PENDEKAR KERIS SAKTI NAGA SANJAYA




PENDEKAR KERIS SAKTI  NAGA SANJAYA 
BABAD PAMUNGKAS 

 By: Mike Simons

 

 

              Bab 1 

 

Pertarungan antara Resi Raksasa perwujudan 

keenam dewa kerajaan perut bumi melawan 

para tokoh dunia persilatan yang masih 

tersisa pun berjalan semakin seru dan 

menegangkan. Bujang Gila Tapak Sakti yang 

berhasil mendaratkan pukulan sakti Mahameru 

Murka kearah dada Resi Raksasa pun harus 

bernasib apes merasakan tamparan telapak sang 

resi yang begitu keras, sehingga pendekar sahabat 

karib Pendekar Dua Satu Dua ini sampai terlempar 

terputar-putar dan menghempas sisa onggokan 

candi prambanan yang melayang di udara dalam 

keadaan tidak sadarkan diri. sementara itu, Nyi 

Roro Kidul yang berada di atas kereta kencananya 

kembali mengibaskan tali kekang kuda kereta 

kencananya sehinga tiga pasang kuda pilihan 

miliknya tersebut saling berkejaran memutari tubuh 

Resi Raksasa. Dari atas cermin bulat raksasa yang 

diketahui bernama cermin pualam sakti dasar 

samudera yang melayang diatas kepala sang ratu 

tersebut, terlihat melesat cahaya angker berwarna 

biru yang tidak putus-putusnya menghantam tubuh 

Resi Raksasa!  

 Resi Raksasa yang merasakan kerepotan 

oleh silaunya cahaya yang terus menghantam 

  

 

tubuh dan menyilaukan pandangannya berusaha 

menangkap Nyi Roro Kidul yang mengendarai 

kereta kencana yang mengitari tubuhnya, namun 

urung di lakukan manakala dirasanya pundak 

sebelah kanannya tiba-tiba terasa sakit luar biasa. 

Saat dirinya menoleh rupanya Mahesa Kelud telah 

berhasil menghujamkan pedang dewa dan keris 

ular emas miliknya ke pundaknya sebelah kanan!  

 “Jahanaaaam!!!” bentak sang Resi Raksasa 

sembari berusaha menepuk tubuh Mahesa Kelud 

menggunakan tangan kirinya. suara sang raksasa 

yang mengelegar memecah angkasa menandakan 

kalau sang resi akhirnya merasakan juga apa itu 

rasa sakit yang sesungguhnya! Menghilangnya 

kabut dewa dan terbebas nya Kiai Naga Waskita 

dan Kiai Naga Wisesa kedua naga pemutar poros 

inti bumi ini, menandakan kalau kekebalan yang 

dimiliki resi gabungan keenam dewa ini akhirnya 

mulai memudar. Merasakan sambaran angin keras 

yang datang kearahnya, Mahesa Kelud pun 

terpaksa harus melepaskan pegangannya pada 

kedua senjata miliknya tersebut dan melompat jauh 

menghidari tepukan sang dewa raