tiba-tiba diantara kesunyian semesta
dan entah datang darimana, sekonyong-konyong
terlihat bayangan berbentuk tujuh payung kertas
aneka warna begerak dan kemudian menumpuk
menjadi satu di bawah punggung Pendekar Dua
Satu Dua! Sebuah bunga kenanga juga nampak
terlihat muncul secara tiba-tiba di dada sang
pendekar dan mulai terlihat mengeluarkan
pendaran cahaya yang bersinar redup. dan tidak
sampai disitu, beberapa saat kemudian entah dari
mana pula datangnya, terlihat sebuah cermin kecil
yang terlihat retak nampak bergerak mengitari
tubuh Pendekar Dua Satu Dua dan saling silih
berganti memantulkan cahaya matahari dan
rembulan ketubuh Pendekar Dua Satu Dua!
Tubuh Pendekar Dua Satu Dua yang
sebelumnya bergerak menjauh dari pusat tata
B
31
surya, tiba-tiba terhenti dan kemudian beranjak
perlahan kembali mendekat kearah sumber cahaya
matahari dan rembulan. Satu kekuatan yang luar
biasa nampaknya masih belum rela tubuh
Pendekar Dua Satu Dua berakhir hilang dalam
kegelapan alam semesta!
Kembali ke pertarungan akhir di bumi
Mataram, Serangan Ratu Laut Utara Sri Ratu Ayu
Lestari yang dibantu oleh serangan Nyi Roro Kidul
sontak hilang tak berbekas manakala tiba-tiba sang
resi melompat tinggi dan berputar kencang laksana
kitiran gasing! Dengan kecepatan luar biasa
keduanya pun kontan terlempar dari kereta
kencana masing-masing yang sontak porak-
poranda! "Celaka! kita tidak akan mempunyai
kesempatan mengalahkannya jika makhluk sialan
ini tidak menyentuh bumi!!" seru Mahesa Edan
yang masih berpegangan pada papan nisan
miliknya yang terombang-ambing dalam pusaran
air yang terbentuk oleh putaran tubuh sang Resi
Raksasa. "Kekuatan makhluk ini sangat luar biasa
yang mulia raja, kita harus mencari cara untuk
menghentikannya..." ucap Mahesa Kelud kepada
sang raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah
Pasingsingan yang berada didekatnya.
Sang paduka raja nampak mengerenyitkan
kening "Kini kita hanya bisa bergantung pada dua
32
sahabat kita yang berada dibalik celana makhluk ini
wahai sahabat Mahesa Kelud" ucap sang raja
sambil melindungi tubuh Roro Jonggrang yang
berada dibalik pungungnya.
Sementara itu Setan Ngompol yang berada
dibalik celana sang resi nampak mengerjapkan
kedua matanya menahan rasa pusing akibat
pergerakan putaran sang resi jelmaan keenam
dewa "Aku sudah tidak kuat lagi Ning! kepalaku
rasanya mau pecah! bukan saja karena
perputarannya namun juga karena aroma
selangkangan makhluk sialan ini!" teriak sang
kakek.
"Aroma selangkangan sendiri kau bisa
tahan, tapi aroma selangkangan orang lain kau
sampai-sampai hendak semaput! dasar kakek
keblinger! sudah! Bertahanlah sebentar lagi kek!
Aku juga sudah tidak tahan sebenarnya sama
seperti dirimu, tapi saat ini yang terpenting adalah
aku harus mencari posisi urat yang tepat!"
sambung Naga Kuning sambil meraba-raba
kantung menyan raksasa tempat dirinya sedang
merayap di sebelah kiri "Ketemu kek! Aku sudah
dapat titik pusat sasarannya! Bagaimana dengan
diri mu kek?" teriak Naga Kuning "Aku juga
sebenarnya sudah dapat titik tujuannya ning!
Sudah kutandai pakai ludah! tapi kepalaku masih
33
pusing!!!" seru sang kakek sambil satu tangannya
memegang rambut kemaluan sang resi erat-erat.
"Sekaranglah saatnya kek!" teriak Naga
Kuning sambil mulai bersiap-siap menusuk kantung
menyan sebelah kiri yang bergandul gandul tak
karuan. "Satuuuu..." teriak Naga Kuning yang
kemudian dibalas Setan Ngompol "Duaaaaa....."
dan akhirnya "Tigaaa..." teriak Setan Ngompol dan
Naga Kuning berbarengan sembari menusukkan
pasak batu pemasung dewa yang sebelumnya
terikat di pundak masing-masing. Paku berbentuk
pasak batu sepanjang satu tombak yang terbuat
dari bahan yang sama yang digunakan para dewa
pemberontak kala memasung naga dewa Kiai Naga
Waskita dan naga dewa Kiai Naga Wisesa ini,
langsung melesat masuk ke dalam bola daging
berurat berbulu besar sebelah milik sang resi dewa
raksasa!
Mata Resi Raksasa tiba-tiba membeliak
besar! pusaran badannya tiba-tiba terhenti dan ini
membuat tubuhnya akhirnya kembali turun
menjejakkan kaki ke bumi dibarengi suara raungan
kesakitan menggelegar!
"Mereka berhasil! Cepat sahabat mahesa
berdua!! Sekarang giliran kalian...!" teriak sang
Maharaja Mataram kearah kedua pemuda
gondrong berbaju putih yang terlihat masih
34
mengapung di permukaan air laut yang membanjir.
Mahesa Kelud dan Mahesa Edan sontak menyelam
ke dalam pusaran air dan berenang mendekat ke
arah sepasang telapak kaki dari sang Resi
Raksasa lalu secara berbarengan, keduanya pun
mengambil pasak batu pemasung dewa yang juga
nampak terikat pada punggung masing-masing dan
secara serempak menusukkan paku tersebut ke
kedua punggung telapak kaki sang dewa raksasa.
suara kesakitan yang teramat dahsyat kembali
keluar dari mulut Resi Raksasa!
Melihat hal ini Dewa Tuak yang berada
dilangit dan memimpin barisan rantai sambung hati
dewa dan manusia, kemudian berseru keras
kearah para dewa dan tokoh persilatan yang saling
tersambung berpegangan tangan tersebut "Mereka
berhasil memantek resi gabungan dewa sesat itu!
Sekarang giliran kita wahai para dewa dan
manusia!" sang kakek sakti guru terkasih dewi
selendang ungu ini kemudian menyalurkan seluruh
tenaga dalam yang dimilikinya ke arah titik diantara
alis dan kemudian membaginya ke kedua telapak
tangannya yang saling berpegangan tangan
dengan para dewa dan tokoh silat lainnya. Hal ini
juga dilakukan oleh Ajengan Manggala Waneng
pati, Karaeng Uleng Tepu, Si Penolong Budiman,
Hantu Raja Obat, Lakasipo, Tubagus
Kesumaputera, Dewa Langit Harimau Agung, Dewi
35
Langit Bunga Matahari, dan tokoh tokoh dari
kalangan dewa maupun manusia yang yang
tergabung dalam jalinan Rantai Sambung Jiwa Hati
Dewa dan Manusia.
Sinar berwarna keemasan yang timbul dari
pertengahan kening dan jalinan genggaman tangan
ini lalu dari pelan kemudian menjadi cepat saling
berputaran dan kemudian membentuk cahaya
berwujud aksara langit yang tertata rapi dan
kemudian saling terjalin laksana ribuan tambang-
tambang emas yang kemudian melesat turun dan
membelit sekujur tubuh resi dewa raksasa.
"Sekaranglah saatnya yang mulia.. Saatnya telah
tiba bagi dirimu dan para sahabat lainnya
menghancurkan angkara murka.." ujar dewi Roro
Jonggrang dengan lirih. tubuh sang dewi mulai
melemah dan sebagian tubuhnya perlahan namun
pasti terlihat kembali berubah menjadi batu!
sungguh amat disayangkan, pertarungan yang
panjang dan melelahkan terutama saat sang dewi
bertarung melawan Bandung Bondowoso telah
menghabiskan banyak energi hidup sang dewi.
Raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah
Pasingsingan memandang perubahan tersebut
dengan pandangan sedih. "Aku akan kembali dewi
ku.. aku berjanji akan kembali.." ujar sang raja lirih
lalu perlahan melepaskan genggaman tangannya
36
dari genggaman sang dewi. sang raja kemudian
bergabung dengan Nyi Roro Kidul dan Ratu Laut
Utara Ayu Lestari merangsek menggempur Resi
Raksasa yang tubuhnya terpasung oleh pasak batu
pemasung dewa dan ikatan Rantai Sambung Jiwa
Hati Dewa dan Manusia.
Keris Kanjeng Sepuh Pelangi dan keris
Widuri Bulan diacungkan terpusat kedepan dan
sang raja nampak melesat dalam gerakan memutar
laksananya bor raksasa kearah jantung sang Resi
Raksasa. Nyi Roro Kidul juga nampak
mengarahkan kedua telapak tangannya kearah
belakang cermin sakti dasar samudera dan dari
cermin sakti tersebut keluar sinar panjang berwarna
putih kebiruan menghantam dada sebelah kanan.
jika raja Mataram dan ratu penguasa laut selatan
menyerang dari arah sebelah depan, maka Sri Ratu
Ayu Lestari menggunakan kedua telapak
tangannya nampak mengerahkan ilmu Naga
Samudera Merobek Cakrawala kearah punggung
sang Resi Raksasa. Sinar berbentuk gelombang
berwarna hijau menerjang ganas langsung ke arah
punggung sang resi!
Serangan serempak dari penguasa dataran
dan laut tanah jawa ini memang sangatlah luar
biasa dan mungkin akan berdampak serius jika
dijatuhkan kearah salah satu dewa pemberontak.
37
namun sayangnya resi gabungan dari keenam
dewa ini memang sunguhlah tangguh luar biasa.
Hampir sepeminuman teh berlangsung namun
tubuh sang resi yang dihantam pukulan sakti dari
tiga jurusan ini nampak tidak mengalami
kerusakan yang berarti. Sang resi yang digempur
oleh serangan dari raja dan ratu penguasa bumi
dan laut Mataram ini nampak hanya mengetarkan
tubuhnya dan menggeliat keras membuat ikatan
rantai aksara emas hati dewa dan manusia
terdengar bergemerincing keras.
"Tenaga kita bertiga belum cukup kuat
untuk menghancurkan tubuhnya..." keluh raja
Mataram yang masih terus berusaha menembus
pertahanan dada sang resi sebelah kiri "Teruslah
mencoba! Kita serahkan hasilnya ke tangan Yang
Maha Kuasa.." balas Nyi Roro Kidul seraya
menambahkan tenaga dalamnya ke arah cermin
sakti dasar samudera. Mendadak sang resi nampak
menutup matanya lalu terlihat ubuh sang resi
bergetar sesaat sebelum tiba-tiba mengeluarkan
hentakan keras! Dari hentakan tersebut timbullah
getaran tenaga tidak kasat mata yang menyebar
kesegala arah laksana gelombang yang timbul
pada batu yang dilempar di genangan air dan
langsung menghantam raja Mataram, Nyi Roro
Kidul dan Ratu Laut Utara!
38
Nyi Roro Kidul dan Sri Ratu Ayu Lestari
nampak menjerit kecil dan terlempar masuk
kedalam air sementara raja Mataram yang berada
paling dekat dengan tubuh sang resi dewa nampak
terpental jauh melesat akibat terhantam tenaga
hentakan yang keluar dari dalam tubuh sang Resi
Raksasa. "Apakah semuanya akan berakhir seperti
ini?" keluh sang raja sambil memegang dadanya
yang berdenyut keras akibat terhantam hempasan
gelombang tenaga maha dahsyat yang dikeluarkan
oleh sang makhluk raksasa. Disekanya bibirnya
yang mengeluarkan darah dan dipandangnya dewi
Roro Jonggrang yang memapahnya bangun
dengan pandangan sedih.
Disisi lain, resi dewa raksasa yang berhasil
menghempaskan ketiga penyerangnya kemudian
terlihat berusaha melepaskan diri dari rantai-rantai
yang mengikatnya dan menggapai kearah bawah
selangkangannya dimana dirasakan sakit yang luar
biasa. Naga Kuning dan Setan Ngompol yang
masih bergelantungan di rambut kelamin sang resi
tentu saja menjadi terguncang terombang ambing
tak karuan! "Saat nya kita pergi kek, sebelum
kepala kita menjadi korban garukan galer!" teriak
Naga Kuning sambil melepaskan pegangannya
pada bulu kemaluan sang resi dan meluncur turun.
Setan Ngompol sebenarnya berusaha menanyakan
apa yang dimaksud oleh sang bocah namun akibat
39
terguncang akibat goyangan pinggul sang Resi
Raksasa, sang kakek bau pesing ini pun akhirnya
terlepas pegangannya dan turut meluncur turun di
kaki celana sang resi "Tobaaat biyuung" teriak sang
kakek kencang!
Sementara itu walaupun terkunci di bagian
kaki dan daerah kemaluannya, namun bagian atas
yang terikat rantai aksara emas sambung jiwa hati
dewa dan manusia masihlah memiliki tenaga dan
kedua tangan sang resi terlihat bergerak
menggapai kesana kemari berusaha melepaskan
belitan rantai tersebut satu persatu. Raja Mataram
bersama kedua ratu dan para dewa serta semua
tokoh dunia persilatan yang masih tersisa mulai
putus asa melihat hal ini. "Habislah kita... Kerajaan
ini akhirnya harus berakhir ditanganku..." keluh
sang raja. Namun di saat keputus asaaan melanda
seperti itu, semua orang tiba-tiba merasakan
datangnya hawa panas yang luar biasa dan sontak
tiba-tiba memalingkan wajahnya kearah langit!
Disana tidak begitu jauh dari barisan Rantai
Sambung Jiwa Hati Dewa dan Manusia, nampak
tiga bintang berekor berwarna kebiruan melesat
turun saling berkejaran kearah bumi langsung
menuju Resi Raksasa! "Dia kembali! Pendekar Dua
Satu Dua kembali!" teriak raja Mataram kegirangan.
"Orang Sableng itu memang punya banyak
40
kejutan..." kekeh Mahesa Edan yang sedang
terapung sambil berpegangan pada papan kayu
nisan hitam miliknya. Memang setelah berhasil
menancapkan pasak batu pemasung dewa, kedua
pendekar tersebut langsung berenang ke
permukaan untuk mengambil nafas. Dan benar
seperti yang dikatakan oleh raja Mataram, ketiga
bintang yang melesat turun tersebut adalah Wiro
dan kedua bayangannya dari ilmu tiga bayangan
pelindung raga yang diajarkan oleh nenek sakti
Rauh Kalidathi. Menggunakan ilmu Bintang Jatuh
Menghujam Latinggimeru yang diajarkan oleh
Datuk Tanpa Bentuk Tanpa Wujud, Wiro turun dari
angkasa sambil memecah diri menjadi tiga wujud
dan masing-masing wujud melambari sepasang
tangan masing-masing dengan ilmu Tapak Mentari
Tengah Malam, tapak Rembulan Tengah Hari dan
Tapak Surya Gugur Gerhana!
***
41
Bab 4
ntan Suci Angin Timur memegang surai puti
sembrani erat-erat. perjalanan kembali ke
permukaan dari inti bumi memang memakan
waktu yang tidak sebentar. Setelah sebelumnya
berhasil mengenyahkan kabut dewa yang berpusat
di inti bumi dan melepaskan pasak batu pemasung
dewa dari tengkuk sepasang naga pemutar poros
bumi yakni Kiai Naga Wisesa dan Kiai Naga
Waskita, akhirnya Intan Suci Angin Timur pun
berpamitan dengan Kiai Jiwo Langgeng makhluk
abadi penunggu pohon kalpataru atau pohon
kehidupan yang berada di dasar inti perut bumi.
Hampir sepuluh kali penanakan nasi
barulah Intan Suci Angin Timur mulai melihat
cahaya di ujung terowongan batu tempat masuk
kedalam inti bumi. setelah melewati mulut
terowongan batu, udara segar pun langsung masuk
kedalam hidung sang bocah cilik. putri pasangan
Pendekar Dua Satu Dua dan Ratu Duyung ini pun
kemudian menghirup napas dalam-dalam dan
kemudian menghembuskannya. "Perjalanan kita
masih panjang Puti.. Dan aku jujur tidak tahu harus
memulainya dari mana..." ucap sang bocah sambil
membelai surai sang kuda bersayap yang
ditungganginya.
I
42
Tiba-tiba sang bocah menolehkan
kepalanya saat sayup-sayup terdengar ada suara
seseorang yang memasuki telinga mungilnya
"Mungkin kau bisa memulai nya dari sini dulu
cucuku Cah Ayu" satu suara dibarengi suara
goncangan kaleng rombeng terdengar memasuki
telinga Intan Suci Angin Timur. Dari atas
tunggangannya sang bocah cilik nampak
mengedarkan pandangannya kearah bawah,
setelah mencari beberapa saat dilihatnya sebuah
pedataran luas yang gersang dan ada sebuah
pohon yang nampak disitu berdiri kokoh sendirian
ditengah padang tandus. nampak dibawah
naungan pokoknya ada seorang kakek yang duduk
sambil terus menggoncang-goncang kaleng
rombengnya yang berisi batu!
"Kakek Segala Tahu!" seru sang bocah
yang kemudian mengarahkan kuda sembari
tunggangannya kearah dimana sang kakek berada.
begitu turun dari tungangannya bocah kecil
tersebut langsung berlari dan kemudian memeluk
sang kakek yang nampak semakin girang
menggoyang-goyangkan kaleng rombengnya.
"Sudahkah kau bebaskan kedua naga sepuh itu
Cah Ayu?"ucap sang kakek bermata putih sambil
mengelus rambut pirang Intan Suci. Sang gadis
pun mengangguk namun kemudian ganti terisak
"Tapi Uwak... Aku tidak berhasil menyelamatkan
43
Uwak kakek..." isak sang gadis dalam pelukan
Kakek Segala Tahu. sang kakek tampak tersenyum
sebelum kembali berujar. "Hidup dan mati, jodoh
pertemuan dan perpisahan.. Adalah rahasia yang
sudah ditentukan oleh yang maha kuasa. Uwakmu
itu walaupun hanyalah seekor harimau dalam
berbentuk roh, namun dirinya sudah menunjukkan
baktinya dengan menjaga dan mengurusmu
sampai sebesar ini. Jadi relakanlah kepergian
uwakmu itu Cah Ayu" Intan Suci nampak
mengusap air matanya dengan kedua tangan lalu
mengangguk sedih. "Kata-kata kakek sama persis
seperti apa yang dikatakan eyang Jiwo Langgeng...
Aku bukannya bermaksud tidak menerima
kepergian Uwak kakek, hanya saja aku sekarang
bingung harus melakukan apa setelah ini..." ucap
sang bocah kecil sambil sesekali terlihat
sesenggukkan.
Kakek Segala Tahu kembali membunyikan
kaleng rombengnya sebelum kembali berujar.
"Rupanya masih hidup juga makhluk bijak penghuni
pohon Kalpataru tersebut... Adalah suatu
keberuntungan kau masih bisa berjumpa dengan
dirinya.." ucap sang kakek yang kemudian kembali
berujar "Angkara murka masih merajalela...
tenagamu masih dibutuhkan cucuku Cah Ayu...
Kau harus kembali kepada ayahmu dan
membantunya melawan kezaliman yang meneror
44
negeri ini.." Nampak awan murung seketika
menggelayut di wajah gadis cilik ini. "Aku tidak
punya ayah! Orang yang kakek sebut sebagai
ayahku itu sudah sedemikian jahatnya
meninggalkan aku di dunia ini! Satu-satunya yang
sayang padaku hanyalah uwak dan kakang
Wanara!' sengit bocah kecil ini.
Kakek Segala Tahu nampak mengelus
janggutnya dan menengadah keatas. "Langit oh
langit... Sudah terlalu banyak penderitaan yang
kulihat dengan mata batinku di pelataran bumi ini...
Sungguh dari semuanya itu kiranya tidak ada yang
lebih menangung derita dari pada ayah gadis kecil
ini.." ucap Kakek Segala Tahu sambil kembali
menggoncangkan kaleng bututnya keras-keras
"Ma.. Maksud kakek apa? Bu.. Bukankah ayahku
adalah orang jahat yang dibuang oleh para dewa
atas langit dan menjadi orang jahat yang
membunuh para tokoh persilatan golongan putih?
ucap Intan Suci keheranan dan memandang terus
kearah Kakek Segala Tahu.
Setelah puas memainkan kaleng
rombengnya, Kakek Segala Tahu pun kemudian
berucap pelan kearah Intan Suci Angin Timur. Sang
kakek kemudian menceritakan bagaimana nasib
sang ayah Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng
yang terpenjara dalam wujud patung batu selama
45
delapan ratus tahun. Diceritakan pula bagaimana
dalam wujud roh selama berada dalam sekapan
patung batu, Wiro Sableng dan Luhcinta atau dewi
langit bunga tanjung harus berhadapan dengan
pengadilan tahta dewa negeri atas langit karena
dituduh telah mencuri kitab Jagat Pusaka Dewa
dan mencuri kedua ilmu sakti yang berada di
dalamnya dari kuil Candrasoma di bulan dan kuil
surya Mentari di matahari.
Akibat tuduhan tersebut sang pendekar
menjalani hukuman dera sampai menjadi bongkok
sementara Luhcinta sendiri menjalani pengasingan
di penjara istana langit sebelum akhirnya
mengorbankan diri untuk mendapatkan bunga
Tanjung Kasih Dewa yang berada dikeningnya,
sementara tulang punggungnya sendiri dijadikan
busur gendewa cinta kasih yang dipersiapkan oleh
para dewa sebagai senjata pamungkas dalam
menghadapi para dewa yang memberontak.
Sang kakek kemudian juga menceritakan
bagimana Pendekar Dua Satu Dua dalam keadaan
bongkok dan memakai topeng ludruk kayu cendana
kembali mendapatkan fitnah kala menghadiri rapat
dunia persilatan yang dilakukan di kepulauan
Riung. Sang pendekar dituduh membunuh secara
membokong Raja Penidur dan dianggap sebagai
tokoh antek-antek kerajaan Perut Bumi dan diburu
46
oleh seluruh tokoh dunia persilatan baik dari
golongan putih maupun dari kerajaan Perut Bumi.
"Kalau masalah tokoh dunia persilatan yang
dikatakan telah dibunuh oleh ayah, sejujurnya aku
juga tidak tahu kek dan aku pun masih sangsi.
Namun eyang Raja Penidur bukan meninggal
karena dibunuh oleh siapa-siapa! eyang meninggal
dalam tidurnya setelah menyerahkan kembali
amanat kitab seribu bintang yang telah terisi bunga
tanjung kasih dewa kepada kakang Wanara kek!
aku dan kakang Wanara lah yang menguburkan
jasad beliau jadi bukan ayah pembunuhnya kek!"
seru sang gadis cilik memotong cerita Kakek
Segala Tahu.
Kakek Segala Tahu kembali
menggoyangkan kaleng rombengnya beberapa
saat sebelum kemudian lanjut berbicara "Kau benar
sekali Cah Ayu.. Itu sebenarnya adalah jebakan
dan fitnah para tokoh kerajaan perut bumi yang
menyelusup ke pertemuan akbar tersebut. Ayahmu
itu tidak salah apa-apa... Namun dampaknya dia
jadi tidak dipercayai dan malah dikejar-kejar oleh
semua pihak..." ucap sang kakek. Kakek Segala
Tahu kemudian lanjut berujar "Namun dari
semuanya itu kehilangan ibumu dan dirimu serta
harus melihat kedua gurunya dibantai oleh para
tokoh kerajaan perut bumi mungkin adalah hal yang
terberat yang harus ditanggung oleh ayahmu itu..."
47
Intan Suci yang sebelumnya menundukkan
kepalanya kemudian mengangkat wajahnya yang
dipenuhi oleh air mata
"Maafkan aku kek.. Aku benar-benar tidak
tahu dan bersalah karena menganggap ayah
sebagai orang yang jahat... Aku tidak tahu jika
nasib ayah ternyata setragis itu kek..." ucap sang
bocah yang kemudian kembali menangis dan
memeluk Kakek Segala Tahu. "Semua orang
mempunyai takdirnya masing-masing Cah Ayu...
Begitu juga dengan ayahmu... Walaupun memang
begitu berat yang harus ditanggungnya, namun
percayalah sudah tersedia ganjaran yang setimpal
dan berkah tersembunyi buat ayahmu itu..." " Jadi
aku harus bagaimana kek... Aku merasa tidak
berani bertemu dengan ayah..." "Bangunlah cucuku
Cah Ayu.. Kau harus beranjak pergi menemui
ayahmu.. Dia membutuhkan mu saat ini..." "Tapi
aku..." sang kakek kemudian meletakkan kaleng
rombengnya dan memegang kedua pundak sang
bocah. "Dengarlah cucuku Cah Ayu... Bukan cuma
ayah mu saja yang membutuhkanmu saat ini..
Namun seluruh umat manusia.. Pergilah
menjemput takdirmu.. Mereka menunggumu di
Mataram saat ini... Bahkan ku rasakan pula kakang
mu itu juga kini sedang beranjak pergi menuju
kesana." "Benarkah seperti itu kek? dimanakah
arah yang harus kutuju?" "Kau lihat langit disebelah
48
barat sana? Langit yang gelap kelam dan berpetir
dikejauhan sana? Itulah tempat yang harus kau
tuju..." "Baiklah kalau begitu kek.. Aku akan pergi
sekarang... Jaga diri kakek baik-baik.. ucap sang
gadis cilik seraya mencium tangan sang kakek dan
kemudian bergegas menaiki Puti Sembarani dan
terbang menuju langit sebelah barat. "Doa ku selalu
bersamamu cucuku Cah Ayu..." ucap lirih sang
kakek sebelum akhirnya kembali terlihat sibuk
menggoyang kaleng bututnya yang berisi batu.
***
49
Bab 5
iro perlahan membuka kedua matanya.
Cahaya silau namun hangat terasa
menerpa wajahnya. Walaupun agak kabur
di awal, namun akhirnya pandangannya kemudian
menjadi lebih jelas. dirinya kembali mendapati
dirinya di satu pedataran rumput yang luas dan
dirinya tidak sendiri, dirinya kala itu dirinya
dikelilingi puluhan sosok bertubuh raksasa tinggi
besar yang terdiri dari pria dan wanita berjubah
putih. hal ini kembali mengingatkan sang pendekar
kala dulu pertama kali mengunjungi negeri
Latanahsilam. Dirinya saat itu terpesat kenegeri itu
dalam keadaan tubuh kecil sementara para
penduduknya bertubuh raksasa. Wiro kembali
menatap para raksasa dihadapannya, para pria dan
wanitanya nampak terlihat tampan dan cantik
namun berwibawa. Satu kesamaan dari makhluk
makhluk yang mengelilinginya tersebut adalah
sebagian terlihat memegang pedang naga suci dua
satu dua dalam ukuran besar dan sebagian lagi
memegang kapak bermata dua berukuran besar
yang sangat persis seperti yang dimilikinya, kapak
maut naga geni dua satu!
"Wahai anak manusia yang terlahir bernama
Wiro Saksana! Selamat datang kembali ke lembah
W
50
Jagat Semesta Dua Satu Dua..!" ucap satu suara
yang mengembalikan kesadaran pendekar satu
dua sepenuhnya. “Eyang Jagat Satria...” ucap sang
pendekar seraya bergegas bangun dan berlutut
dihadapan sosok terdepan dari barisan manusia
raksasa yang berdiri mengelilinginya. Perlu
diketahui ini merupakan kedatangan kedua
Pendekar Dua Satu Dua di lembah yang
dinamakan jagat semesta dua satu dua ini. Jagat
semesta dua satu dua adalah satu tempat di alam
semesta yang bisa tersambung dengan kesadaran
hakiki yang terdalam dari diri seseorang. Semesta
ini juga merupakan dunia dimana para pemegang
terdahulu kapak naga geni dua satu dua dan
pedang naga suci dua satu dua dari berbagai
semesta dan dimensi yang sudah melepaskan
ikatan samsara antara dunia dan akhirat akhirnya
berkumpul dalam keabadian.
Pendekar Dua Satu Dua memasuki alam
semesta ini kali pertama adalah saat dirinya tidak
sadarkan diri di setu lintang kemukus atau
jembatan bintang berekor. Saat itu rohnya dan
Luhcinta sedang melakukan perjalanan menuju
matahari guna mendapatkan rahmat Chandrasoma
dan berkah surya mentari yang menjadi syarat
dalam kitab Jagat Pusaka Dewa.
51
“Ini kali kedua kau kembali terpesat ke
tempat ini wahai anak manusia... Apakah ini
pertanda kau sudah memutuskan untuk menerima
tawaran kami tempo hari?” ucap eyang jagat satria
“Aku.. Aku jujur belum sempat memikirkannya
eyang... Namun kalau dipikir-pikir sekarang
mungkin bergabung bersama eyang semua di
tempat ini benar adalah pilihan terbaik..”ucap Wiro
dengan menundukkan kepalanya. “Baguslah kalau
berpikir begitu.. Kami semua yang berada disini
pastilah menyambutmu dengan senang hati kalau
memang seperti itu keputusanmu. Namun kalau
boleh eyang bertanya, apakah yang menjadi dasar
dari keputusanmu itu wahai anak manusia?” ucap
balik sang resi. “Aku sudah terlalu lelah eyang...
Entah mengapa hati ini mulai membeku dan
kehilangan pegangan. Terlalu banyak penderitaan
yang bertubi-tubi datang mendera.. Sebelumnya
aku pikir aku sanggup menangung semua ini...
Namun ternyata aku salah... Aku tidak punya
kekuatan apa-apa... Bahkan untuk menolong dan
menyelamatkan orang-orang yang berharga dan
amat kusayang aku sendiri tidak mampu! Aku
benar-benar tidak berharga dan tidak memiliki lagi
kekuatan untuk menghadapi dunia ini eyang..” ucap
pelan sang pendekar sambil tertunduk.
Terdengar suara helaan nafas dari para
manusia berwujud raksasa yang berada di tempat
52
tersebut. beberapa saat dalam kesunyian, Tiba-tiba
terdengar suara seorang wanita dengan lembut
berkata. “Kami mengerti semua penderitaan yang
kau alami wahai anak manusia.. kami semua yang
berada disini pada dasarnya turut pula mengalami
lingkaran takdir penuh derita seperti yang kau
alami.. karena memang itulah takdir yang harus
ditanggung setiap pemegang amanat dua satu dua
di dunia ini...” Wiro mengangkat kepalanya dan
melihat satu sosok wanita berwujud tinggi besar
mengenakan jubah putih. Rambutnya nampak
digelung keatas dan dihiasi sebuah tusuk kundai
dari bahan batu kemala. Wajah sang wanita yang
nampak mulai berkeriput ini terlihat memancarkan
keteduhan dan kedamaian dan matanya yang
berbola mata biru menyiratkan jejak penderitaan
dan pengalaman hidup yang panjang yang pernah
dialami oleh seorang anak manusia sama seperti
dirinya.
Sambil berdiri tegak sang wanita nampak
memegang pedang roh yang berwujud sama
seperti pedang naga suci dua satu dalam bentuk
yang sangat besar. “Apakah cucu buyutku si Sinto
Weni itu pernah menjelaskan tentang makna dari
amanat dua satu dua kepadamu?” ujar sang nenek
kembali. Wiro seketika terhenyak dan memandang
wanita dihadapannya dan seketika kembali berlutut
dan bersuja “Maafkan aku eyang... Bisakah aku
53
mengenal nama eyang yang mulia?” ucap
Pendekar Dua Satu Dua yang dibalas dengan
tertawa kecil dari para manusia raksasa ditempat
itu lalu akhirnya sang wanita dihadapannya
menggerakkan tangannya sebagai pertanda agar
mereka yang berada disekitarnya untuk diam “Kami
yang berada di tempat ini sudah memutuskan
ikatan samsara baik di dunia ini maupun di akhirat
wahai anak manusia.. Kemuliaan, derajat dan
kebanggaan diri sudah bukan lagi menjadi bagian
dari diri kami. Kami sudah memutuskan untuk tidak
mencampuri urusan apapun yang terjadi di alam
semesta ini dan berdiam di lembah ini menunggu
sampai nanti tiba waktunya pengadilan akbar dari
yang maha kuasa. Oleh karena itu namaku
sebaiknya tidak perlu kau tahu...” Wiro nampak
menelan ludah dan kemudian menganggukkan
kepala. “Maafkan atas kelancanganku eyang... Aku
yang bodoh ini memang masih perlu banyak
diberikan pelajaran..”
Sang wanita nampak tersenyum. “Kau
adalah manusia yang baik, hanya sayangnya kau
terkadang lupa akan fitrahmu sehingga melupakan
amanah yang sebenarnya harus menjadi pondasi
utamamu dalam menjalani hidup... Sekali lagi
kutanyakan... Apakah kau masih mengingat arti
dari angka dua satu dua di dadamu..?" “Tahu
eyang... Angka satu berarti hanya ada satu Tuhan
54
sang pencipta yang harus disembah... Lalu angka
dua adalah semuanya itu tercipta berpasang-
pasangan...” ucap Wiro “Lalu apakah kau tahu
mengapa angka satu diapit ditengah-tengah angka
dua? Dan jika dua yang pertama adalah segala
sesuatunya diciptakan berpasang-pasangan lalu
apa makna angka dua yang lainnya?” ucap kembali
sang wanita. Kali ini pemuda yang kerap kali
dipanggil si anak setan oleh sang guru nampak
kembali membeliak dan ternganga dan terlihat
menggaruk-garuk kepalanya. Kebiasaaan lamanya
kembali muncul. “Aku... aku tidak tahu eyang...
eyang Sinto belum menjelaskan sampai sejauh
itu...” ucap Pendekar Dua Satu Dua dengan
terbata-bata.
Wanita yang menanyai Wiro nampak
tersenyum dan kemudian beranjak undur setelah
sebelumnya melirik kearah sosok raksasa eyang
jagat satria disebelahnya. “Penjelasanmu itu benar.
wahai anak manusia, yang satu itu adalah memang
berarti hanya ada Tuhan yang satu yang patut
disembah dan Tuhan yang satu itu menciptakan
segalanya berpasang-pasangan... Lalu mengapa
angka satu berada diapit oleh dua angka dua?
Apakah kau bisa menebaknya wahai anak
manusia?” Wiro terlihat menggeleng. Jelas ini
merupakan hal yang baru bagi sang pendekar!
55
“Angka satu yang diapit oleh angka dua itu
berarti Tuhan yang satu itu pada dasarnya selalu
ada ditengah-tengah bersama-sama dari
ciptaannya yang berpasang-pasangan itu wahai
anak manusia! Dia hadir hanya sejauh doa, tirakat
dan sujudmu...” ”Lalu arti angka dua dibelakang
angka satu?” sambung Pendekar Dua Satu Dua.
“Angka dua dibelakang angka satu adalah
berbicara tentang pilihan... Ya atau tidak... Suka
atau tidak suka.. Melakukan atau tidak melakukan..
Lurus atau bengkok... Imbalan atau hukuman...
Surga atau neraka... Semuanya itu merupakan
pilihan yang akan diambil oleh setiap anak manusia
di dunia ini. Yang saling berpasangan itu akan
selalu bersama dengan yang satu yang
menciptakan, namun yang satu itupun tidak akan
memaksa makhluk ciptaannya dalam menentukan
pilihan jalan hidupnya. Namun itu bukan berarti
yang satu itu tidak memperdulikan kehidupan
ciptaannya. Dia akan selalu memberikan terang
dan petunjuk hanya dari manusia sendiri itulah
yang harus memilih antara terang dan gelap...”
Pendekar Dua Satu Dua nampak diam terpekur
mendengar penjelasan eyang Jagat Satria di
depannya.
“Jadi bagaimana pilihan mu sekarang wahai
anak manusia bernama Wiro Saksana? Kau boleh
tidak memilih dunia fana yang penuh penderitaan
56
dibawah sana dan bergabung dengan kami, para
pendahulumu dari trah naga dua satu dua
menjalani hidup damai sampai pengadilan akbar...
Atau kembali ke duniamu yang penuh kebisingan
hiruk pikuk dan penderitaan tak kunjung usai baik
fisik maupun mental itu... Sanggupkah kau
menjatuhkan pilihan...?” ucap eyang Jagat Satria
sembari kemudian nampak mengulurkan
tangannya kearah Pendekar Dua Satu Dua.
Hening begitu terasa di lembah tersebut.
Angin yang semilir beberapa saat meniup lembut
rambut panjang sang pendekar, cahaya mentari
yang lembut juga menerpa membawa kehangatan
di wajah Wiro. Setelah memandang berkeliling
kearah wajah-wajah para manusia raksasa yang
memegang pedang naga suci dan kapak dua satu
dua ini, perlahan senyum akhirnya kembali terlihat
disimpul bibir sang pendekar. Matanya yang
sebelumnya terlihat kosong kini nampak mulai
menyorotkan cahaya kehidupan. “Maafkan aku
para eyang sekalian.. Aku sudah mengambil
keputusan akhir.. Sebegitu besar keinginan ku
untuk menikmati kedamaian di tempat ini bersama
eyang semua.. Namun bukanlah diriku jika harus
egois merasakan kedamaian seorang diri disini
tanpa memikirkan keadaan semua orang yang
kucintai di bawah sana.. Seperti kata mu eyang,
amanat dua satu dua mungkin amanat yang berat
57
dan menyiksa untuk ku tanggung seorang diri di
dunia sana, namun selama yang SATU itu selalu
berada bersamaku, walaupun seberat apapun aku
pasti akan menemukan petunjuk dan cahaya...”
ucap sang pendekar dengan suara mantap.
Ucapan pendekar ini tanpa disangka-
sangka kemudian mendapat sambutan yang luar
biasa dari para manusia raksasa yang mengelilingi
Pendekar Dua Satu Dua! Kuluhan kapak naga geni
dan pedang naga suci sontak teracung tinggi
diudara diiringi seruan penuh keharuan dan
kebahagiaan! “kau benar-benar tidak
mengecewakan kami wahai anak manusia
bernama Wira Saksana! Penerus sejati amanat dua
satu dua memang bukanlah makhluk kerdil
cengeng yang berjiwa lemah dan hanya pasrah
menerima keadaan begitu saja! Kau memang layak
berada di tempat ini dan menjadi bagian dari kami”
ucap eyang Jagat Satria. "Terima kasih eyang...
Aku kini mengerti apa yang harus ku lakukan.. Aku
akan pergi menjemput takdirku dan pilihan ku
adalah tidak akan menyerah sampai akhir!” tegas
Wiro mantap.
“Keputusan yang bagus dan sebelum kau
meninggalkan tempat ini, adakah sesuatu yang
mungkin ingin kau tanyakan?” “Maafkan
pertanyaan ku yang mungkin tidak sopan ini eyang,
58
namun aku tidak melihat keberadaan eyang Arya
Segoro dan eyang Kinanti Saraswati di tempat ini..”
ucap Pendekar Dua Satu Dua sambil celingukan
memandang kearah para manusia raksasa yang
mengelilinginya. Para manusia raksasa yang
kemudian diketahuinya sebagai pemegang kapak
maut naga geni dan pemegang pedang naga suci
di kehidupan sebelumnya dari berbagai garis waktu
dan semesta dimensi.
“Mereka berdua memang tidak seberuntung
dirimu yang bahkan hingga dua kali terpesat
mengunjungi tempat ini. Masih ada ikatan di dunia
yang harus mereka selesaikan..” ucap wanita yang
berdiri di samping eyang Jagat Satria. “Nanti juga
kau akan kembali bertemu mereka berdua...” ucap
eyang Jagat Satria sembari tersenyum. “Selamat
jalan wahai anak manusia bernama Wiro
Saksana..” ucap eyang Jagat Satria kepada sang
Pendekar Dua Satu Dua. Satu kabut bercahaya
putih tiba-tiba menyeruak muncul dan berpendar
perlahan membayang di hadapan wajah Pendekar
Dua Satu Dua. Kabut tersebut semakin lama
semakin menyala benderang hingga akhirnya
menjadi sinar yang menyilaukan mata hingga
akhirnya memaksa pendekar satu dua menutup
kedua matanya.
59
Saat membuka mata pertama kalinya,
Pendekar Dua Satu Dua merasakan kelegaan yang
luar biasa menyeruak dari dalam tubuhnya.
Tubuhnya yang sebelumnya babak belur
sedemikian rupa kini kembali segar tanpa kurang
suatu apapun. Bahkan tulang belakangnya yang
sempat patah dan mengakibatkan tubuhnya
bongkok juga kini kembali ke keadaan semula.
“Terima kasih ya Allah atas karunia mu ini...” ucap
sang pendekar dalam hati. Rupanya saat dalam
keadaan tidak sadarkan diri, ketujuh payung warna-
warni saling bertumpuk dan menopang tubuh
Pendekar Dua Satu Dua kembali ke lintasan
matahari dan rembulan. Cermin retak milik Ratu
Duyung pun tak henti-hentinya berputar
mengelilingi tubuh sang pendekar dan bergantian
memantulkan cahaya matahari dan cahaya
rembulan ke kedua tangan Pendekar Dua Satu Dua
dimana meringkuk naga dewa mentari dan naga
dewi rembulan, naga yang merupakan bagian dari
kitab jagat pusaka dewa. Cahaya mentari dan
rembulan yang terus menerus membanjiri tubuh
Pendekar Dua Satu Dua ini lah yang
mengembalikan tubuh sang pendekar dan
memulihkan semua luka yang diterima
sebelumnya. Sementara itu bunga kenanga putih
yang terus berpendar dan berdenyut memancarkan
sinar putih redup terus memberikan denyutan dan
60
gelombang hangat ke jantung Pendekar Dua Satu
Dua yang sebelumnya berdegup lemah.
Kala kesadaran dan kondisi tubuhnya pulih
dengan sempurna, sang pendekar pun baru
menyadari bahwa di hadapannya terdapat sembilan
buah benda yang terdiri dari tujuh buah payung
berwarna beraneka ragam beserta sebuah cermin
retak dan sekuntum bunga kenanga yang nampak
melayang dan perlahan memudar. Rasa haru pun
sontak membuncah didada sang pendekar
sehingga tanpa sadar matanya mulai nampak
terlihat berkaca “Puti Andini... Suci... dan juga kau
Intan istriku... Aku begitu berhutang banyak kepada
kalian... Walaupun raga dan keberadaan kalian
akhirnya menghilang, namun masih juga kurasakan
cinta kasih kalian yang begitu mendalam... Bahkan
jika selembar nyawa ini harus digadai untuk
membalas kebaikan kalian semua, rasanya
bahkan itu tidak cukup untuk membalasnya..." tutup
sang pendekar dengan wajah tertunduk. Perlahan
akhirnya kesembilan benda milik orang-orang
terkasih Pendekar Dua Satu Dua pun mulai sirna
dihadapan sang pendekar.
Wiro pun setelah termenung sesaat
akhirnya kemudian melihat kearah bawah kakinya.
Dengan menggunakan ilmu menembus pandang
warisan Ratu Duyung, sang pendekar pun bisa
61
melihat situasi yang terjadi di bawah sana “Aku
harus mengakhiri semua ini.. Sudah terlalu banyak
jiwa yang terhilang oleh makhluk-makhluk perut
bumi keparat itu.." sang pendekar kemudian terlihat
membaca sebuah ajian dan tiba-tiba dari dalam
tubuhnya keluar dua sosok yang serupa dan
sebentuk dengan dirinya. Rupanya sang pendekar
kembali mengeluarkan ilmu yang diajarkan oleh
rauh kalidathi yakni tiga bayangan pelindung raga.
Tiga bayangan tersebut kemudian dengan
menggunakan ilmu Ekor Bintang Menghujam
Latinggimeru, sang pendekar pun nampak turun
melesat menukik dalam bentuk bintang jatuh
berekor dan bukan itu saja, masing-masing sosok
Wiro nampak menyalurkan tiga ilmu puncak yang
dimiliki oleh Pendekar Dua Satu Dua kala itu yaitu
pukulan Mentari Tengah Malam, pukulan Rembulan
Tengah Hari dan terakhir pukulan Surya Gugur
Gerhana!
***
62
Bab 6
elihat kedatangan Pendekar Dua Satu Dua
dari atas langit, semangat dan harapan
pun bangkit dan tergugah kembali di hati
raja Mataram dan yang lainnya. Sambil bangkit
berdiri sang raja pun berteriak keras "Ini
kesempatan kita untuk menghancurkan angkara
murka! Mari kita kembali menggempur dewa
raksasa ini sampai tetes darah penghabisan..!"
sambil berucap sang raja kemudian nampak
mengarahkan sepasang telapaknya yang tiba-tiba
membesar empat kali lipat dan berwarna
kemerahan, lalu dari telapak tangan yang
membesar itu melesat satu sinar berputar berwarna
merah menyala yang memancarkan hawa sangat
panas. Raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah
Pasingsingan telah mengeluarkan salah satu ilmu
langka miliknya yaitu ilmu Sepasang Tangan Dewa
Menebar Angkara! Bersamaan dengan itu, Nyi
Roro Kidul dan Ratu Laut Utara pun kemudian turut
mengeluarkan ilmu puncak yang dimiliki masing-
masing begitu juga dengan Mahesa Kelud yang
mengeluarkan pukulan Api Salju dan Mahesa Edan
dengan pukulan Makam Sakti Meletus. Dari tangan
mereka semua memancar ilmu pukulan beraneka
m
63
warna yang sangat angker dan mematikan tertuju
langsung ke arah resi dewa raksasa!
"Tunggu dulu teman-teman... Aku juga mau
ambil bagian!" satu suara dari ketinggian tiba-tiba
terdengar. rupanya Santiko si Bujang Gila Tapak
Sakti yang sebelumnya mendeprok pingsan di
salah satu pecahan candi prambanan yang
melayang diudara telah terbangun. Lalu dengan
menggunakan ilmu kesaktiannya, sang pendekar
gemuk ini kemudian menarik uap air laut yang
berada disekitarnya dan kemudian
membekukannya menjadi es dengan ukuran maha
besar yang sampai-sampai berukuran sebesar
sebuah candi! Es maha besar itu pun kemudian
dihempaskannya kearah bawah dengan kecepatan
luar biasa!
Sang Resi Raksasa yang merasakan
terhimpit oleh daya tekan serangan luar biasa yang
tertuju kepadanya tiba-tiba nampak meraung keras!
Dengan wajah menengadah keatas nampak selarik
sinar sepasang pedang dewa keluar dari sepasang
matanya dan disusul nyala kobaran api berwarna
hitam kelam menyembur dari mulutnya yang
terbuka menuju langsung datangnya serangan dari
atas langit! sementara itu, berbarengan dengan
serangan dahsyat yang ditujukan kearah langit,
hentakan gelombang tak kasat mata dari tubuh
64
sang resi turut kembali menyeruak dan memapak
datangnya serangan ilmu jarak jauh yang
dilepaskan oleh raja Mataram, Mahesa Kelud dan
Mahesa Edan serta kedua ratu penguasa laut jawa!
Dentuman maha dahsyat yang belum
pernah terjadi selama ini di bumi Mataram
menggelegar membahana manakala kekuatan
gabungan ilmu kesaktian para tokoh dunia
persilatan ini berbenturan langsung dengan
pertahanan Resi Raksasa perwujudan ke enam
dewa sesat. Bola api raksasa yang diselubungi
debu dan pecahan es yang menguap nampak
membumbung tinggi bahkan sampai jauh ke atas
langit!
Suara dentuman maha dahsyat tersebut
juga menghasilkan gelombang kejut yang
menyeruak dari pusat benturan ilmu kesaktian dan
menjalar ke seantero negeri bahkan melesat jauh
hingga ke puncak merapi dimana terdapat tokoh-
tokoh dunia persilatan dan rakyat Mataram yang
berada dalam pengungsian. "Teman-teman semua!
cepat lindungi rakyat yang tak berdosa..." seru
Bidadari Angin Timur sambil menghentakkan
tangan kearah depan, membentuk benteng tenaga
dalam tak kasat mata berbentuk pusaran angin
guna menghadang datangnya gelombang kejut
yang datang dari arah Mataram. Anggini, Purnama,
65
Dewi Dua Musim serta tokoh dunia persilatan
lainnya yang telah berada di tempat itu setelah
mengangkut rakyat Mataram yang tersisa pun
sontak merentangkan tangan masing-masing guna
membangun dinding penghalang sehingga akhirnya
terciptalah satu dinding penghalang berupa kubah
pusaran angin raksasa yang melindungi ribuan
rakyat Mataram yang ada dibelakang mereka dari
serbuan gelombang kejut yang datang mendera.
"Jagat dewa batara... Sesungguhnya apa yang
telah terjadi di bumi Mataram sana..."desis Dewi
Dua Musim sambil melihat bola api raksasa yang
terlihat jelas membumbung tinggi dari kejauhan.
Berkas berkas api dan debu es perlahan
menguap dan bola api raksasa mulai menghilang
dilangit Mataram. Pemandangan yang mengiriskan
hati terlihat manakala satu lubang geroakan
raksasa tercipta di tanah bekas berdirinya candi
prambanan akibat benturan serangan yang
dilancarkan oleh Wiro dan kawan-kawan. Tapak
mentari tengah malam dan rembulan tengah hari
tidak saja menghancurkan ilmu sepasang pedang
dewa milik sang resi namun juga tepat mendarat di
kedua pundak sang Resi Raksasa, sementara
pukulan Surya Gugur Gerhana juga berhasil
menembus serangan api hitam kegelapan inti bumi
yang dilepas oleh sang dewa raksasa.
66
Pukulan sakti tersebut mendarat langsung
di kepala sang resi, sementara bentrokan ilmu
kesaktian raja dan dua ratu serta kedua mahesa
juga mampu menembus hentakan gelombang kejut
yang dikeluarkan oleh sang resi dewa. Apalagi
ditambah oleh hantaman es raksasa milik Bujang
Gila Tapak Sakti, akhirnya dari bentrok kekuatan
gabungan ilmu-ilmu dahsyat tersebut kemudian
tercipta satu bentuk reaksi ledakan yang membuat
dentuman maha dahsyat yang akhirnya
memisahkan ke enam sosok dewa sesat dari wujud
Resi Raksasanya!
Hal ini jelas merupakan hal yang
menggembirakan namun harus dibayar dengan
sangat mahal oleh para pendekar golongan putih
yang tersisa. Wiro, raja Mataram, kedua ratu dan
kedua Mahesa serta Bujang Gila Tapak Sakti
semuanya terlempar ke udara dalam keadaan
terluka dalam! Bahkan pendekar satu dua yang
telah kembali ke wujudnya yang tunggal terlempar
dalam keadaan bersalut kobaran api! Lalu
bagaimana dengan Setan Ngompol dan Naga
Kuning? Hanya mereka berdua saja yang tidak
terlempar karena sebelumnya sudah menyelam ke
dasar air dan mati-matian berpegang pada
reruntuhan candi prambanan yang tidak turut
terangkat. Namun karena tekanan yang sangat
67
kuat, keduanya toh akhirnya pingsan juga dalam
posisi saling berpegangan tangan dan berangkulan!
Saat melihat para pendekar yang
diharapkan oleh seluruh dunia persilatan ini
terlempar bergelimpangan membuat hati Dewa
Tuak menjadi kalut, namun kala dilihatnya ikatan
rantai emas aksara langit masih erat membelit
wujud keenam dewa yang telah kembali ke sosok
asalnya, harapan kembali bergelayut dari dalam
dada sang pendekar tua.
"Tetap bertahan! Jangan kendorkan
perhatian! Keenam dewa itu telah terpisah dari
kesatuannya jadi sekaranglah giliran kita untuk
menghabisi mereka..." belum selesai Dewa Tuak
berbicara tiba-tiba seluruh langit gelap berubah
menjadi berwarna kemerah-merahan! Lalu dari
langit yang merah tersebut tiba-tiba nampak
menyeruak satu bentuk mata raksasa berwarna
merah kekuningan dengan bola mata hitam lancip
yang angker menggidikkan tergantung diatas langit!
mata tunggal raksasa ini bahkan ukurannya
puluhan kali jauh lebih besar dari sang Resi
Raksasa! "Jagat dewa batara! Mata langit penghuni
lubang kegelapan akhirnya menunjukkan rupanya
di dunia..." desis para dewa yang tersisa dengan
suara bergetar dan keringat dingin menetes di dahi
dan tengkuknya masing-masing.
68
Mata langit yang berukuran maha besar
yang sekelilingnya dikobari lidah-lidah api berwarna
merah kekuningan ini terlihat bergerak-gerak
menyorot kesegala arah, lalu tiba-tiba mata langit
itu nampak memandang menyorot kearah barisan
Rantai Sambung Jiwa Hati Dewa dan Manusia lalu
berganti menyorot kearah keenam dewa yang
nampak berkelojotan dalam ikatan rantai emas
aksara langit. Sang mata langit kemudian tiba-tiba
nampak mengerjapkan mata! Satu gelombang
kembali menghantam dari langit dalam bentuk
sapuan gelombang raksasa berbentuk awan yang
berisi lidah api dan berkas-berkas petir berwarna
hitam! "Yaaaa Gusti Allah...!!!" teriak Dewa Tuak
seraya memicingkan matanya menahan sapuan
gelombang yang datang melabrak Rantai Sambung
Jiwa Hati Dewa dan Manusia!
Gelombang maha dasyat ini juga kontan
menghantam tubuh keenam dewa yang terikat dan
yang anehnya adalah saat berkas gelombang yang
dikeluarkan kerjapan mata langit mengenai keenam
dewa yang terikat rantai emas aksara langit ini,
suara jerit dan lolongan dari pada keenam dewa
tersebut terdengar membumbung tinggi jauh ke
angkasa "Tidaaaak... Jangaaaan!!!" teriak keenam
dewa tersebut dalam keadan berkelojotan masih
dalam posisi terikat rantai emas aksara langit
sambung jiwa hati dewa dan manusia! Keenam
69
sosok dewa tersebut perlahan berubah seolah
terselubungi kobaran api lalu berkelojotan
mengkerut dan kemudian akhirnya hangus dan
menjadi abu hitam dan tersedot naik membumbung
masuk kearah mata langit!
Sapuan gelombang maha dahsyat yang
dipenuhi berkas petir dan lidah-lidah api yang
keluar dari kerjapan mata langit raksasa pun
nyatanya sukses menghantam semua benda yang
berada di sekelilingnya. Rantai Sambung Jiwa Hati
Dewa dan Manusia yang terdiri dari jalinan para
dewa dan orang-orang suci yang saling
berpegangan tangan di angkasa ini pun langsung
hancur kocar-kacir porak poranda. Runtuh dan
bertebaran jatuh kearah bumi! Begitu juga dialami
oleh Wiro dan kawan-kawan yang sebelumnya
terlempar berpentalan akibat tumbukan ledakan
kala berbarengan menyerang resi dewa raksasa.
Keadaan mereka yang sudah babak bundas
tersebut semakin di perparah oleh gelombang
kerjapan mata yang juga melanda mereka saat
mereka masih diudara!
Memang sungguh dahsyat kerusakan yang
diakibatkan oleh mata langit yang telah menelan
habis keenam dewa yang memberontak ini.
Perlahan namun pasti seribu candi bagian dari
candi prambanan yang terangkat naik dan
70
mengambang di udara dan juga sisa-sisa dari
istana penyangga langit pun mulai berderak hancur
dan berjatuhan dari angkasa! "Jodoh kita hanya
sampai disini yang mulia... Tetaplah kuat dan
jangan menyerah..." Ucap patung Roro Jonggrang
yang berada dalam dekapan Sri Maharaja
Mataram. Sri Maharaja Mataram hanya nampak
menutup matanya yang sembab sembari semakin
erat memeluk patung dewi yang membuatnya jatuh
cinta tersebut. Tubuhnya yang sudah kehilangan
semua kekuatannya tersebut terlihat jatuh deras ke
arah bumi sambil terus memeluk patung batu yang
juga mulai hancur berkeping-keping tertiup angin
bumi Mataram.
***
71
72
Bab 7
uara dahsyat saling sahut menyahut
menghiasi kelamnya langit menjelang fajar.
Tak ada lagi perlawanan, Tak ada lagi yang
sanggup mengatasi angkara murka. Namun
selayaknya mentari yang selalu terbit dan
menghangati bumi, harapan pasti akan selalu ada.
Disaat semua orang telah menyerah dan berputus
asa, semburat cahaya mulai terbit dan
menghangati dinginnya langit kelam.
Bersamaan dengan terbitnya mentari di ufuk
timur, satu kilatan cahaya berwarna biru dan merah
nampak melesat memburu langsung kearah mata
langit! Keris naga sanjaya yang bersinar kebiruan
nampak terlihat anggun melesat bersandingan
dengan cahaya merah angker sang putra langit!
Pedang naga merah! Kedua saudara kandung yang
selama ini saling dendam dan bermusuhan ini
akhirnya berdamai dan bersatu hati dalam
genggaman erat pemuda tanggung Jabrik Sakti
Wanara!
Fajar harapan telah tiba!
"Kakang Wanara! Aku datang membantu
mu!" Satu suara gadis kecil kemudian tiba-tiba
S
73
terdengar membahana menyusul dari arah langit
timur! Kemudian didahului suara ringkikan kuda
yang bagaikan suara guntur, satu sosok yang
menggetarkan hati pun terlihat turut melesat kearah
mata langit! Seorang gadis kecil dengan mata biru
dan rambut pirang terurai nampak berdiri gagah
diatas Puti Sembrani kuda bersayap kesayangan
dan peliharaan para dewa atas langit.
Dengan mata tajam gadis ini kemudian
terlihat merentangkan tali gendewa cinta kasih
yang digenggamnya erat. Gendewa yang dibuat
atas pengorbanan dan menggunakan ruas tulang
punggung Luhcinta atau Dewi Langit Bunga
Tanjung ini nampak bergetar dan memancarkan
cahaya indah laksana berlian! Dari mata biru indah
gadis kecil yang besar dalam pondongan Jabrik
Sakti ini kemudian menetes setetes air yang tiba-
tiba berubah menjadi satu sinar berwujud anak
panah berwarna keemasan. Anak panah yang
merupakan intisari pengorbanan seribu peri atas
langit!
Anak panah inilah yang kini langsung
diarahkan oleh gadis cilik anak Ratu Duyung ini ke
tengah-tengah mata langit raksasa! Dengan bibir
tersenyum Pendekar Dua Satu Dua terus menatap
kearah gadis cilik yang datang mengendarai kuda
sembrani ini. Tubuhnya yang di kobari api dan
74
meluruk dahsyat ke arah bumi bersama para tokoh
dunia persilatan, para dewa dan sesama orang suci
lainnya tidak dipedulikannya sama sekali. Matanya
terus tertuju kearah gadis cilik kesayangannya
tersebut. "Intan Suci Angin Timur... Ayah percaya
padamu nak..." Tutup Pendekar Dua Satu Dua
sambil tersenyum dan kemudian menutup mata
disambut oleh deru angin dan semburat cahaya
pagi di langit Mataram!
Dengan meliuk lincah menggunakan angkin
bidadari pemberian terakhir Peri Bunda, Jabrik
Sakti Wanara nampak melesat kesana kemari
sambil menyabetkan pedang naga merah dan
menusuk menggunakan keris naga Sanjaya kearah
mata langit. mata langit nampak sibuk dan terus
menyorot bergantian kearah dirinya dan Intan Suci
Angin Timur yang terus melepaskan anak panah
emas jiwa suci seribu peri. Serangan sang pemuda
remaja dan gadis kecil ini terlihat kompak dan
serasi sehingga cukup merepotkan mata langit
yang cukup merasa kesakitan akibat terjangan tiga
senjata yang berada di tangan kedua anak murid
eyang Arya Segoro dan eyang Kinanti Saraswati
ini. Mendadak mata langit kembali mengerjapkan
mata tunggalnya lalu dari arah mata yang menyala
angker dan menimbulkan hawa panas menyayat
itu, melesat ribuan cahaya merah berbentuk panah
75
api yang langsung menyerang kearah Jabrik Sakti
Wanara dan Intan Suci Angin Timur!
Melihat datangnya serangan tersebut,
Jabrik Sakti Wanara dan Intan Suci Angin Timur
tidak terlihat menjadi takut apalagi gentar,
keduanya pun kemudian terlihat menyimpan
senjata masing-masing dan menghadang
datangnya serangan ribuan panah api tersebut
dengan menggunakan kesaktian yang dimiliki
keduanya. Dengan menghimpun tenaga gaib
Bintang Sakti Bunga Tanjung yang terdapat pada
kitab Seribu Bintang yang terikat dipunggungnya,
Jabrik Sakti Wanara nampak menghentakkan
tangannya ke depan melepas pukulan Benteng
Topan Melanda Samudera! Sementara dari atas
kuda sembraninya, Intan Suci Angin Timur dengan
bantuan tenaga sakti Inti Malaikat dari kitab Wasiat
Malaikat yang berada dibalik bajunya terlihat
menghentakkan sepasang tangan mungilnya dan
melepaskan pukulan Dinding Angin Berhembus
Tindih Menindih!
Kedua pukulan berbentuk dinding angin
maha kuat yang dilepas oleh Jabrik Sakti Wanara
dan Intan Suci Angin Timur ini memang benar-
benar dahsyat dan mampu mendorong mental
sebagian sinar panah api yang menyerang mereka
berdua. Sayang masih ada satu sinar panah api
76
yang lolos dan menancap di sayap Puti Sembrani
kuda tunggangan sang gadis cilik! "Putii tenangkan
dirimuu..." teriak sang gadis berusaha
menenangkan sang kuda sembrani yang nampak
panik karena sebuah sayapnya terkena panah dan
dilanda kobaran api! melihat gelagat tersebut sang
gadis cilik langsung melompat di udara dan
menunjuk kearah air banjir yang berada dibawah
kakinya.
"Cepat ceburkan dirimu ke dalam air
dibawah sana Puti..." teriak sang gadis sembari
menepuk leher sang kuda tunggangan yang dibalas
dengan ringkikan keras dan langsung sang kuda
tunggangan para dewa tersebut melesat kebawah
dan menceburkan diri kedalam air banjir guna
memadamkan api di sayapnya. Sementara itu
setelah melihat kuda tunggangannya tersebut telah
masuk kedalam air dan berhasil memusnahkan api
yang membakar sebelah sayapnya, gadis cilik anak
terkasih Pendekar Dua Satu Dua dan Ratu Duyung
ini kemudian nampak terlihat sedang berlari lincah
di tengah udara menyongsong kembali kearah
Mata Langit!
Walaupun tidak mempunyai kemampuan
untuk terbang diudara seperti Jabrik Sakti Wanara,
namun berkat Kasut Pelari Alam Gaib yang
dipakainya, sang gadis kecil ini memiliki
77
kemampuan untuk berjalan dan berlari di tengah
udara! kKasut sakti ini sendiri merupakan kasut
sakti yang didapat oleh sang gadis cilik kala
menang bertaruh adu jangkrik melawan kakek
cebol Pelari Alam Gaib di negeri Bunian. "Kau tidak
apa-apa adikku?" ucap Jabrik Sakti saat
menyongsong kedatangan Intan Suci "Tidak
kakang, aku tidak apa-apa..." Uban atau Jabrik
Sakti nampak memandang penuh perhatian kepada
gadis kecil yang selama ini diasuhnya itu. Rasa
bangga dan haru mengalir didada sang pemuda
remaja kala melihat gadis cilik yang sudah
beberapa tahun tidak ditemuinya ini kini telah
kembali dihadapannya dengan menunggangi kuda
sembrani dewa dan memiliki senjata sakti serta
ilmu kesaktian sangat tinggi. "Kau benar-benar
telah menjadi orang hebat adikku... Kakang benar-
benar bangga padamu..." ucap Uban sambil
mengusap kepala gadis kecil yang dikasihinya
layaknya adiknya sendiri itu.
Mendengar pujian sang kakak, wajah sang
gadis cilik tersebut pun sontak bersemu merah.
"Jangan kau goda aku kakang Wanara..." Uban
nampak tersenyum senang melihat ucapannya
membuat sang adik nampak memerah malu,
namun belum lagi uban hendak melanjutkan
ucapannya tiba-tiba terdengar suara dengingan
tinggi yang menyeruak diatas langit! Lalu sosok
78
berwujud mata raksasa yang berwarna merah
kekuningan tersebut kemudian sinarnya nampak
tiba-tiba meredup seketika dan mendadak berganti
menjadi cahaya berpendar berwarna biru gelap
kehitam-hitaman yang memancarkan hawa dingin
yang mencucuk tulang! Tidak sampai disitu, mata
tunggal yang sebelumnya terlihat membeliak
menakutkan ini kemudian terlihat menutup untuk
beberapa saat.
Karaeng Uleng Tepu nampak berusaha
membangunkan dan memapah Dewa Tuak yang
sepasang matanya nampak terus tertuju kearah
perubahan aneh yang terjadi pada wujud mata
langit raksasa "Apa maksudnya perubahan ini
Karaeng? Apakah kau mengetahui sesuatu yang
berkaitan dengan perubahan mendadak yang
terjadi pada makhluk berwujud mata tunggal
raksasa diatas langit sana?" tanya Dewa Tuak
kepada pria tinggi besar yang sedang
memapahnya bangun tersebut. Rupanya para
dewa dan tokoh dunia persilatan yang sebelumnya
bergandengan tangan diatas langit dan kemudian
terjatuh ke bumi kini nampak mulai bangkit dan
turut pula memperhatikan keanehan yang di
tunjukkan mata langit.
Dengan menghela nafas panjang, laki-laki
tanah Mekassar yang lama hidup di istana atas
79
langit ini pun kemudian angkat suara. "Aku pun
tidak mengetahui banyak tentang perubahan ini
wahai Dewa Tuak.. Namun satu yang pasti yang
aku ketahui adalah hal ini bukan merupakan
sesuatu yang baik bagi kita semua..." Dewa Tuak
nampak terdiam mendengar jawaban Karaeng
Uleng Tepu. "Mungkin kau sudah pernah
mendengar dari penuturan Yang Mulia Dewa
Agung Penyangga Langit dan Bumi... Bahwa negeri
atas langit dan semua dewa-dewi yang
menghuninya pada dasarnya bukanlah makhluk
termulia dan tertinggi yang ada di alam semesta ini
wahai Dewa Tuak. masih ada Dia-Makhluk-
Termulia-yang-melampaui-semua-yang-hidup-dan-
bernyawa-yang-mati-dan-tak-bernyawa.. Dialah
sebenarnya yang mempunyai kuasa atas alam
semesta ini beserta segala isinya.." tutur sang
Karaeng
"Kau benar Karaeng, kami menyebut Beliau
dengan sebutan Gusti Allah..." ucap Dewa Tuak
"Yah... Gusti Allah... Umat manusia menyebutnya
dengan banyak nama... Dan ingatan masa silam ku
yang semakin terkikis pun menyetujui nama itu
sebagai sesembahan yang tertinggi yang harus ku
sembah dari dalam nurani dan kesadaranku yang
terdalam.. Sebelum aku terpesat kenegeri para
makhluk dewata itu..." ucap Karaeng sambil
terdiam sesaat "Nah jauh sebelum adanya para
80
makhluk suci yang disebut dengan sebutan para
dewa maupun manusia ataupun iblis setan dan
para cecunguknya, ada satu bentuk kuasa teramat
jahat yang berdiam di alam semesta dan selalu
berusaha merayap naik untuk mencapai kediaman
Sang Cahaya-yang-pertama-dan-selamanya itu...
dan kuasa jahat tersebut berwujud sebuah mata
raksasa yang dikenal dengan sebutan Mata Langit
Kekelaman Tanpa Akhir..." sambung kembali
Karaeng Uleng Tepu
"Apakah mata langit kekelaman tanpa akhir
ini juga bagian dari iblis atau malaikat yang terjatuh
karena tidak mau menyembah Gusti Allah dan nabi
Adam?" tanya kembali Dewa Tuak "Tidak.. Mata
langit kekelaman tanpa akhir sudah ada bahkan
sebelum iblis dan para malaikat yang terjatuh itu
ada.. Begitu jahatnya mata langit ini sehingga Dia-
yang-termulia-yang-melampaui-semua-yang-hidup-
dan-bernyawa-yang-mati-dan-tak-bernyawa bahkan
tidak berkenan untuk melemparnya ke dunia
bawah... Beliau menyegel makhluk jahat ini dalam
lubang kegelapan yang terdalam di alam semesta
agar tidak bangkit lagi dan membuat kekacauan di
dunia ini..." tutup Karaeng Uleng Tepu.
"Lalu bagaimana makhluk dajjal ini bisa
turun ke dunia...?" tanya kembali Dewa Tuak.
belum sempat Karaeng Uleng Tepu menjawab
81
pertanyaan sang guru pendekar kerudung ungu ini,
satu suara kaleng rombeng bergoncang terdengar
menyeruak dari arah samping tubuhnya. "Ah
akhirnya datang juga kau gembel buta bulukan..."
ucap Dewa Tuak kala melihat kedatangan sosok
seorang kakek bercaping bambu dan memegang
kaleng rombeng berisi batu yang kerap di goncang
hingga mengeluarkan suara keras ini. Sang Kakek
bermata putih kosong melompong ini terlihat
menengadah keatas langit seolah memandang
perwujudan mata langit yang sedang tergantung di
langit Mataram.
Sosok kakek buta memakai caping bambu
yang tidak lain dan tidak bukan adalah Kakek
Segala Tahu ini kemudian membuka suara "Segala
yang terjadi adalah sudah suratan takdir Suro
Lesmono, begitu juga dengan keberadaan sang
mata langit... Ke enam dewa yang memberontak
dan terjebak di hukum terkunci dalam lempeng
cermin penjara gaib pedataran arwah yang
berputar melayang dalam kekosongan itu, tanpa
disengaja masuk kedalam lubang kegelapan tanpa
akhir... Keenam dewa ini akhirnya menjual jiwanya
kepada mata langit yang menguasai dan tersegel
tersembunyi dalam lubang kegelapan tanpa akhir
itu, untuk meraih kebebasan mereka yang
terampas.." tutur sang kakek bermata buta.
82
"Ah jadi itu alasannya mengapa keenam
dewa pemberontak itu sampai akhirnya mati
mengenaskan dalam keadaan terhisap kedalam
mata langit! sang mata langit kekelaman tanpa
akhir rupanya meminta haknya kembali!" seru
Karaeng Uleng Tepu sembari menepuk kedua
pahanya dengan keras.
"Jika memang sedahsyat itu kekuatan mata
langit, mengapa tidak dari dulu mata langit turun ke
dunia dan melakukan apa yang dia inginkan? ucap
Dewa Tuak yang masih penasaran.
"Karena para dewa yang di pimpin oleh
Yang Mulia Dewa Agung Penyangga Langit Bumi
masih ada di dunia wahai Dewa Tuak..." ucap
kembali Karaeng Uleng Tepu seolah tersadar akan
satu hal.
"Kau benar Karaeng... Sesungguhnya
Istana atas langit, gerbang Chandrasoma yang
berada di bulan serta gerbang Surya mentari yang
ada di matahari merupakan tiga titik yang menyegel
mata langit kekelaman tanpa akhir di dalam lubang
kegelapan semesta yang terdalam. Telah berkali-
kali mata langit mengirim utusannya yaitu para
makhluk yang disebut dengan panggilan Setan dari
Luar Jagat untuk menyerbu dan membumi
hanguskan ketiga tempat tersebut. Berkali-kali pula
kami para dewa berhasil menghalau mereka seperti
83
pula yang kau ketahui selama ini. Sayangnya kali
ini kami semua para dewa mengalami kegagalan
dan junjungan kita, Yang Mulia Dewa Agung
Penyangga Langit dan Bumi pun sampai harus
turut moksa menghilang keberadaannya.
Hancurnya istana atas langit dan runtuhnya
gerbang Chandrasoma serta gerbang Surya
mentari lah yang akhirnya membebaskan makhluk
junjungan mereka tersebut dari lubang kegelapan
yang ada di alam semesta..." Kali ini Dewa Langit
Harimau Dewa yang telah pulih dari luka-lukanya
yang menjawab pertanyaan sang sahabatnya itu.
"Lalu apa yang harus kita lakukan
sahabatku Dewa Langit Harimau? Kita tidak tahu
apa yang bisa kita..." belum lagi Karaeng Uleng
Tepu menyelesaikan ucapannya, tiba tiba hawa
dingin yang menusuk kulit terasa santer manakala
mata langit tiba-tiba terlihat membuka matanya!
dan mata itu kini berubah!
Dari dalam mata yang entah kenapa kini
telah berganti warna menjadi biru kelam yang
mengepulkan asap hitam itu, tiba-tiba terlihat
melesat keluar puluhan orang yang kemudian
berdiri diam mematung di udara dihadapan mata
langit! Puluhan orang tersebut nampak memiliki
wujud dan perawakan yang berbeda-beda. Ada pria
dan ada pula wanita, tua dan muda pun nampak
84
beragam. Namun yang satu menjadi kesamaan
para sosok yang keluar dari mata langit ini adalah
semuanya terbungkus oleh cahaya biru berpendar
yang mengepulkan asap tipis kehitaman dan
disetiap kening mereka nampak sebuah mata
berwarna merah kekuningan yang terus bergerak
menyorot kesegala arah!
"Astaga! apakah tidak salah lihat mata tua
ku ini? Bagaimana bisa mata raksasa itu mengenali
dan menghadirkan para bedebah ini? Orang-orang
ini adalah para durjana jahat yang seharusnya
sudah lama mati!" kejut Dewa Tuak kala melihat
sosok-sosok yang berdiri diam ditengah udara
tersebut.
"Apakah kau yakin akan hal itu orang tua?
Benarkah kau mengenali mereka?" tanya Karaeng
Uleng Tepu yang langsung dibalas anggukan oleh
Dewa Tuak "Aku yakin seyakin yakinnya Karaeng...
Karena sebagian keparat-keparat ini dihabisi
langsung oleh Pendekar Dua Satu Dua dan rekan-
rekannya karena kejahatan mereka yang setinggi
langit dan sedalam lautan..." ucap sang pendekar
tua dengan wajah muram.
Apa yang dikatakan oleh Dewa Tuak
memang kenyataan adanya. Dilangit diudara yang
menggantung, berdiri puluhan sosok manusia yang
dulunya sangat dikenal akan kejahatannya. Sosok-
85
sosok itu antara lain Mahesa Birawa, Hang
Kumbara alias Raja Rencong dari uUara, Wirapati
Si Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga, Tiga Setan
Darah, Dewi Siluman Bukit Tunggul, Rangrang
Srenggi Si Penguasa Istana Darah, Siluman Teluk
Gonggo, Dewi Kala Hijau, Nenek Kelabang Merah,
Mayat Hidup Gunung Klabat, Jagal Iblis Makam
Setan, Ratu Serigala, Ki Ageng Tunggul Akhirat
dan saudaranya Ki Ageng Tunggul Keparat, Patih
Wirabumi, Adipati Jatilegowo, Momok Dempet
Berkaki Kuda, Singo Abang, Datuk Lembah Akhirat
dan masih banyak tokoh jahat lainnya. Tokoh-tokoh
sesat yang telah lama binasa itu kini dihadirkan
kembali kedunia melalui kekuatan menakutkan
Mata langit kekelaman tanpa akhir!
"Hmm.. Bahkan bukan hanya orang-orang
jahat dari tanah Jawa dan dari jaman ini semata
yang ada... Bahkan orang-orang jahat dari negeri
Latanahsilam dan negeri Mataram delapan ratus
tahun yang lalu pun tampaknya turut di bangkitkan
oleh makhluk berwujud mata tunggal diatas sana..."
ucap Hantu Raja Obat yang langsung diamini oleh
Lakasipo si Hantu Kaki Batu. "Benar-benar hal
yang susah untuk dipercaya kalau tidak melihat
dengan mata kepala sendiri.. Sungguh tidak ku
sangka kalau dapat kembali bertemu dengan
saudara kita yang tersesat itu di negeri ini..." desis
Lakasipo sambil menatap tajam kearah salah satu
86
sosok yang mengambang diatas langit. Makhluk
yang disorot tajam oleh Lakasipo adalah makhluk
yang di dada dan kepalanya dipenuhi oleh batu-
batu api yang menyala membara! Siapa lagi
orangnya kalau bukan Hantu Bara Kaliatus!
Seperti yang dikatakan oleh Hantu Raja
Obat, diantara sosok makhluk yang berdiri
mengambang di udara selain para tokoh jahat
tanah jawa juga terdapat tokoh-tokoh dari negeri
latanah silam dan negeri Mataram delapan ratus
tahun yang lalu. Dari Latanahsilam terlihat mantan
utusan dewa Lamanyala, dua gadis bahagia Luh
Kenanga dan Luh kemboja, Sepasang hantu
bercinta Luhjahilio dan Lajahilio, Hantu Tangan
Empat, Hantu Santet Laknat dan juga Hantu Muka
Dua si pemilik Istana Kebahagiaan. Sementara
tokoh-tokoh yang dibangkitkan oleh mata langit dari
negeri Mataram delapan ratus tahun yang lalu ada
Empat Mayat Aneh, Sinuhun Merah Penghisap
Arwah, Ketua Seratus Jin Perut Bumi, dan terakhir
adalah Lakarontang alias sang Jenazah Simpanan!
Benar-benar laskar kegelapan seribu jahat seribu
kejam telah ditarik keluar dari jurang Neraka!
***
87
Bab 8
ementara itu, para tokoh dunia persilatan
yang sebelumnya berada di puncak merapi
juga telah mulai berdatangan ke candi
Perambanan dan langsung mendapati rombongan
Dewa Tuak dan raja Mataram. "Kau tidak apa-apa
guru..?" ucap Anggini yang datang mendapati sang
guru sambil ditemani oleh Mahesa Kelud. "Aku
tidak apa-apa muridku... Bagaimana keadaanmu
sendiri dan bagaimana juga keadaaan rakyat
Mataram?" tanya Dewa Tuak. "Aku baik-baik saja
guru... Seluruh rakyat juga sudah aman dan
terselamatkan... Hanya saja mereka semua masih
berlindung di puncak merapi untuk sementara
waktu menunggu situasinya aman dan terkendali
guru..." ucap Anggini. Dewa Tuak nampak
mengangguk kecil lalu kemudian pendekar tua ini
terlihat mengedarkan pandangan kesekelilingnya
dan akhirnya menyadari bahwa banjir bandang
yang dibawa oleh Nyi Roro Kidul rupanya telah
menyusut.
Sebagian air bah tersebut menguap habis
akibat diserap oleh Bujang Gila Tapak Sakti kala
menciptakan gunung es raksasa dan sebagian lagi
S
88
habis menguap akibat ledakan dahsyat akibat
benturan berbagai ilmu pukulan dahsyat yang
dilepaskan oleh para tokoh dunia persilatan
terhadap resi dewa raksasa. Dilihatnya pula selain
Anggini, para tokoh dunia persilatan lain yang
bertugas menyelamatkan rakyat Mataram yang
baru terbebas dari kabut dewa telah kembali dari
tempat pengungsian rakyat di puncak merapi.
Selain sisa-sisa para dewa dan dewi seperti
Dewa Air, Dewa Gunung, Dewa Petir dan beberapa
dewa lainnya yang nampak terdiam mematung
menatap mata langit, para tokoh lainnya juga telah
hadir dan sebagian nampak berusaha
menyadarkan Setan Ngompol, Naga Kuning dan
Bujang Gila Tapak Sakti yang nampak terlentang
berdampingan dengan perut besar mengembung
berisi air laut!
Tidak jauh dari tempat itu, raja Mataram
Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan, Nyi Roro
Kidul, Ayu Lestari Ratu Laut Utara, Purnama yang
sedang memapah Mahesa Edan dan Tubagus
Kesuma Putera nampak sedang mengelilingi
Bidadari Angin Timur yang nampak sedang
bersimpuh sambil terlihat sibuk berusaha
mematikan api yang masih berkobar kecil di tubuh
sang Pendekar Dua Satu Dua. Setelah api ditubuh
sang pendekar padam, Bidadari Angin Timur pun
89
kemudian nampak berusaha memondong tubuh
Wiro yang sedang tidak sadarkan diri dan nampak
hendak pergi meninggalkan tempat itu.
"Akan kau bawa kemana tubuh Pendekar
Dua Satu Dua sahabatku Bidadari?" tanya sang
raja Mataram dengan penuh keheranan. Bidadari
Angin Timur nampak memalingkan wajahnya
sesaat dan menunduk hormat kearah sang raja
"Aku ingin membawa Wiro ke tempat yang tenang
dan berusaha menyadarkannya yang mulia raja.
harap sudi kiranya memberikan perkenanan..."
ucap sang gadis berambut pirang yang dibalas
anggukan kepala oleh sang raja Mataram. Melihat
hal ini sang gadis nampak langsung melesat
menjauh kearah sebuah pohon rindang yang
berada tidak jauh dari puing reruntuhan candi
Perambanan. Semua ini tidak terlepas dari tatapan
sayu Tubagus Kesumaputera yang menatap
punggung sang gadis yang berlari sambil
memondong tubuh Pendekar Dua Satu Dua.
Diakhiri dengan hembusan nafas berat, sang
pemuda kemudian membalikkan tubuh dan berjalan
bergabung dengan rombongan raja Mataram dan
para tokoh dunia persilatan lainnya.
Bidadari Angin Timur kemudian nampak
menurunkan tubuh Pendekar Dua Satu Dua dan
menyandarkan tubuh Wiro ke batang pohon di
90
belakangnya. Sang gadis kemudian mengeluarkan
saputangan berwarna biru dibalik ikatan sabuknya
dan kemudian terlihat membasahinya dengan air
yang tergenang dalam lekukan akar pohon yang
menonjol yang ada di dekat tempatnya dan Wiro
berada.
Dengan menggunakan sapu tangan basah
tersebut, sang gadis dengan lembut telaten dan
penuh kasih sayang nampak membasuh kedua
tangan dan kemudian dada Wiro yang tersibak dan
memperlihatkan kulitnya yang gosong melepuh.
Saat dirinya hendak membasuh wajah sang
pendekar, gerak tangannya yang memegang
saputangan basah sontak terhenti. Pandangan
matanya yang memancarkan rasa khawatir
bertemu langsung pandangan mata Wiro yang
menatapnya dengan tatapan lembut. "Kau... Kau
sudah sadar...?" ucap sang gadis terbata dan
langsung dibalas dengan anggukkan kepala oleh
Wiro.
Dengan wajah merah tersipu gadis
berambut pirang berlesung pipit ini kemudian buru-
buru beranjak bangun dan membalikkan tubuhnya
dan berusaha beranjak pergi dari tempat itu, namun
telapak tangannya terasa di raih oleh seseorang
dari belakang dan ini membuat langkah kakinya
sontak terhenti. "Bidadari..." suara Wiro terdengar
91
hangat memasuki gendang telinga sang gadis yang
nampak tertunduk "Kau mau pergi kemana.." tanya
Wiro masih sambil menggenggam tangan Bidadari
Angin Timur dari belakang. "Aku... Aku ingin
kembali bersama rombongan raja dan yang lain...
Perang ini masih belum berakhir..." ucap sang
gadis lirih masih sambil tertunduk
"Benarkah hanya itu yang kau pikirkan?
Mengapa aku merasa kau menyembunyikan
sesuatu dariku... Apakah kau tidak senang
berjumpa kembali denganku Bidadari?" ditanya
seperti itu membuat Bidadari Angin Timur terpaksa
membalikkan badannya dan menghadap sang
pendekar yang nampak telah berdiri di bawah
naungan pohon rindang "Bukan begitu Wiro...
Bukan aku tidak senang bisa berjumpa kembali
dengan mu... Hanya saja aku merasa telah
bersalah kepadamu... Aku pernah membuatmu
terluka begitu parah... Aku juga turut merasa
bersalah terhadap apa yang menimpa istrimu Ratu
Duyung... Aku... Aku..." belum habis Bidadari Angin
Timur berucap sang pendekar sudah terlebih
dahulu menarik sang gadis kedalam pelukannya!
"Wiro..." ucap sang gadis lirih sembari
membenamkan wajahnya lebih dalam ke dada
sang pendekar yang memeluk sang gadis erat
sembari membelai lembut pirang Bidadari Angin
92
Timur. Untuk beberapa lama keduanya seolah
tenggelam dalam gejolak perasaan masing-masing
sampai akhirnya setelah beberapa saat, Bidadari
Angin Timur terlihat menolak lembut tubuh Wiro
dengan kepala menunduk "Seperti kataku tadi
Wiro... Kita masih di tengah-tengah pertempuran...
Akan tidak patut jika kita berdua dalam keadaan
seperti ini dilihat lebih lama lagi oleh yang lain..."
lirih sang gadis dengan wajah memerah "Ah
maafkan aku... Kau benar... Masih banyak yang
harus kita lakukan... dan aku masih memerlukan
bantuanmu juga yang lain untuk mengakhiri semua
peperangan ini..." ucap Wiro seraya memegangi
pundak Bidadari Angin Timur. Sang gadis nampak
menganggukkan kepalanya pelan. Sambil
menggamit tangan sang gadis, Wiro pun akhirnya
beranjak meninggalkan pohon rindang tersebut.
Wiro dan Bidadari Angin Timur kemudian
kembali berjalan kearah rombongan raja dan para
dewa dan tokoh dunia persilatan lainnya yang
nampak terlihat tegang memandang kearah atas.
Belum lagi sang pendekar mengeluarkan suara
untuk menyapa, tiba-tiba tiga bayangan melesat
dan memeluk dirinya! "Wiro saudaraku!!" teriak
Lakasipo si Hantu Kaki Batu yang melompat
memeluk sang pendekar diikuti oleh Setan
Ngompol dan Naga Kuning yang rupanya telah
sadar dari pingsannya. Setelah melepaskan
93
pegangan tangannya pada Bidadari Angin Timur,
Wiro pun langsung membalas merangkul ketiga
rekannya tersebut. "Aku sungguh senang masih
bisa melihat kalian semua..." ucap Wiro penuh
haru. "Weleeeeh-weleeeh... Ada yang datang
sambil guandengaaan tangan nih... Boleh dong aku
juga di gandeng kayak gituuu.." kekeh Bujang Gila
Tapak Sakti sambil tertawa terbahak membuat
perut gendutnya membuncal naik turun-kesana
kemari. Apa yang di ucapkan oleh Bujang Gila
pada dasarnya hanya selorohan semata, namun
cukup membuat beberapa telinga menjadi panas.
Melihat awal kedatangan Pendekar Dua
Satu Dua dari atas langit, rasa gembira dan
bahagia membuncah dan bergemuruh didada Nyi
Roro Kidul dan Sri Ratu Ayu Lestari. Namun saat
Wiro mendekati mereka sambil menggenggam
tangan Bidadari Angin Timur, tanpa terasa perih
dan sesak merasuk di dada kedua wanita
penguasa laut jawa tersebut. Namun
bagaimanapun juga, kedudukan sebagai seorang
ratu mau tak mau membuat keduanya memaksa
diri masing-masing untuk berbesar hati. Keduanya
pun akhirnya hanya nampak menundukkan kepala
dan tidak mengeluarkan satu kata apapun.
"Pendekar Dua Satu Dua... Sungguh
bahagia hatiku melihat kau sudah pulih dan kembali
94
disini.. Kami pikir kau tidak akan kembali saat
terlempar jauh keatas langit sana..." ucap Sri raja
Mataram sambil mendekati Pendekar Dua Satu
Dua dan kemudian memegang kedua pundaknya.
Wiro pun kemudian menjura dalam kepada sang
raja. "Maafkan jika kedatangan saya mungkin
terlambat yang mulia... Maaf juga sudah membuat
yang mulia dan yang lainnya khawatir.." ucap sang
pendekar sembari menunduk hormat. "Yang
penting kau sudah kembali bersama-sama dengan
kami... Itu saja sudah cukup... Yah... Itu saja sudah
cukup... Dengan itu saja, kita sudah punya
kesempatan yang lebih besar untuk memenangkan
pertempuran yang melelahkan ini... Dirimu dan
para ksatria-ksatria lain yang ada ditempat ini
adalah ujung tombak harapan bagi kami semua
rakyat Mataram... Aku meyakini hal itu... Sangat
meyakininya.." ucap sang maharaja dengan mata
yang berbinar dan sedikit berkaca-kaca.
Dalam suasana seperti itu, mendadak satu
suara ledakan dari dalam tanah terdengar keras
membuncah dibarengi hamparan debu tanah yang
bertebaran diudara. Satu lobang geroakan sebesar
sumur tiba-tiba terlihat muncul di permukaan tanah,
lalu dari lubang yang menganga di pelataran sisa-
sisa candi perambanan tersebut, melesat keluar
beberapa sosok yang ternyata adalah para
pendekar yang berhasil kembali dari tugas yang
95
mereka emban yaitu menggempur dan membumi
hanguskan istana kerajaan perut bumi. Diantara
mereka terlihat tokoh muda Andana Si Harimau
Singgalang, Padanaran Si Pendekar Bulai, Panji
Argomanik Si Singa Gunung Bromo, Pandu Si
Malaikat Maut Berambut Salju, juga Sandaka Arto
Gampito Si Manusia Paku yang berhasil
menyelamatkan sang istri Nyi Retno Mantili yang
sempat di sekap di Istana Perut Bumi.
"Kami berhasil yang mulia! Istana Kerajaan
Perut Bumi telah hancur tertimbun tanah dan para
tawanan sudah berhasil dibebaskan!" Seru
Padanaran Si Pendekar Bulai sambil bersama-
sama dengan rekannya yang lain yang baru keluar
dari perut bumi beranjak mendekati rombongan raja
Mataram. "Sungguh luar biasa wahai kalian para
pendekar dan para ksatria! Benar-benar berkah
Sang Hyang Jagatnatha masih melingkupi kita
semua.. Aku benar-benar senang kalian kembali
dalam keadaan selamat tanpa kekurangan apapun
juga... Terlebih kalian juga berhasil membebaskan
semua tawanan kerajaan Perut Bumi... Sungguh
kami semua rakyat Mataram berhutang budi luar
biasa pada kalian semua.." ucap raja Mataram
Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan sembari
bersidekap kearah rombongan Padanaran dan
kemudian bergantian ke seluruh pendekar dunia
96
persilatan dan sisa-sisa para dewa yang berada di
sekelilingnya.
Sementara itu Jabrik Sakti Wanara dan
Intan Suci Angin Timur yang juga telah mendarat
dibumi nampak berdiri agak jauh dari rombongan
raja dan yang lainnya. Semula Uban ingin segera
bergabung dengan rombongan raja dan para
pendekar lainnya, namun malangnya dirinya
langsung di tarik menjauh oleh putri Pendekar Dua
Satu Dua yang ada di sebelahnya. "Kenapa kau
tidak mau kita bergabung bersama mereka adikku?
Tidakkah kau ingin bertemu dengan ayahmu?"
tanya Uban heran "Aku mau.. Tapi jangan sekarang
kakang... Aku belum siap bertemu ayah..." ucap
Intan Suci sambil menatap kakak angkatnya
dengan pandangan memelas. Uban nampak
menggaruk-garuk rambut jabrik ubanan miliknya.
dipandangnya pergi pulang sang gadis cilik dan
rombongan raja, apalagi saat rombongan pendekar
bulai dan lainnya keluar dari dalam tanah, matanya
langsung tertuju pada sosok berambut putih basah
yang di yakininya sebagai Malaikat Maut Berambut
Salju sang ayah kandung! Jantung Jabrik Sakti
berdegup keras melihat sosok sang ayah dari
kejauhan. sungguh ingin sang pemuda remaja
segera berlari mendapati sosok sang ayah, namun
rengekan dan genggaman tangan Intan Suci Angin
Timur membuat sang pemuda remaja jadi merasa
97
serba salah. Ditengah-tengah kebimbangan uban,
mendadak satu suara suitan terdengar melengking
nyaring dari mata langit kekelaman tanpa akhir!
"Lihat! Ada sesuatu yang aneh yang terjadi
pada manusia-manusia jahat di atas sana!" ucap
Setan Ngompol tiba-tiba sembari menunjuk keatas
udara. Raja dan para pendekar langsung
memperhatikan kearah langit dan benar saja, para
tokoh golongan hitam yang semula terlihat diam
membisu di udara itu kini nampak mulai
menunjukkan raut wajah buas dan penuh
kemarahan kala mendengar lengking suara suitan
yang datang dari mata langit. Suara geraman
layaknya binatang buas mulai terdengar
bersahutan dari mulut para durjana ini, sementara
mata tunggal di dahi masing-masing nampak
bersinar lebih terang dan menyorot langsung
kearah kelompok raja dan para pendekar di bawah
kaki mereka!
Tiba-tiba suara lengkingan tinggi tergantikan
oleh satu suara kerontangan batu di dalam kaleng
rombeng lalu beberapa saat kemudian, suara
Kakek Segala Tahu terdengar nyaring menggema
di udara!
Mataram oh bumi Mataram
puing prambanan menjadi saksi
ketika para iblis jahat merayap naik
98
dan mata kejahatan merambat turun
selikur para ksatria lautan pasir para durjana
darah mengalir jauh membasahi pertiwi
diatas sorak sang angkara murka
lari mungkin pilihan terselip hati kerdil
namun sejarah ditulis oleh pemenang
dan bukan untuk pecundang
Mataram oh bumi Mataram
kuatkan hatimu mantapkan tekadmu
angkara tak memilih ksatria
murka pun tak memilah jelata
raja dan ksatria angkat senjata
keadilan itu tak pernah buta
hidup mati pasti berbekas
tertoreh syahid dengan tinta emas
di ujung akhir Babad Pamungkas!
***
99
Bab 9
yair yang diucapkan oleh Kakek Segala Tahu
dibarengi suara kerontangan kaleng
rombengnya tanpa terasa membakar dan
membangkitkan kembali semangat di dalam diri
Raja Mataram dan para pendekar dunia persilatan.
Sri Maharaja Mataram Raja Rakai Kayuwangi Dyah
Pasingsingan kemudian mengedarkan
pandangannya ke sekeliling dan sesaat kemudian
dengan suara bergetar sang raja pun berucap
keras. "Sahabat-sahabat dan para saudaraku
wahai para dewa dan Ksatria... Nampaknya ini
adalah pertempuran terakhir yang harus kita hadapi
bersama... Hari ini kita masih bernafas itu adalah
sebuah anugerah... Jika besok kita pun masih bisa
bernafas maka itu adalah sebuah berkah... Namun
jika takdir menyatakan saat ini adalah saat terakhir
kita bernafas... Maka satu yang bisa aku janjikan
sebagai seorang raja kepada kalian wahai para
saudaraku para dewa dan ksatria... Selembar nafas
ini tidak akan terenggut dengan begitu mudahnya
oleh para durjana diatas sana! Kita boleh mati! Kita
boleh binasa! Namun satu yang harus kita ingat,
Kebenaran tidak akan pernah mati dikalahkan oleh
kejahatan...! Tetes darah terakhir kita mari kita
curahkan hanya untuk bumi Mataram...! Pantang
s
100
mati tanpa kemenangan...!!! Sekali lagi pantang
mati tanpa kemenangaaan....!!!" suara seruan keras
berapi-api yang keluar dari mulut sang raja,
langsung dibalas sahutan teriakan penuh semangat
oleh para pendekar dunia persilatan dan
bersamaan itu pula petir terlihat menggelegar dan
menyambar bergeredepan di langit pagi yang
gelap.
Begitu petir terakhir kilatannya hilang dari
pandangan mata, maka diiringi suara lengkingan
maha dahsyat yang keluar dari mata langit raksasa,
Para durjana yang dibangkitkan oleh mata langit
kekelaman tanpa akhir itupun dengan buasnya dan
didahului teriakan serta raungan keras langsung
melesat turun meluruk kearah para pendekar tanah
jawa! Melihat datangnya serbuan, para pendekar
dan para dewa negeri atas langit yang tersisa pun
langsung melesat menyambut datangnya serbuan
dengan dipimpin langsung oleh yang mulia raja
Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan!
Pertempuran hebat pun akhirnya dimulai
antara para pendekar dunia persilatan golongan
putih melawan tokoh-tokoh jahat yang dihidupkan
kembali oleh mata langit kekelaman tanpa akhir.
Suara denting senjata yang saling beradu dan
lesatan puluhan ilmu kesaktian maha dahsyat
kembali meraung merobek angkasa bumi Mataram!
101
Ditengah pertempuran yang terjadi, nampak
Lasedayu atau Hantu Langit Terjungkir berdiri diam
di tengah medan pertempuran dengan wajah sedih
menatap dua jalur ilmu pukulan sakti yang datang
berbarengan menyerang dirinya! Entah mengapa
sang kakek tua dari negeri Latanahsilam ini seolah
pasrah kala melihat dua sosok yang menyerang
dirinya dengan menggunakan pukulan jarak jauh
tersebut. Sedetik lagi tubuh sang kakek porak
poranda dimakan serangan, dua jalur ilmu
kesaktian lainnya datang langsung memapas
serangan yang datang darirah depan! Ilmu Bara
Setan Pengancur Jagat yang dilancarkan oleh
Hantu Bara Kaliatus dan ilmu Tangan Hantu Tanpa
Suara yang dikeluarkan oleh Hantu Muka Dua
kearah Hantu Langit Terjungkir pupus manakala
berbenturan langsung dengan ilmu yang
dikeluarkan oleh Lakasipo dan Hantu Raja Obat.
“Ayahanda...”seru kedua tokoh Latanahsilam
tersebut sembari memburu kearah Hantu Langit
Terjungkir “Aku tidak apa-apa...” ucap Lasedayu
dengan wajah murung. “Keparat durhaka! biar aku
yang menghabisi kedua hantu sialan itu...” dengus
Lakasipo penuh amarah. Lasedayu nampak
memegang pundak Lakasipo dan Hantu Raja Obat.
“Bebaskan dan sempurnakan jiwa kedua saudara
kalian itu... Dunia ini sudah bukan tempat mereka
102
lagi...” ucap Lasedayu dengan nada sedih. Hantu
Kaki Batu dan Hantu Raja Obat nampak
menganggukkan kepala dan langsung melesat
kearah Hantu Bara Kaliatus dan Hantu Muka Dua
yang telah kembali mengeluarkan ilmu pukulan
masing-masing kearah Lakasipo dan Hantu Raja
Obat. Benar-benar takdir yang menyedihkan dari
empat orang anak Hantu Langit Terjungkir yang
terpisah oleh rencana jahat dan dipertemukan oleh
takdir yang menyesakkan dada.
Sementara itu Maharaja Mataram Rakai
Kayuwangi Dyah Pasingsingan nampak terlihat
sibuk menggunakan telapak tangannya yang
membara kemerahan dan berukuran beberapa kali
lipat menghadapi serangan bertubi-tubi yang
dilancarkan oleh Momok Dempet dan Singo Abang.
Nyi Roro Kidul pun terlihat bergerak lincah kesana
dan kemari mempergunakan selendang hijaunya
saat menghadapi amukan Dewi Siluman Bukit
Tunggul, Dewi Kala Hijau dan Nenek Kelabang
Merah. Walaupun hanya berwujud sebuah
selendang, namun di tangan sang penguasa laut
selatan, selendang tersebut tidak ubahnya seekor
naga hijau yang hidup dan menerkam buas ke
segala jurusan!
Di tempat lain Ratu Laut Utara Ayu Lestari
nampak mengamuk hebat kala melawan keroyokan
103
Nyi Kuncup Jingga, Ning Kameswari dan Nyi
Harum Sarti, sang Ratu Laut Utara palsu yang
pernah menyekapnya dalam penjara dan nyaris
membuatnya tewas! “Aku akan membuat
perhitungan denganmu! kau harus merasakan apa
yang kurasakan di dalam neraka sana akibat
perbuatanmu wahai gadis keparat!” teriak Nyi
Harum Sarti sambil menjentikkan kesepuluh
kukunya. Sepuluh larik sinar putih nampak melesat
kearah sepuluh titik di tubuh Ayu Lestari, namun
segera musnah manakala Sri Ratu Ayu Lestari
menghantam kearah depan dengan mengunakan
kedua tangannya! Suara bergemuruh dibarengi
rubuhnya satu pohon raksasa manakala angin
pukulan yang dilepaskan oleh Ayu Lestari
menghancurkan ilmu sepuluh kuku kematian yang
dilepas oleh Ratu Laut Utara palsu.
Dari balik pohon yang rubuh kemudian
terlihat melesat Panji Ateleng dan Dewi Dua Musim
yang sebelumnya sedang melawan Raja Rencong
Dari Utara bersama Wirapati si Pendekar Pemetik
Bunga beserta Tiga Setan Darah. Pertempuran dua
pasangan pendekar muda ini rupanya sempat
terhenti akibat rubuhnya pohon yang terkena angin
pukulan yang dilepas oleh Ayu Lestari sang Ratu
Laut Utara sejati!
104
Di tempat lain Naga Kuning dan Setan
Ngompol pun terlibat pertarungan sengit melawan
Rangrang Srengi penguasa Istana Darah, Mayat
Hidup Gunung Klabat, Jagal Iblis Makam Setan,
serta Ratu Serigala! Dengan gerakan salto, Setan
Ngompol terlihat berhasil menghindari terkaman
Ratu Serigala, namun dari arah samping datang
tendangan Mayat Hidup Gunung Klabat yang
memburu kearah lehernya ‘Tundukkan kepala mu
kakek bau pesing!” teriak Naga Kuning seraya
mengeuarkan ilmu Naga Murka Merobek Langit
kearah Mayat Hidup Gunung Klabat yang
menyerang Setan Ngompol dengan
mempergunakan tendangan. Suara keras
terdengar dan Mayat Hidup Gunung Klabat
terhempas keras membentur sosok Jagal Iblis
Makam Setan yang sebelumnya sempat jatuh
karena serangan Naga Kuning sebelumnya.
“Terima kasih ning! Kalau tidak ada kamu bisa-bisa
leherku ini sudah lepas dari tadi…” kata Setan
Ngompol yang berjalan mendekat kearah Naga
Kuning yang masih dalam keadaan siaga “Nanti
saja terima kasihnya kek… Musuh kita masih
banyak..” ucap Naga Kuning. “Betul kata mu ning…
Tapi aku kok heran ya… Sebegitu banyaknya
begundal-begundal tokoh jahat kayak begini yang
di bangkitkan, kok tidak ada batang hidungnya si
Pangeran Matahari itu yah ning..?” ucap Setan
Ngompol sambil menghindari serangan tinju yang
105
dilancarkan Rangrang Srenggi “Kalau jagoan
umumnya muncul paling belakangan, nah penjahat
utamanya juga biasanya begitu kek, munculnya
paling buntut!” seru Naga Kuning sambil
mengeluarkan pukulan sakti Naga Kuning Merobek
Langit kearah Jagal Iblis Makam Setan dan Mayat
Hidup Gunung Klabat yang terlihat telah bangkit
dan sama-sama menyerbu dirinya dan Setan
Ngompol!
Pertarungan seru dan menegangkan terjadi
di berbagai tempat di areal bekas candi
prambanan. Panji Argomanik sang Singa dari
Gunung Bromo terlihat dengan tangkasnya
meladeni serangan Ki Ageng Tunggul Akhirat dan
saudaranya Ki Ageng Tunggul Keparat. Kemudian
Andana si Harimau Singgalang dengan sigap
meladeni serangan kompak kakek nenek Sepasang
Hantu Bercinta Luhjahillio dan Lajahillio. Tidak jauh
dari tempat itu Padanaran dan Karaeng Uleng Tepu
terlihat saling bertempur melawan keroyokan dua
Gadis Bahagia Luhkenanga dan Luhkemboja,
Mahesa Birawa dan Sarontang. “Ah badik bagus,
Serangan bagus pula! Senangnya diriku dapat
lawan tarung satu tanah tempat kelahiran…” ucap
girang Karaeng Uleng Tepu kala meladeni
serangan Badik Sumpah darah di tangan
Sarontang.
106
Di satu sisi lain, sinar berwarna putih
nampak berkali-kali melesat dari boneka kayu
bernama Kemuning yang berada dalam pegangan
Nyi Retno Mantili. Sinar-sinar tersebut laksana
hidup memancar dan menghantam kearah Patih
Wirabumi dan Adipati Jatilegowo yang mengeroyok
Sandaka Arto Gampito si Manusia Paku dan
Tubagus Kesumaputera alias Jatilandak!
Di bagian yang lain nampak Anggini dan
Mahesa Kelud juga terlihat sibuk meladeni dua
Sinuhun Merah Penghisap Arwah sementara
Purnama dan Mahesa Edan bertarung
berdampingan melawan Ketua Seratus Jin Perut
bumi dan Empat Mayat Aneh. Jika di darat
pertrungan berlangsung seru, maka diudara
Mataram pun terjadi pertarungan yang tidak kalah
serunya. Intan Suci Angin Timur dan Jabrik Sakti
Wanara nampak melesat kesana kemari melawan
Datuk Lembah Akhirat yang nampak turut melesat
meladeni serangan dua remaja tersebut dengan
menggunakan sepasang sarung tangan penyedot
batin miliknya!
Namun ada hal yang lucu dan cukup
menarik perhatian dalam pertarungan-pertarungan
yang terjadi di bumi mataram kali ini. Dan itu adalah
apa yang terjadi pada Pendekar Dua Satu Dua kala
berhadapan dengan satu nenek berpakaian kulit
107
kayu dan berwujud seperti burung berparuh
bengkok yang dikenal dengan sebutan Hantu
Santet Laknat! Bukannya saling bertarung, si nenek
malah merengek-rengek di kaki Pendekar Dua Satu
Dua dengan mesranya! Berulangkali si nenek
nampak merayu dan membujuk serta mengungkit-
ungkit tentang pernikahannnya dengan Wiro di
negeri Latanahsilam. Bidadari Angin Timur yang
sebelumnya sedang berkonsentrasi bertarung
berhadapan dengan Hantu Tangan Empat sampai
memerah mukanya karena jengah dan marah!
Sang gadis kemudian terlihat bergerak cepat
meninggalkan musuhnya ke arah Wiro dan
kemudian meraih kerah baju Pendekar Dua Satu
Dua untuk setelah itu melempar tubuh Pendekar
Dua Satu Dua kearah Hantu Tangan Empat! “Kau
lawan kakek kelebihan tangan itu, biar nenek gatel
ganjen ini aku yang lawan!” dengus sang gadis
sambil langsung menyerang hantu santet laknat
yang ada didepannya! Gadis kekasih Pendekar
Dua Satu Dua ini rupanya sedang terbakar api
cemburu!
Dari sekian banyak pertempuran yang
terjadi, pertempuran antara Lasedayu dan Latampi
serta Dewa Tuak dan sisa-sisa pada dewa-dewi
melawan Lamanyala dan Lakarontang mungkin
salah satu pertarungan yang paling mendebarkan.
Bagaimana tidak? Para tokoh dunia persilatan
108
sudah mencoba menghantam dengan pukulan
jarak jauh masing-masing namun selalu berhasil
dipatahkan oleh kobaran dinding api yang
dilepaskan oleh dua sosok yang tubuhnya selalu
terlihat dikobari api ini! Dinding berwujud kobaran
api yang cukup rapat menjadi pertahanan dan
sekaligus serangan yang sangat membahayakan
yang membuat hawa gelanggang pertempuran di
bekas candi prambanan benar-benar serasa
berada di dalam tungku neraka! “Oladalaaah jadi ini
yang bikin udara jadi panas seperti panggangan
singkong bakar? Ayooo ponakanku, bantu
pamanmu ini mendinginkan suasana…” ucap
Bujang Gila Tapak Sakti yang nampak melesat
sambil menarik Pandu si malaikat maut berambut
salju masuk kedalam kancah pertempuran.
Dinding-dinding kobaran api langsung dibalas
kontan serangan dinding es yang datang bertubi-
tubi! Benar-benar dahsyat kepandaian dua orang
berkepandaian inti es dan salju yang baru
bergabung dalam pertempuran melawan
Lamanyala si bekas utusan dewa dan Lakarontang
si jenazah simpanan ini!
***
109
Bab 10
ementara itu tanpa terasa matahari semakin
naik tinggi memuncak, semakin lama para
pendekar dan raja Mataram pun semakin
mampu menyudutkan dan akhirnya membinasakan
sebagian para durjana yang dibangkitkan oleh mata
langit raksasa. Semakin naik posisi matahari
kekuatan dari para durjana itu pun makin melemah.
Raja Mataram yang berhasil membinasakan
Momok Dempet dan Singo Abang dengan keris
Widuri Bulan dan keris Kanjeng Sepuh Pelangi
adalah yang pertama kali menyadari kemudian
diikuti oleh Lasedayu dan Latampi yang juga telah
berhasil menjatuhkan Lakarontang dan Lamanyala
dengan bantuan Dewa Tuak, Bujang Gila Tapak
Sakti dan yang lainnya.
“Kakek Lasedayu… Kakek Latampi… Para
durjana ini sudah jauh melemah… Aku perlu
bantuan kalian berdua seperti yang pernah kita
bahas sebelumnya…” teriak Sang raja kearah
Hantu Langit Terjungkir dan Si Penolong Budiman.
Hantu Langit Terjungkir dan Si Penolong
Budiman nampak saling berpandangan dan
kemudian terlihat mengangguk berbarengan.
Latampi kemudian terlihat memasang kuda-kuda
S
110
dan mengarakan kedua telapak tangannya kearah
langit, lalu Lasedayu nampak bersalto beberapa
kali diudara dan kemudian hinggap diatas kedua
tangan Latampi! Kedua kakek asal Latanahsilam ini
kemudian terlihat memejamkan mata dan mulut
terlihat komat-kamit mengucapkan suatu ajian!
Tiba-tiba getaran yang cukup kuat terasa di bumi
dan berbarengan dengan mencuatnya sinar
berwarna putih dari tubuh Latampi dan Lasedayu
yang saling menopang, tubuh-tubuh para durjana
tokoh jahat yang masih tersisa tiba-tiba
mengambang dan naik keudara!
Tiba-tiba Lasedayu mengeluarkan pekik
panjang dan diikuti juga oleh Latampi! Tubuh
Lasedayu kemudian terlontar sampai jauh kelangit
akibat tekanan dorongan yang dilakukan oleh Si
Penolong Budiman, pada ketinggian tertentu, tubuh
kakek yang memutuskan untuk tetap hidup dalam
keadan terjungkir ini kemudian kembali turun ke
bumi dengan dua tangan terpentang lebar! Dan
yang paling hebatnya adalah awan-awan yang
berada di langit kemudian terlihat saling bergabung
menyatu menjadi sosok sepasang telapak tangan
raksasa dan turut turun bersama sosok Hantu
Langit Terjungkir!
Tidak sampai disitu, Latampi yang berada
dibumi dan juga sedang merentangkan tengan
111
keatas kemudian kembali berteriak dan dari dalam
tanah muncul sebentuk telapak tangan raksasa
yang naik keatas menjemput turunnya tapak awan
raksasa yang dibawa oleh Lasedayu!
Inilah wujud dahsyat ilmu gabungan
Menebar Budi Menjungkirbalikkan Langit yang
dihadiahkan Simpul Dewa Agung Penyangga
Langit dan Bumi kepada dua orang kakek baik
yang selama hidupnya banyak mengalami
kemalangan ini.
Para durjana yang melayang mumbul dan
berada diudara seakan-akan bergerak tertarik ke
tangah-tengah tangan awan dan tangan bumi. Saat
kedua tangan Latampi dan Lasedayu akhirnya
saling bertemu, maka bertemu jugalah tangan
awan dan tangan bumi yang berbentuk bongkahan
tanah raksasa dengan para durjana ditengah-
tengahnya! Suara ledakan kembali berhamburan
dibarengi letusan bertebarannya bebatuan dan
tanah serta asap awan yang tercerai berai akibat
benturan maha dahsyat hasil pertemuan kedua
tangan dari ilmu Menebar Budi Menjungkirbalikkan
Langit yang dikeluarkan oleh Lasedayu dan
Latampi!
Begitu dahsyatnya ilmu Menebar Budi
Menjungkirbalikkan Langit yang di keluarkan oleh
Latampi dan Lasedayu ini membuat para durjana
112
tokoh sesat yang terkena dampak pukulan ini
nampak meraung mengeluarkan suara yang
menyayat hati! tubuh mereka yang terkena
himpitan tenaga tangan awan dan tangan bumi ini
langsung terlihat retak rengkah dan kemudian
pecah berhamburan dan sejurus kemudian
langsung berubah menjadi berkas asap hitam yang
lagi-lagi membumbung tinggi dan kembali masuk
ke mata langit yang menggantung di udara.
kejadian aneh kemudian terjadi mana kala mata
langit raksasa yang menyerap puluhan asap hitam
sisa-sisa raga para durjana yang musnah nampak
mulai mengecil dan terus menciut hingga akhirnya
ukuran mata langit yang semula begitu besarnya
kini bentuk dan ukurannya tidak ubahnya sosok
mata normal biasa!
Kejadian selanjutnya sungguh benar-benar
tidak dapat ditebak, setelah menyerap habis asap
dari para durjana yang telah dikalahkan, dari mata
langit itu sendiri kemudian keluar jalinan otot daging
dan serat serabut syaraf yang saling membelit dan
saling menjalin bertumbuh menjadi satu, lalu
membesar membentuk satu sosok tubuh manusia
sempurna yang kemudian terlihat terbungkus
dengan sendirinya oleh serat pakaian yang seolah
hidup membungkus tubuh sosok penjelmaan baru
dari mata langit. Sosok ini walaupun dikatakan
sempurna berwujud manusia namun wajahnya
113
yang berwujud seorang pria ini sangat menakutkan
membuat siapapun bergidik melihatnya.
Hidung nya terlihat hancur dan pipi kiri dan
rahang kirinya melesak kedalam, begitupun mata
kirinya juga nampak hancur dan juga turut melesak
kedalam. Namun yang membikin ngeri dan
membuat tampilan manusia satu ini terlihat
menakutkan adalah keberadaan sebuah kitab yang
terbuat dari kulit yang memancarkan aura seram
terlihat melekat terjahit di dadanya. Di tangan
kanannya sang pria juga terlihat memegang
sebuah lentera aneh. Lentera aneh tersebut
memiliki bagian yang tembus pandang terbuat dari
kaca tebal berwarna merah kuning dan hitam.
pegangannya terbuat dari logam yang membentuk
ukiran kepala naga!
"Apa Kataku...!" seru Naga Kuning kepada
Setan Ngompol kala melihat sosok penjelmaan
mata langit kali ini. "Sudah kubilang pangeran
kampret itu pasti jagoan terakhirnya! Lagu lama!
Gampang ketebak!" seloroh sang bocah sambil
pencongkan mulut sendiri. "Kau benar ning! Laris
sangat ini pangeran yah... Sogokannya sama iblis
neraka mantap kali sampai bisa nongol di bumi
berulang-ulang..." ucap Setan Ngompol sambil
terkekeh geli namun kemudian kembali membekap
celana kuyupnya. Benar seperti apa yang dikatakan
114
oleh Naga Kuning, sosok yang kali ini dibangkitkan
dan dijadikan perwujudan oleh Mata Langit
kekelaman tanpa akhir adalah Pangeran Matahari
si Segala Licik dan Segala Congkak!
Pendekar Dua Satu Dua terlihat mengusap
mukanya sambil memandang kearah sosok
Pangeran Matahari yang masih menggantung di
udara dalam keadaan menutup mata "Lagi-lagi aku
harus berhadapan dengan pangeran geblek satu
ini... Entah nyawanya yang rangkap atau memang
manusia kapiran ini punya keberuntungan yang
tidak ada habis-habisnya... Susah benar di bikin
mati!!" keluh sang pendekar. Satu tangan terlihat
memegangi pundak Pendekar Dua Satu Dua dan
ini membuat Wiro berpaling kearah orang yang
memegangi pundaknya. "Aku merasakan sesuatu
yang tidak menyenangkan Wiro... Sosok diatas
sana memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh para
tokoh-tokoh jahat sebelumnya yang kita lawan
tadi..." ucap Karaeng Uleng Tepu yang berdiri di
sampingnya. "Aku mengerti Karaeng... Akupun
turut merasakan apa yang kau rasakan... Jujur aku
telah berkali-kali melawan dan mengalahkan sosok
manusia kapiran diatas sana... Namun kali ini
rasanya ada sesuatu yang berbeda dari
kehadirannya.. Sesuatu yang lebih jahat dan
kejam..." desis Wiro.
115
Tiba-tiba seluruh tubuh para pendekar dan
raja Mataram beserta kedua ratu dan para dewa
yang ada disitu terasa berat dan tidak dapat
digerakkan! "Celaka! ini pengaruh kabut dewa!
teriak Panji Ateleng “Tidak mungkin! Harusnya
kabut dewa sudah dimusnahkan saat kehancuran
kerajaan Perut Bumi dan juga berputarnya kembali
poros buana.. Ini harusnya sesuatu yang lain...”
sambung Dewi Dua Musim.
“Bagaimana bisa begini kakang Wanara?
Aku sudah membebaskan Kiai Naga Waskita dan
Kiai Naga Wisesa dari Pasak Pemasung Dewa...
Bahkan Uwak Datuk Rao Bamato Ijo sampai-
sampai mengorbankan hidupnya hanya untuk
melawan Raja Serigala Kabut Taring Besi di poros
buana sana... Jadi bagaimana bisa kabut ini
mendadak muncul kembali kakang?” ucap panik
Intan Suci Angin Timur kala dirasakannya tubuhnya
terasa berat tidak bisa digerakkan karena belitan
kabut yang merayap dari kaki hingga ke sekujur
badannya. Setelah berhasil mengalahkan Datuk
Lembah Akhirat Intan Suci Angin Timur dan sang
kakang memang langsung turun menginjakkan kaki
dan tanpa sadar ikut terbelit oleh kabut yang tiba-
tiba muncul.
“Kurasa ini bukan kabut dewa seperti
sebelumnya adikku... Jika ini kabut dewa, harusnya
116
Kitab Seribu Bintang yang sudah berisi Bunga
Tanjung Kasih Dewa dipunggungku bisa
menghalaunya... Tapi ini tidak! Kabut ini jauh lebih
kuat dari pada kabut dewa!” jawab Jabrik Sakti
Wanara.
Dalam keadaan menegangkan dimana
sekujur tubuh semua orang yang ada ditempat itu
tidak bisa bergerak karena terbelit kabut berbalut
halimun tipis, tiba-tiba sosok Pangeran Matahari
terlihat mengarahkan Lentera Iblis
digenggamannya kearah bawah, lentera
ditangannya tiba-tiba berpendar dan diikuti oleh
berpendarnya kitab Wasiat Iblis yang terjahit di
dadanya dibarengi bentakan sang pangeran, dua
lajur sinar berwarna hitam pekat nampak keluar
dari lentera iblis dan kitab wasiat iblis! Kedua
cahaya hitam tesebut terlihat saling membelit
kemudian menyatu dan berubah membesar
beberapa kali lipat dan langsung menggebrak
menuju kearah raja dan para pendekar yang
terjebak terbelit oleh kabut aneh yang datang
secara tiba-tiba!
“Celaka! Kita tidak bisa mengeluarkan ilmu
kesaktian yang kita miliki.. Kabut sialan ini
menghalangi kita melakukan pemusatan tenaga
dalam...”Keluh Anggini yang juga seperti yang lain
yang berada dalam keadaan terkunci.
117
Sesaat lagi lajur pukulan jarak jauh
berukuran sepemelukan pohon beringin ini
menghantam raja dan para pendekar, tiba-tiba dari
balik awan yang bergerombol diatas langit, melesat
memapak satu sinar berwarna keemasan yang
langsung menghantam pukulan milik Pangeran
Matahari! Suara dahsyat kembali menggelegar di
udara, dan bersamaan dengan ledakan tumbukan
diudara, kabut aneh yang sebelumnya menyekap
dan membelit tubuh para pendekar pun sontak
langsung sirna! Raja dan para pendekar akhirnya
bisa kembali menggerakkan tubuh mereka.
“Kita sudah bisa bergerak lagi ning! Tapi
Sinar apa itu yang tadi datang menghantam
pukulan pangeran keblinger itu ya ning? Tanya
Setan Ngompol seraya memeriksa sekujur
tubuhnya dengan tangannya. Setelah puas
memeriksa, enak saja kakek bermata jereng ini
mengelap tangan basahnya ke punggung pakaian
Naga Kuning! Kontan saja si bocah langsung
menjauh dan memaki panjang pendek.
***
118
Bab 11
ementara itu, sri Maharaja Mataram Rakai
Kayuwangi Dyah Pasingsingan nampak
memandang gerombolan awan diatas sana
dengan pandangan tegang. Jantung sang raja
berdegup begitu kencang “Sang Hyang Jagatnatha!
Apa benar hari ini adalah hari yang telah ditentukan
itu...” sang raja nampak mengelus-elus dadanya
berusaha menahan debaran jantungnya yang
berdegup laksana derap kaki kuda!
Pangeran Matahari nampak perlahan
membuka kedua matanya. Kegeraman luar biasa
terpancar dari roman muka sang pangeran segala
licik dan segala congkak tersebut. Dengan penuh
amarah, sang pangeran terlihat memalingkan
wajahnya kearah gerombolan awan putih dimana
sebelumnya keluar sinar berwarna keemasan yang
menghadang pukulan yang dilepaskannya.
Gerombolan awan yang dilihat oleh
Pangeran Matahari dan raja serta para tokoh
lainnya sebelumnya terlihat seperti awan putih
biasa pada umumnya. Namun beberapa saat awan
tersebut terlihat seperti hidup beranjak turun
mendekat kearah para pendekar! Dalam sekejap
kumpulan awan tersebut terlihat memancarkan
S
119
cahaya putih lalu dari balik awan putih yang
bergerombol tersebut tiba-tiba muncul tujuh sosok
yang memancarkan cahaya keemasan. Ketujuh
sosok terebut adalah sosok raja Mataram generasi
terdahulu mulai raja Mataram Rakai Kayuwangi
Dyah Lokapala, Rakai Kayuwangi Dyah
Panangkaran, Rakai Kayuwangi Dyah
Lokamahendra, Rakai Kayuwangi Dyah
Indrarajasa, Rakai Kayuwangi Dyah Baladewa,
Rakai Kayuwangi Dyah Asmaratungga, dan terakhir
Rakai Kayuwangi Dyah Antawijaya ayahanda
terkasih Sri Maharaja Mataram terakhir Rakai
Kayuwangi Dyah Pasingsingan! Tujuh raja Trah
Rakai Kayuwangi kembali berkumpul membentuk
lingkaran di langit Mataram! Dan bukan hanya itu
saja, dibalik lingkaran para raja terdahulu bumi
Mataram ini berjejer pula barisan tokoh dunia
persilatan golongan putih yang telah tiada! mulai
dari Nyanyuk Amber,Raja Penidur, Kiai Gede Tapa
Pamungkas, Datuk Rao Basaluang Ameh, Resi
Bathara Padma atau lebih dikenal dengan nama
Aryo Segoro sang pendekar kapak maut naga geni
dan pasangannya pendekar pedang naga suci
Kinanti Saraswati, Sinto Weni dan Sukat Tandika,
Resi Kandawa Abithar, Datuk Perpati Alam Sati
dan masih banyak tokoh putih lainnya yang gugur
dalam pertempuran melawan Kerajaan Perut Bumi.
120
Raja termasuk para tokoh dari golongan
putih nampak meneteskan air mata penuh
kebahagiaan kala melihat orang-orang bercahaya
yang muncul dari balik awan bersama rombongan
Maharaja Mataram terdahulu. Termasuk
didalamnya Pendekar Dua Satu Dua kala melihat
sang guru Sinto Gendeng dan Sukat Tandika
berada di jajaran para tokoh silat golongan putih
yang berdiri di belakang barisan raja-raja Mataram.
“Allah Maha Besar!! Akhirnya aku bisa kembali
melihat dirimu eyang...” ucap sang pendekar dalam
hati dengan mata haru
Disaat semua orang masih terpana akan
kedatangan rombongan raja Mataram terdahulu
dan para tokoh sepuh dunia persilatan yang datang
dalam gerombolan awan, mendadak satu suara
penuh wibawa terdengar menggelegar dari mulut
ke tujuh raja Mataram!
“Tan Kena Wola-wali Berbudi
Bhawalaksana... Tan Kena Wola-wali Berbudi
Bhawalaksana...! Titah Raja Tidak Akan Terulang.
Teguh Bagaikan Karang, Ganas Bagaikan Ombak..
Sabda Pandhita Ratu... SABDA PANDHITA RATU
MANUNGGALING KAWULA GUSTI, Rawuh
Pamungkas Satrio Piningit! Rawuh Pamungkas
Satria Piningiiiiittt!!!! RAWUUUH PAMUNGKAS
SATRIO PININGIIIIITTTTTT!!!"
121
Begitu suara gemuruh Sabda Pandita Ratu
Manunggaling Kawula Gusti yang keluar dari mulut
ketujuh raja Mataram tersebut berhenti, cahaya
keemasan disalut warna pelangi berbentuk aksara
jawa tiba-tiba nampak menyeruak berpendar dari
tubuh ketujuh raja Mataram terdahulu yang
melayang diangkasa di dalam Kumpulan awan.
Ketujuh cahaya tersebut kemudian bersatu dan
kemudian melesat sesaat dan kembali pecah
menjadi empat bagian. satu bagian melesat
menuju kearah raja Mataram Rakai Kayuwangi
Dyah Pasingsingan, dan sisanya lagi melesat
menuju kearah Pendekar Dua Satu Dua, Mahesa
Edan dan Mahesa Kelud!
Raja dan ketiga pendekar bumi Mataram ini
kemudian nampak seolah terbelit cahaya pelangi
keemasan dan turut pula nampak berpendar. Lalu
dengan satu sentakan dahsyat keatas udara, tubuh
raja dan ketiga pendekar tersebut nampak melesat
keangkasa dengan kecepatan luar biasa! Satu
cahaya yang teramat menyilaukan tiba-tiba
melintas mana kala tubuh keempatnya yang
terbungkus aksara jawa keemasan ini nampak
mulai menyatu dalam satu bentuk bola cahaya
yang berwarna pelangi keemasan! Bola cahaya
tersebut melesat tepat kearah Pangeran Matahari
yang mengambang dengan pongahnya. Lalu
setelah berjarak sepuluh tombak, bola cahaya
122
tersebut nampak meledak menggelegar dan luruh
menjadi serpihan cahaya yang menyisakan sosok
putih bercahaya berpendar lembut yang nampak
turut pula berdiri mengambang gagah di hadapan si
segala licik segala congkak!
Pangeran Matahari nampak menyipitkan
matanya yang memang tinggal sebelah itu sambil
menatap menyorot tajam kearah sosok bercahaya
dihadapannya. Dihadapannya Nampak berdiri
melayang sosok seorang pria berambut panjang
terurai yang mengenakan kain putih panjang
berselempang di dada hingga ke kakinya.
Wajahnya tidak terlalu terlihat jelas karena satu
selubung cahaya yang memancar dari wajah sang
pria. Di atas kepala sang pria terlihat sebuah
mahkota yang nampak mengambang melayang
diatas kepala sang pria dan memancarkan warna
keperakan. Tangan kiri nampak bersidekap di
depan dada sementara tangan kanannya terlihat
menggenggam sebilah senjata berwujud aneh.
Senjata yang dipegangnya pada pangkalnya
nampak seperti sebuah kapak bermata dua namun
ditengah-tengah kapak tersebut bilahnya nampak
terus menjulang memanjang dan berwujud pedang!
Apalagi kalau bukan Kapak Pedang Naga Dewa
Dua Satu Dua yang ada dalam legenda!
123
Melihat sosok bercahaya yang berdiri
melayang tegap diudara memegang kapak pedang
naga dewa dua satu dua, tanpa terasa bening
merembes di sudut mata Dewa Tuak. Saat
lengannya kemudian di sentuh oleh Anggini, Dewa
Tuak nampak memalingkan wajah dan tersenyum
kearah sang murid "Tidak ku sangka di usia ku
yang sudah bangkotan bau tanah ini.. Gusti Allah
masih memberiku anugerah kesempatan untuk
melihat langsung turunnya Satrio Piningit yang
hanya pernah kudengar di dalam legenda... Kita
masih punya harapan... Dunia persilatan masih
punya harapan muridku..." ucap Dewa Tuak
dengan suara bergetar. Sang murid pun nampak
mengangguk penuh rasa haru.
Melihat senjata yang dipegang oleh sosok
Satrio Piningit yang merupakan perpaduan Kapak
Maut Naga Geni Dua Satu Dua dan pedang naga
suci dua satu dua yang keduanya semula tertanam
di dada Wiro, sang pangeran nampak
mengerenyitkan kedua alisnya. tiba-tiba seolah
hidup kitab wasiat iblis yang terjahit di dadanya
nampak bergerak liar! satu persatu benang urat
darah yang menyatukan kitab tersebut ke kulit dada
Pangeran Matahari mulai terlepas. lalu begitu
benang urat darah yang terakhir terlepas, seolah
hidup kitab tersebut nampak bergerak merayap
kearah lengan Pangeran Matahari yang memegang
124
lentera iblis! kitab tersebut bagaikan memiliki
nyawa nampak langsung membelit lentera di
tangan si segala congkak dan lentera dan kitab
tersebut tiba-tiba mengeluarkan nyala kobaran api
berwarna hitam yang sangat besar, sehingga
membuat Pangeran Matahari terpaksa melepaskan
pegangannya pada logam pegangan lentera.
***
125
Bab 12
etelah beberapa saat berlangsung, kobaran
api hitam besar yang nampak melayang
tersebut terlihat bergerak kembali kearah
tangan Pangeran Matahari yang langsung
menyambutnya. sosok kobaran api tersebut
perlahan mulai berubah menjadi satu bentuk
pedang hitam membara di tangan Pangeran
Matahari! Pangeran Matahari untuk beberapa saat
memperhatikan benang urat darah api yang timbul
dari gagang pedang yang kemudian membelit dan
memasuki pergelangan tangannya. satu kekuatan
yang teramat dahsyat dan penuh kebencian
merasuk dari genggaman tangannya melalui
Pedang Kitab Lentera Iblis yang berada di
genggaman tangannya!
"Mahkluk Autih... " suara Pangeran Matahari
terdengar berat dan dalam seolah dikeluarkan dari
dalam jurang tanpa dasar. "Aku tidak mengenali
wujudmu... Namun aku masih bisa dengan jelas
membaui dan merasakan bahwa di dalam wujudmu
itu, terdapat sosok yang paling kubenci di dalam
seluruh jiwa dan kesadaranku yang masih
tersisa..." lanjut sang pangeran.
s
126
"Wiro Sableng Haram Jadaaah!!! Terkutuk
dirimuu keparaaat...!!! Aku tahu kau ada di dalam
sana...!!!" teriak Pangeran Matahari sembari
menunjuk dengan telunjuknya yang bengkok ke
arah sosok bercahaya dan berbaju putih di
hadapannya.
"Siksa api neraka tidak membuat dendamku
luntur wahai Pendekar Dua Satu Dua! Pedih dera
dan rajaman cambuk dan gergaji penghuni neraka
pun tidak juga membuat dengki ku surut dan pupus
pada dirimu!" suara Pangeran Matahari semakin
terdengar berat dan bergetar
"Aku yang terjeblos dalam dunia kegelapan
penuh siksa neraka jahanam sama sekali tidak
pernah menyangka akan datang kembali
kesempatan seperti ini.... Memang.. Berulang kali
aku dibangkitkan... Namun... Berulang kali pula aku
kau kalahkan keparat...!!! Tapi kali ini....
Kesempatan pun kembali menyapa... Kali ini.....
Aku pastiiii akan membuatmu.... " belum lagi
menyelesaikan apa yang ingin di utarakannya,
ucapan sang pangeran tiba-tiba terputus manakala
satu benda yang melesat dari arah bumi dengan
secepat kilat menghantam dan membasahi
kepalanya! Letupan-letupan kecil terlihat di wajah
sang pangeran yang dibasahi oleh cairan hangat
berbau pesing yang tadi menghantam wajahnya!
127
Mata nya melirik sekilas dan dirinya masih bisa
melihat sebuah kaleng rombeng yang tadi menimpa
kepalanya terlihat jatuh setelah menghantam
kepalanya. sebuah kaleng rombeng yang
sebelumnya berisi air kencing manusia!
"Woooi Pangeran Geblek.. Dirimu
kebanyakan ngomong! Sudah basi! Kalau mau
gelut ya gelut saja! Sudah capek kita ketemu kamu
lagi kamu lagi! Sekali ketemu lagi ini malah ngajak
sarasehan! Kalau memang gentar sama Satrio
Piningit, Tuh... Lawan saja kakek bau pesing ini...
Dia tadi yang nimpuk dirimu pakai kaleng gombal
isi air kencingnya sendiri...!" seru Naga Kuning
sambil menunjuk asal-asalan ke arah Setan
Ngompol yang langsung mengumpat panjang
pendek. "Lah kok jadi aku? Kok jadi akuuuu? Dasar
bocah setan! Kau yang nimpuk pakai kaleng tadi
bukan akuu!” sanggah Setan Ngompol. “Aku yang
nimpuk tapi kalengnya kan isinya air kencing mu
kek..!!!” balas Naga Kuning sambil lelet kan lidah.
“Ku kasih lah karena dirimu yang minta! Mana ku
tahu kalau kau pakai buat nimpuk kepala orang!”
rutuk Setan Ngompol dengan gemas kearah Naga
Kuning yang malah terlihat tertawa terpingkal-
pingkal. Sementara itu didekat Setan Ngompol,
Kakek Segala Tahu terlihat mengomel panjang
pendek saat menyadari kaleng rombengnya telah
raib di tilep Naga Kuning dan dipakai untuk
128
menampung air kencing untuk dilemparkan ke arah
Pangeran Matahari!
Dengan sebelah matanya Pangeran
Matahari nampak mendelik tajam kearah bawah
dan secara tiba-tiba sang pangeran nampak
melesat deras kearah Naga Kuning dan Setan
Ngompol!
“Manusia-manusia celaka! Kalian berdua
yang harus mati pertama kali!” teriak sang
pangeran dengan penuh kemarahan.
“Tobaaat!! Semua ini gara-gara kelakuan
mu Naga Kuning kampret!” teriak Setan Ngompol
seraya menaikkan celananya tinggi-tinggi lalu lari
tunggang langgang! Lucunya walaupun marah dan
kesal kepada si bocah berambut jabrik, sang kakek
masih sempat-sempatnya meraih kerah baju si
bocah berambut jabrik dan membembengnya
sambil melarikan diri!
Tubuh Pangeran Matahari yang melesat
turun mengejar Setan Ngompol dan Naga Kuning
yang berada didaratan tiba-tiba terhenti diudara
kala satu sosok putih terlihat datang menghadang
didepannya. Melihat sosok yang menghadangnya,
amarah sang pangeran pun langsung meluap tak
terbendung lagi! “Semua ini gara-gara engkau
makhluk keparat!” teriak buas Pangeran Matahari
129
kepada sosok Satrio Piningit yang menghadang
dirinya.
Selarik sinar hitam bergerdepan
menggidikkan melesat menyambar manakala
Pangeran Matahari dengan penuh kemarahan
menyerang menggunakan pedang kitab lentera iblis
kearah sosok Satrio Piningit! Suara memekakkan
dan sinar kehitaman berkiblat diudara dan
membentur cahaya putih yang keluar bersamaan
dengan suara ribuan tawon mengamuk! Pangeran
Matahari nampak tersurut mundur namun Satrio
Piningit yang nampak melintangkan kapak pedang
naga dewa dua satu dua hanya terlihat bergetar
sesaat. “Jahanaam... Akan kukirim kau ke dasar
naraka...!”rutuk sang pangeran sambil kembali
melesat terbang dengan pedang terpentang
menjurus langsung kearah Satrio Piningit!
Pertarungan hebat ditengah udara pun
kemudian kembali terjadi di angkasa Mataram.
Sinar hitam dan putih nampak melesat kesana
kemari dengan kecepatan luar biasa! Suara-suara
ledakan di udara berulang kali pun terdengar akibat
terjadinya benturan antara Pedang Kitab Lentera
Iblis dan Kapak Pedang Naga Dewa Dua Satu Dua
yang dipergunakan oleh Pangeran Matahari dan
sosok Satrio Piningit.
130
Benar-benar pertarungan di udara yang
saling mengutamakan kecepatan gerak tubuh
laksana kilat dipertunjukan oleh Pangeran Matahari
dan Satrio Piningit. Pertarungan Kecepatan yang
tidak lumrah ini membuat sampai-sampai sudah
tidak bisa dilihat lagi oleh orang biasa dengan
menggunakan mata telanjang! Pada satu
kesempatan, saat tusukan pedang kitab lentera
iblis kembali berhasil dipatahkan oleh tebasan
kapak pedang naga dewa dua satu dua, secara
curang dengan menggunakan sebelah tangannya
Pangeran Matahari secara membokong
mengeluarkan ilmu pukulan Gerhana Matahari
Alam Baka langsung kearah rombongan raja
Mataram! Satu sinar merah, kuning dan hitam
yang berbau daging hangus sangit serta
mengeluarkan hawa panas luar biasa menerjang
bagaikan badai siap meluluh lantakkan apapun
yang menghalangi! Dengan tawa terbahak
Pangeran Matahari melihat bagaimana serangan
curangnya melesat kencang dan luput dari
jangkauan dan perhatian Satrio Piningit!
Namun tawa sang pangeran langsung
hilang bagaikan direnggut setan manakala
menyaksikan satu kejadian luar biasa yang
selanjutnya terjadi. dari dalam gugusan awan putih,
para sesepuh dunia persilatan yang berdiri diam
dibelakang ke tujuh raja Mataram terlihat
131
menghentakkan tangan masing-masing lalu
puluhan sinar pukulan beraneka warna pun terlihat
melesat membumbung keangkasa! Tidak sampai
disitu saja, satu sosok laksana kilatan bintang
kejora kemudian terlihat melesat dari kumpulan
tokoh sepuh dunia persilatan tersebut, dan
kemudian mempertunjukkan satu keahlian yang
sukar untuk dipercaya!
Sosok tersebut terlihat laksana menari-
menari indah diantara lesatan berbagai sinar
pukulan jarak jauh lalu kemudian sosok tersebut
nampak menggulung semua sinar pukulan tersebut
dengan menggunakan kedua tangannya menjadi
satu bola sinar pukulan berwarna-warni maha
besar untuk kemudian dilepaskan kembali menjadi
satu kesatuan kearah datangnya sinar pukulan
gerhana matahari alam baka yang dilepas
Pangeran Matahari!
Suara menggelegar disertai angin ribut
langsung menerpa dan membuat setiap orang yang
ada di tempat itu tersurut mundur beberapa tindak
manakala getaran ledakan pertemuan ilmu-ilmu
dahsyat yang dibungkus dan dilepas oleh Jaka
Pesolek Penangkap Petir ini, telak menghantam
dan membuyarkan serangan bokongan yang
dilakukan oleh Pangeran Matahari. Hanya para raja
Mataram dan para sesepuh dunia persilatan yang
132
berada didalam kumpulan awan saja yang seolah
tidak terpengaruh oleh dampak tumbukan ilmu
kesaktian yang meledak di udara tersebut.
“Astaga! Ilmu apa yang dipakai sosok
pemuda berbaju hitam diatas sana? Tidak pernah
kudengar sebelumnya ada orang yang mampu
melakukan hal seperti itu! Benar-benar
mengagumkan!!” seru Andana si Harimau
Singgalang
“Betul apa yang kau katakan sahabatku...
Benar-benar hebat orang itu... Aku benar-benar
tidak akan percaya jika tidak melihat dengan mata
kepala sendiri... Bagaimana bisa ada orang di
dunia ini yang mampu menangkap berbagai ilmu
pukulan jarak jauh lalu membungkusnya dan
kemudian melepaskannya kembali sesuka hati!
Benar-benar luar biasa...” Desis Panji Argomanik
sang Singa Gurun Bromo sambil menatap takjub
kearah sosok Jaka Pesolek Penangkap Petir yang
terlihat kembali melesat masuk kedalam barisan
awan bersama para raja Mataram tepat dibelakang
sang junjungan Sri Maharaja Rakai Kayuwangi
Dyah Lokapala!
Amarah luar biasa kembali menguasai
Pangeran Matahari manakala menyaksikan
serangan bokongannya dipatahkan secara luar
biasa oleh sosok pemuda yang dulu hampir-hampir
133
diperkosanya tersebut. Sang pangeran dengan
buasnya kemudian kembali menggenjot tubuhnya
diudara dengan pedang terhunus kali ini diarahkan
langsung kearah gerombolan awan putih dimana
para raja dan para sesepuh berada! Namun
ternyata usaha dan harapannya tidak segampang
itu, karena kembali kapak pedang naga dewa dua
satu dua datang memapak dan menekan sang
pangeran untuk beranjak mundur dari wilayah
gerombolan awan putih.
Suara teriakan amarah mengegelegar
keluar dari mulut miring pencong Pangeran
Matahari! Lalu dengan gerakan kalap membabi
buta, pangeran yang terlahir bernama Anom ini
merangsek maju kearah Satrio Piningit yang
kemudian nampak bergerak indah laksana seekor
elang yang terbang lurus di tengah amukan buas
rajawali!
Kembali suara denting dan pijar api hasil
benturan dua senjata sakti terlihat di langit Mataram
diantara desiran-desiran bayangan berwarna hitam
dan putih yang bergerak dilangit dalam kecepatan
yang luar biasa. Di satu kesempatan, kapak
pedang naga dewa dua satu dua yang dipegang
Satrio Piningit secara tidak terduga dalam gerakan
lurus tiba-tiba melenting dan lentur bergerak dan
berhasil mengiris urat besar yang ada di tangan
134
Pangeran Matahari! Semburat api berwarna hitam
pekat langsung nampak menyembur dari luka di
tangan sang pangeran! “Jahanaaam kau!” teriak
Pangeran Matahari yang merasa kesakitan seraya
berusaha menghantamkan pedang di tangannya
kearah tubuh Satrio Piningit, namun itu semua
sudah terlambat. Setelah berhasil merobek lengan
Pangeran Matahari, badan pedang kapak yang
semula terlihat lentur tiba-tiba menukik dan
mengeras kaku menghujam langsung ke dada
pangeran yang sudah beberapa kali bangkit dari
kematian tersebut!
Pangeran Matahari nampak berteriak keras
manakala kapak pedang dewa naga dua satu dua
perlahan namun pasti memasuki kulit dadanya,
sambil menghujam kapak pedang agar masuk
semakin dalam, Satrio Piningit pun terlihat
langsung merangkul erat tubuh Pangeran Matahari!
tubuh sang pangeran nampak mulai dikobari
kobaran api yang membuncah keluar dari luka di
dadanya! Dengan menahan sakit yang luar biasa,
Pangeran Matahari terus melesat tinggi keangkasa
bersama sosok Satrio Piningit yang masih
merangkul Pangeran Matahari dan terus
menghujamkan kapak pedang naga dewa ke dada
sang pangeran. Tiba-tiba di tengah angkasa, sosok
Pangeran Matahari yang terbakar api mulai
membesar dan mulai berubah menjadi sesosok ular
135
hitam bermata satu maha besar berwarna hitam
yang berusaha naik semakin tinggi keangkasa!
"Astaga! Coba kalian semua lihat! Pangeran
keblinger itu berubah wujud menjadi seekor ular
naga raksasa!" teriak Naga Kuning sambil
menunjuk keatas langit. "Ah yang benar saja ning?
Apa benar pangeran sontoloyo itu berubah jadi ular
raksasa atau ularnya si pangeran yang malah tiba-
tiba berubah menjadi naga raksasa?" timpal Setan
Ngompol sembari berulangkali memicingkan mata
jerengnya kearah yang ditunjuk oleh Naga Kuning.
mendengar selorohan Setan Ngompol, Naga
Kuning sontak memalingkan mata dan mendelikkan
mata kearah sang kakek bertelinga terbalik. "Dasar
kakek sedeng! Setidaknya ularnya si pangeran
lebih gede dari terong lalap kisut basah kuyup
milikmu itu.." cerocos Naga Kuning yang kontan
membuat Setan Ngompol terdiam sambil
pencongkan mulut.
Sementara itu bersamaan dengan
perubahan sosok Pangeran Matahari menjadi
sosok naga hitam raksasa, sosok Satrio Piningit
pun tiba-tiba dari kejauhan nampak kembali ke
bentuk bola cahaya lalu diikuti oleh suara ledakan
besar, bola cahaya tersebut nampak meledak dan
serangkum cahaya bagaikan bintang kejora terlihat
melesat jatuh turun kebumi!
136
Cahaya yang melesat dari arah melesatnya
naga hitam raksasa itupun kemudian menghantam
bumi dan membuat debu tanah kembali
menyemburat ke udara. Dewa Tuak dan yang lain
lekas memburu kearah dimana cahaya dari langit
jatuh dan disana mereka mendapati raja Mataram
Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan dalam
keadaan setengah berdiri nampak terbatuk sambil
memegangi kepalanya dengan sebelah tangannya.
"Yang Mulia.. Apakah kau baik-baik saja? Apa yang
terjadi sebenarnya?" ucap Dewa Tuak sembari
memapah bangun sang raja Mataram. Setelah
mengusap wajahnya yang muram sang raja
nampak menengadahkan mukanya dan menatap
kepergian naga hitam raksasa yang berusaha
menggapai ujung langit dengan perasaan kesal.
"Mereka bertiga... Mereka bertiga memang benar-
benar keterlaluan..." ucap jengkel sang raja sambil
masih memegangi kepalanya yang terasa pening.
Rupanya saat sosok Pangeran Matahari
akhirnya moksa akibat tusukan kapak pedang naga
dewa dua satu dua dan berubah menjadi sosok ular
raksasa bermata satu, tubuh Satrio Piningit pun
akhirnya pun turut kembali ke sosok masing-
masing yaitu sosok raja Mataram, Wiro, dan kedua
Mahesa. Dan dalam waktu yang sedemikian
singkat tersebut Wiro nampak memberikan tanda
kepada kedua rekannya tersebut untuk
137
menggunakan tenaga lembut untuk
menghempaskan raja Mataram lepas dari tubuh
naga raksasa dan meluncur jatuh ke bumi!
"Maafkan ketidak sopanan kami wahai
paduka raja... Tapi baginda harus tetap hidup demi
rakyat Mataram di bawah sana..." ucap Wiro sambil
tersenyum diikuti oleh Mahesa Edan dan Mahesa
Kelud yang bahkan sama-sama mengacungkan
jempol kearah paduka raja yang terlihat meluncur
deras turun ke bumi! Hal inilah yang membuat sang
raja sedikit mengkal dan jengkel namun di lain
pihak, sang raja juga merasa sedih karena
mengetahui kalau ke tiga pendekar tersebut
sengaja melakukan itu untuk mengorbankan diri
mereka sendiri demi keselamatannya dan
kelangsungan hidup kerajaan Mataram.
Sementara itu di bumi Mataram, semua
yang ada di tempat itu baik para tokoh dunia
persilatan maupun para dewa dan dewi yang
tersisa dengan menggunakan kemampuan melihat
dari kejauhan dengan tegang melihat bagaimana
Wiro dan kedua Mahesa dengan gigihnya berusaha
membinasakan ular hitam raksasa bermata satu
yang sedang merayap naik ke ujung angkasa. Wiro
dengan kapak pedang naga dewa terlihat
menghujamkan dengan sekuat tenaga senjatanya
tersebut ke tengkuk sang ular raksasa. Di bagian
138
perut Mahesa Kelud juga nampak melakukan hal
yang sama dengan mengunakan Pedang Dewa
Sakti kepunyaannya sementara Mahesa Edan
menggunakan Keris Naga Biru miliknya untuk
mengoyak perut bawah dekat dengan bagian ekor.
Ketiganya nampak berusaha menghabisi sang ular
raksasa sebelum mencapai tempat yang ditujunya
yaitu lubang hitam kegelapan tanpa akhir di ujung
angkasa!
Suara lenguhan bercampur raungan keras
yang memekakkan telinga terdengar dari mulut ular
raksasa bermata satu kala merasakan sakit yang
luar biasa saat ketiga senjata yang dipegang oleh
ketiga pendekar semakin masuk lebih dalam
menembus sisik hitamnya. Akibat rasa sakit yang
luar biasa tersebut membuat sang ular nampak
bergerak melesat lebih cepat terbang menuju
lingkaran kegelapan yang mulai terlihat di batas
langit. "Jangan biarkan makhluk ini memasuki
lingkaran hitam kegelapan tersebut teman-teman!
Dia akan pulih kembali dan dunia kita akan hancur
porak poranda!" teriak Wiro ke arah kedua
rekannya. "Apa yang harus kita lakukan Wiro?
Ujung senjata kita tidak cukup panjang untuk
menjangkau bagian dalam makhluk terkutuk ini!"
teriak Mahesa Kelud yang berada di bagian perut
tengah. "Coba kita secara berbarengan
mengalirkan pukulan pamungkas kita melalui
139
gagang senjata masing-masing... Aku rasa cara itu
bisa menimbulkan kerusakan yang lumayan!"
sambung Mahesa Edan dari bagian ekor "Usul
yang bagus! Mari kita lakukan pada hitungan yang
ketiga!" teriak Wiro seraya mempersiapkan pukulan
Surya Gugur Gerhana di tangan kanannya
sementara tangan kirinya masih menggenggam
erat kapak pedang dewa naga dua satu dua yang
tertancap di tengkuk ular raksasa.
Mahesa Kelud dan Mahesa Edan pun
kemudian mempersiapkan pukulan andalan
masing-masing. Mahesa Kelud mempersiapkan
pukulan Karang Sewu sementara Mahesa Edan
sudah mulai merapal ajian Diatas Kubur Badai
Mengamuk. Ketiga pendekar tersebut sudah
bersiap untuk menghantamkan pukulan masing-
masing ke pangkal senjata yang tertancap ke tubuh
ular raksasa. Namun belum juga Pendekar Dua
Satu Dua memulai aba-aba, tiba-tiba terdengar
suara gemuruh dibarengi teriakan teriakan
bersahutan yang terdengar panjang! Rupanya dari
arah lingkaran kegelapan, ratusan ekor makhluk
berbulu kelabu yang dikenal dengan sebutan Setan
Dari Luar Jagat kembali datang dan melesat
menyerbu menyongsong kearah Wiro dan kedua
rekannya!
140
"Biar aku yang hadapi makhluk-makhluk itu!
Kalian berdua lanjutkan rencana kita tadi! Mahesa
Edan yang melihat datangnya serangan tersebut
bergegas menghantamkan pukulan diatas kubur
badai mengamuk ke gagang keris naga biru dan
tanpa menungu lama, murid eyang Kunti Kendil ini
langsung berlari di sepanjang badan ular raksasa
dan menyambut langsung kedatangan ratusan
makhluk penghuni lubang hitam kegelapan dengan
menggunakan ilmu kuno tujuh jurus Ilmu Silat
Orang Katai! benar-benar dahsyat ilmu yang
diturunkan oleh tujuh orang katai ini dimainkan oleh
Mahesa Edan. Tubuh sang pendekar bergerak
laksana angin puting beliung dan dalam setiap
tujuh langkahnya yang aneh dan tak beraturan,
puluhan makluk setan dari luar jagat yang datang
menyerbu pasti langsung terlempar berjatuhan dari
tubuh ular raksasa!
Sementara itu rasa sakit yang teramat
sangat pada bagian ekor membuat ular raksasa
mengibaskan ekornya sekuat mungkin. Hal ini
membuat pergerakan sang ular yang sedang
merayap naik itu menjadi melambat. Dan
kesempatan ini pun langsung di manfaatkan oleh
Wiro dan Mahesa Kelud untuk bersama-sama dan
tanpa menunggu aba-aba lagi untuk menghantam
pangkal senjata masing-masing yang terbenam
dengan pukulan pamungkas! Dan apa yang terjadi
141
setelah itu benar-benar tidak disangka oleh ketiga
pendekar yang berada di tubuh naga raksasa. Wiro
sesaat nampak menenggak ludah dan melotot
kearah Mahesa Kelud, Mahesa Kelud juga nampak
balas melotot kearah Wiro sementara Mahesa
Edan yang sedang asyik mencekik dan
menguncang-guncang leher salah satu setan dari
luar jagat yang ditangkapnya, juga nampak
mendelikkan mata memandang kedua sahabatnya
pulang balik! ”Celakaaa...!!!” teriak ketiganya
bersamaan! Lalu dibarengi melesatnya cahaya
menyilaukan dari tiga luka di tubuh sang naga, satu
ledakan yang luar biasa pun terjadi diatas langit!
Awan hitam bercampur petir dan api nampak
menyeruak dalam bentuk cendawan raksasa dan
bersamaan dengan ledakan tersebut, gelombang
energi maha dahsyat pun kembali tercipta dan
menyeruak menuju bumi dengan kecepatan luar
biasa!
"Ayaaaaahh...." suara Intan Suci Angin
Timur terdengar merobek langit. Sang gadis
nampak berlari kencang diudara menuju langit
dimana dilihatnya sang ayah dan kedua rekannya
meledak bersama naga hitam raksasa. Disisi sang
gadis cilik turut pula melesat Jabrik Sakti Wanara
dan Bidadari Angin Timur yang terbang melayang
dengan mata basah berlinang. Sayang belum lagi
ketiganya mencapai tempat dimana ledakan tubuh
142
naga hitam raksasa terjadi, ketiganya harus
dihadang oleh gelombang ledakan maha kuat yang
akhirnya melempar kembali tubuh mereka kearah
bumi.
Ledakan naga hitam raksasa yang terjadi di
atas langit benar-benar sangat dahsyat luar biasa
hingga menciptakan selaput tebal awan hitam
gelap yang bahkan sampai menutup cahaya
matahari yang jatuh ke bumi selama berhari-hari.
Serpihan-serpihan abu hitam berguguran laksana
hujan gerimis pun turun menerpa para pendekar
dunia persilatan serta sisa-sisa para dewa yang
masih diam terpekur menatap kearah langit kelam
kelabu. Keheningan merasuk dan mencengkram
pelataran sisa-sisa candi prambanan saat itu.
Hanya isak tangis Intan Suci Angin Timur sajalah
yang terdengar pilu terbawa hembusan angin
dingin nan mencucuk tulang.
Apakah ini adalah harga dari sebuah
kemenangan? Tidak ada seorangpun dari mereka
yang ada di tempat itu yang tahu..
Sepekan setelah peristiwa musnahnya naga
hitam raksasa penjelmaan mata langit, para tokoh
dunia persilatan yang tersisa pun sudah lama
saling berpisah dan kembali ke tempat masing-
masing. Nyi Roro Kidul dan Ratu Laut Utara Ayu
Lestari telah kembali ke kerajaan lautnya masing-
143
masing, demikian juga Sri Maharaja Mataram Rakai
Kayuwangi Dyah Pasingsingan sudah pamit
terlebih dahulu untuk mengatur kembali
kerajaannya yang porak-poranda, sebelum terlebih
dahulu juga harus menjemput rakyatnya yang
mengungsi di atas gunung merapi. Para leluhur raja
dan orang-orang sakti yang dibangkitkan oleh
sabda pandita ratu tujuh raja Mataram pun telah
kembali ke alam keabadian sambil membawa para
dewa dan dewi atas langit yang masih tersisa.
Perpisahan yang paling mengharukan yang
terjadi adalah perpisahan antara Intan Suci Angin
Timur dan Jabrik Sakti Wanara. Sang gadis cilik
menangis tak henti-hentinya di dada sang remaja.
dengan tersenyum sedih dan sambil membujuk
sang gadis kecil berulang kali, akhirnya Intan Suci
pun mau juga melepaskan pelukannya terhadap
sang pemuda remaja dan melepas kepergian
Jabrik Sakti Wanara yang sudah dianggapnya
sebagai kakak kandungnya tersebut. Pemuda
tabah nan malang ini harus pergi kembali untuk
mencari dan menemukan sang ayah Malaikat Maut
Berambut Salju yang kembali menghilang setelah
peristiwa meledaknya naga hitam raksasa.
Tempat yang sebelumnya ramai dengan
suasana pertempuran dan peperangan akhirnya
menjadi sunyi dan lengang. Diantara ratusan
144
makam yang berdiri yang merupakan makam dari
para pendekar yang gugur dalam perlawanan
melawan kerajaan perut bumi di tempat itu, terlihat
tiga buah nisan putih berdiri diam di posisi paling
depan bekas pelataran candi prambanan. Hanya
tinggal empat orang wanita yang tersisa yang
berdiri di tempat itu sambil diam termenung.
Keempatnya berdiri saling diam dalam waktu yang
cukup lama.
Keesokan harinya, Purnama yang seharian
berdiri sedih di depan nisan bertulis nama Mahesa
Edan akhirnya pergi meninggalkan tempat itu
dengan langkah gontai. Hari berikutnya giliran
Anggini yang lama diam terpekur di hadapan nisan
Mahesa Kelud pun melangkahkan kaki pergi dari
tempat itu sambil sebelumnya berpamitan kepada
kedua orang wanita yang tersisa.
Waktu kembali berlalu, tanpa terasa satu
hari kembali terlewati. Intan Suci Angin Timur yang
diam terpekur di hadapan nisan sang ayah,
Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng akhirnya
angkat suara pelan. "Bibi bidadari pergilah... Nanti
bibi sakit kalau terus-terusan berdiam menemaniku
di tempat ini..." ucap sang gadis cilik lirih tanpa
membalikkan tubuhnya. Sepasang tangan putih
mulus tiba-tiba melingkari leher sang gadis remaja.
Bau harum pun masuk kedalam jalan nafas sang
145
gadis. "Bibi tidak akan beranjak di tempat ini kalau
kau pun tidak beranjak dari tempat ini anak
manis..." ucap Bidadari Angin Timur. Kepala Intan
Suci terlihat menunduk sedih. "Aku hanyalah
seorang anak yatim piatu bibi bidadari... Aku tidak
punya siapa-siapa lagi dan tidak punya tempat lagi
untuk di tuju.." ucap sang gadis sedih. Bidadari
Angin Timur semakin mempererat pelukannya pada
gadis kecil ini. "Kalau kau mau kau boleh ikut serta
bersama bibi... Bibi pun sudah tidak punya siapa-
siapa lagi di muka bumi ini..." ucap Bidadari Angin
Timur terdengar sedikit getir.
Ucapan ini membuat Intan Suci Angin Timur
membalikkan tubuhnya dan menatap wanita
dihadapannya dengan pandangan wajah sedih.
"Apakah aku tidak akan menjadi beban buat bibi?
Aku takut aku nantinya hanya akan menyusahkan
dan membebani bibi..." ucapan sang gadis remaja
terhenti sesaat. Tatapan mata dari wajah yang
memandang sedih tersebut membuat sang wanita
berambut pirang seolah melihat ayah anak tersebut
sedang menatapnya langsung! Ini kontan membuat
Bidadari Angin Timur terenyuh jantungnya dan
langsung mengangkat tubuh Intan Suci Angin
Timur dalam pondongannya dan memeluknya erat.
Air mata sontak membuncah menetes dari
sudut mata sang wanita. "Aku janji akan menjaga
146
dan merawatnya seperti anakku buah hatiku sendiri
Wiro... Aku berjanji padamu..." bisik sang wanita
dalam hati sambil sebelah tangan memondong
tubuh Intan Suci dan sebelah tangan lagi membelai
puncak nisan putih dihadapannya.
* * *
147
Penutup
ngin behembus kencang kala itu di tanah
Pariaman, sumatera barat. ditengah-
tengah tegalan sawah terlihat dua bocah
kecil sedang asyiknya bermain layangan. kedua
layangan yang mengudara diatas sawah tersebut
terlihat saling menukik dan saling berkejaran satu
sama lain dengan gesitnya. "Berat sebelah
layangan mu itu Sarip! Tak kan bisa kau putuskan
layanganku kali ini..!" ejek bocah yang paling
pendek diantara keduanya sambil terus menarik
ulur benang layangan dalam genggamannya itu.
Bocah yang dipanggil Sarip ini nampak hanya
mendengus pendek seraya terus mengulur tali
layangannya. Akibatnya layangan merah miliknya
pun melesat lebih tinggi daripada layangan bocah
kecil disebelahnya. Melihat ini sang bocah sambil
sebelumnya menyeka ingus yang keluar dari
hidungnya menggunakan lengan bajunya kemudian
turut menngulurkan benang layangannya untuk
mengejar layangan milik Sarip.
Bocah yang dipanggil Sarip ini kemudian
terlihat melirik sesaat kearah bocah disebelahnya
lalu tiba-tiba berlari ke tengah-tengah sawah yang
baru habis dipanen tersebut dan menarik benang
layangannya cepat-cepat! Bocah yang berdiri di
A
148
tegalan sawah nampak ternganga namun
kemudian tersentak tersadar dan lalu cepat-cepat
menarik benang layangannya tersebut
semampunya. Namun sayang tindakannya tersebut
sudah terlambat! Layangan milik Sarip diatas sana
sudah terlebih dahulu menukik keras ke arah
layangan miliknya dan memutuskan benang
layangan milik sang bocah! "Kenaaaa...!" teriak
Sarip kegirangan sambil melompat-lompat ditanah
yang becek kala melihat layangan bocah yang
berada di tegalan sawah terlihat meliuk-liuk tanpa
kendali dan akhirnya terbang menjauh mengikuti
hembusan angin.
"Kau curang Sarippp!!! Kau pasti pakai
benang gelasan!! Perjanjiannya kan bukan
begituuu...!" teriak sang bocah yang berada
ditegalan sawah yang kemudian terlihat
membanting kaleng penggulung benang
layangannya ke tanah dan berlari masuk ke sawah
mengejar Sarip yang nampak masih tertawa-tawa.
Bocah kecil tersebut kemudian dengan marahnya
melompat kearah sarip sehingga keduanya masuk
kedalam lumpur sawah dan bergulung-gulung
sambil saling berkelahi! namun tiba-tiba suara
halilintar yang sangat kuat terdengar menggelegar
dan menghentikan perkelahian dua orang anak
kecil tersebut. Keduanya nampak terpaku melihat
kearah atas langit dimana tiba-tiba gulungan hitam
149
awan pekat muncul diiringi petir yang saling
menyambar diatas kepala mereka!
"Ibuuu.. Aku takut..." teriak Sarip sambil
melepaskan pegangannya pada kerah kemeja
bocah kecil temannya tersebut dan terus kemudian
bangkit lalu mengambil langkah seribu!
Berbeda dengan Sarip yang nampak kabur
melarikan diri ketakutan, bocah kecil ini malah
nampak diam terpaku dengan mata melotot kearah
pusaran awan gelap! Lalu tiba-tiba satu suara
raungan maha dahsyat terdengar dari dalam
pusaran awan gelap, lalu sesaat kemudian satu
bayangan hitam besar dengan lintasan cahaya
merah bersalut kuning tiba-tiba melesat turun dari
dalam pusaran awan langsung menuju kearah sang
bocah ditengah sawah! Satu sosok berupa seekor
naga berwarna hitam pekat dengan mulut
terpentang bertaring panjang nampak memburu
buas kearah sang bocah!
Di atas mulut tersebut nampak satu mata
besar berwarna merah kekuningan sangar menyala
tertuju ke arah mangsa dihadapannya! Sang bocah
menatap dengan mata membeliak besar, Ingin
mulutnya berteriak namun lidahnya benar-benar
terasa kelu! Sesaat lagi bocah kecil malang
tersebut di caplok oleh mulut naga raksasa bermata
150
satu tersebut tiba-tiba melesat tiga bayangan putih
yang juga melesat keluar dari dalam pusaran awan!
"Mau kabur kemana kau makhluk sialan?
Jangan kira kau bisa bisa melarikan diri begitu
saja!" bentak satu suara sambil terlihat menarik dan
membetot ekor sang naga dengan keras! Tubuh
sang naga yang ditarik ekornya oleh seorang
pemuda gondrong berbaju putih ini nampak
tersentak mundur sehingga kepalanya terdongak
kearah atas! "Tangguh juga makhluk ini sampai
bisa menyusup bebas ke masa depan! Nah
sekarang kau makan papanku ini!" ucap seorang
pemuda yang juga berbaju putih sambil kemudian
menghantam papan nisan kayu hitam yang
dipegangnya kearah kepala sang naga dengan
keras!
Mendapat hantaman sekeras itu, tubuh
naga hitam bermata tunggal tersebut nampak
terhempas kearah tegalan sawah. Malangnya
belum lagi tubuh sang naga menyentuh tanah, satu
suara menggelegar dibarengi suara ribuan tawon
mengamuk terdengar di udara berbarengan hawa
panas santer merebak! Seorang pemuda gondrong
berambut putih keperakan nampak melesat dari
langit sambil membabat kapak bermata dua yang
dipegangnya kearah leher sang naga! Suara
berkerotokan keluar dari dalam tenggorokan sang
151
naga yang putus terpancung oleh ganasnya
sabetan sang Kapak Maut Naga Geni Dua Satu
Dua! Perlahan tubuh serta kepala sang naga
bermata tunggal tersebut nampak menggeliat dan
tiba-tiba berubah menjadi berkas api sesaat, lalu
kemudian menjadi abu dan melayang keatas
tersedot kembali kedalam pusaran awan gelap.
"Apakah ini naga yang terakhir?" tanya sang
pemuda yang memegang senjata berbentuk kapak
kearah kedua pemuda berbaju putih dihadapannya.
"Tampaknya seperti itu Wiro... Dan sepertinya
bocah ini adalah sasaran terakhir dari naga
pecahan sang mata langit ini..." ucap pemuda yang
memegang papan nisan berwarna hitam.
Pemuda berambut putih yang bukan lain
Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng ini
kemudian nampak mendekati kearah bocah kecil
ditengah sawah diikuti oleh Mahesa Kelud dan
Mahesa Edan. ketiga pemuda tersebut nampak
mengelilingi sang bocah yang nampak bergantian
memandang ketiga pemuda di depannya dengan
pandangan takjub terpana "Apakah menurutmu dia
orang nya yang dimaksud oleh Datuk Tanpa
Bentuk Tanpa Wujud Wiro?" ucap Mahesa Kelud
sambil memandang kearah Pendekar Dua Satu
Dua. Wiro nampak memandang kearah sang bocah
sambil menggaruk-garuk kepalanya. satu
kebiasaan lama mulai terlihat dilakukannya
152
kembali. "Aku juga tidak merasa pasti sebenarnya...
Namun melihat pecahan mata langit terakhir
mencoba menghabisi anak ini maka bisa jadi..."
belum lagi Wiro menyelesaikan ucapannya tiba-tiba
bocah di depannya langsung berteriak kegirangan!
"Whuoaaa... Kalian paman-paman yang luar biasa!
Kalian bisa terbang dan mengalahkan seekor naga!
Tolong ajari aku paman...! Aku juga ingin seperti
kalian bertiga kalau besar nanti!" teriak sang bocah
dengan antusias dan mata berbinar-binar!
Wiro yang berada paling dekat dengan sang
bocah nampak menundukkan tubuh dan kemudian
memondong tubuh sang bocah ke dadanya.
matanya tiba-tiba membeliak manakala dari dalam
dadanya terasa hawa yang sangat lembut mengalir
dan berasal dari bocah yang dipondongnya! "Dia
orangnya... Anak ini orangnya..." desis sang
pendekar sambil memandang sang bocah dengan
pandangan haru. Mahesa Kelud dan Mahesa Edan
kontan beranjak mendekat dan kemudian
bergantian memeluk dan membelai rambut sang
bocah yang berada dalam pelukan Wiro. tiba-tiba
bunyi halilintar kembali terdengar dan pusaran
awan hitam nampak mulai memudar. "Kita harus
pergi Wiro.. Kesempatan yang ada hanya tersisa
sekali ini sebelum Gerbang Awan Penghantar Raga
dan Waktu menutup untuk selamanya" ucap
Mahesa Kelud sambil menepuk pundak Wiro
153
Sambil menyusutkan bening di matanya,
sang Pendekar Dua Satu Dua kemudian
menurunkan bocah dalam pondongannya lalu
berujar "Aku titipkan sahabatku ini kedalam dirimu
wahai bocah baik.. Teruslah hidup dan jadikan
dunia ini menjadi lebih indah dengan sentuhan
jemari kecilmu itu... Ku titipkan semesta dua satu
dua ini kepadamu.." tutup sang pendekar sembari
kemudian mengeluarkan kembali kapak naga geni
dua satu dua miliknya dari balik bajju dan perlahan
dengan lembut mengunakan ilmu Menahan Darah
Memindah Jazad sang pendekar memasukan
Kapak Maut Naga Geni Dua Satu Dua ke dalam
dada sang bocah kecil! mata sang bocah nampak
membelalak dan sesaat bersinar terang manakala
merasakan hawa hangat dari dalam kapak yang
masuk dan kini mendiami raganya!
"Kami pergi bocah baik, jadilah orang besar
yang berguna bagi bangsa dan keluargamu..." ucap
Mahesa Edan kali ini. Janganlah lupa untuk selalu
shalat dan mengaji.. Itu akan menjadi bekal bagimu
mengarungi kerasnya dunia ini..." tutup Mahesa
Kelud. setelah melambaikan tangan, ketiga
pemuda ini kemudian terlihat melesat kelangit
kearah gulungan awan hitam yang semakin
menipis dan kemudian menghilang diakhiri suara
guntur mengegelegar!
154
Sang bocah kecil nampak masih
memandang kearah langit yang kini cerah dengan
pandangan masih berbinar-binar. Dirinya sungguh
tidak menyangka akan mengalami peristiwa yang
begitu luar biasa di petang itu. "Bastiaaaann!!!!
Bukan main rupa mu kotor begitu! Apa pula yang
kau mainkan sama si Sarip itu sampai wujudmu
sudah coreng moreng model kerbau sawah begitu
Bastiaaan???" teriak satu suara dari arah tegalan
sawah "Cepat pulang!! Mandi! Baru kau temani
dulu bapak mu mau pergi ke Bandar! Tidak
diajaknya kau nanti kalau kau model celemotan
penuh lumpur begituuu...!!" teriak seorang wanita
dari arah tegalan sawah.
Mendengar kata pergi ke bandar, bocah
tersebut langsung terhenyak dan berlari kearah
sang ibu.. "Mau aku ikut ke bandar bersama ayah
mak! Jangan kau tinggalkan aku lah mak!" teriak
sang bocah sambil berlari cepat menyusul
kepergian sang ibu.
* * *
155
embali ke masa Mataram baru tepatnya
dua tahun setelah peristiwa pertempuran
besar di prambanan, di satu desa di dekat
pinggiran kotaraja tepatnya di desa Pengadegan.
Disebuah rumah yang terletak di ujung desa dan
berbatasan langsung dengan sebuah padang
rumput yang luas, terlihat sebuah rumah kayu
sederhana berbentuk joglo. di rumah pangung
tersebut seorang wanita berkerudung nampak
sedang duduk bersimpuh sembari membelai
rambut seorang gadis remaja yang tertidur lelap
dalam pangkuannya.
Rambutnya yang berwarna coklat
kepirangan nampak berhembus sebagian dari balik
kerudungnya. sambil menembang sebuah gending
jawa, wanita cantik ini nampak terus membelai
rambut pirang gadis yang nampak terus tertidur
terlelap dalam pangkuannya. Setelah beberapa
saat dan mendengar suara halus keluar dari
pernafasan sang gadis remaja, sang wanita yang
bukan lain adalah janda pulau cingkuk atau
Bidadari Angin Timur ini dengan lembut mengambil
buntalan kain jarik yang ada disebelahnya dan
menjadikannya sebagai sandaran bantal kepala
buat gadis remaja yang sudah jatuh tertidur pulas
tersebut.
K
156
Bidadari Angin Timur kemudian perlahan
beranjak menuju teras serambi rumah yang
memang terbuka lebar tersebut dan memandang
ke kejauhan dimana membentang luas lautan
padang rumput dihadapannya. Sang wanita
nampak menarik nafas beberapa kali dan kemudian
menghembuskannya pelan. Matanya nampak
nanar kala mengingat peristiwa pertemuannya
untuk yang pertama kali dengan pria yang menjadi
pujaannya di tempat ini. Di desa inilah sang wanita
pertama kali bertemu dengan Pendekar Dua Satu
Dua untuk yang pertama kali. Kala itu mereka
berdua harus terseret dalam urusan yang
bersangkutan dengan sebuah barang yang menjadi
rebutan di dunia persilatan yaitu sebuah benda
yang dikenal dengan sebutan Guci Setan.
Angin kencang nan dingin tiba-tiba
berhembus menerpa wajahnya dan menyadarkan
lamunan sang wanita. Dengan nafas berat sang
wanita bermaksud untuk membalikkan badan dan
kembali kedalam rumah, namun tiba-tiba
dirasakannya kilatan petir bergeredapan dari arah
belakang tubuhnya. Saat sang wanita membalikkan
badannya dan memandang kearah padang rumput,
matanya tiba-tiba membeliak! Untuk sesaat
mulutnya terrbuka lebar! Tidak begitu jauh di
hadapannya hanya berkisar kurang lebih tiga puluh
tombak, nampak seorang pria berdiri tegap
157
memandangnya dengan pandangan penuh
perasaan. Sesuatu dalam dadanya tiba-tiba terasa
membucah hangat dan tanpa terasa kedua kakinya
melangkah dan kemudian berlari menuju kearah
sang pria! Namun langkah kaki sang wanita di salip
oleh sebuah bayangan putih yang melesat
mendahuluinya dan langsung melompat kearah
sang pria yang berdiri di tengah padang rumput.
"Ayaaaaahhh..." isak Intan Suci Angin Timur
yang langsung melompat memeluk kearah sang
ayah yang langsung menyambutnya dan memeluk
anak semata wayang tercintanya tersebut dengan
pelukan erat. Tangis pun pecah dari pertemuan
ayah dan anak ini. Melihat hal ini langkah Bidadari
Angin Timur tiba-tiba terhenti, mulutnya tercekat
dan kelu hingga tidak tahu harus berbuat apa
melihat peristiwa yang ada dihadapannya, namun
tiba-tiba dirasanya ada sebuah hawa lembut yang
menariknya dan hawa tersebut ternyata adalah
hawa yang keluar dari tangan sang pria! Tubuh
Bidadari Angin Timur pun bagaikan daun yang
tertiup melesat maju dan jatuh dalam pelukan ayah
dan anak yang saling berpelukan tersebut. Tanpa
ragu lagi Bidadari Angin Timur pun langsung
menjatuhkan tubuhnya kedalam dekapan pria yang
bukan lain Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng!
Tangis dan hasrat dalam dadanya yang tertahan
selama ini pun akhirnya membuncah keluar di dada
158
sang pria. "Aku kembali.... Aku kembali untuk kalian
berdua...." bisik Pendekar Dua Satu Dua ke telinga
dua wanita yang dikasihinya tersebut. Tangis
kebahagiaan pun akhirnya kembali pecah dari dua
orang wanita berambut pirang yang memancarkan
kemilau keemasan laksana cahaya sang mentari
pagi.
T A M A T
0 comments:
Post a Comment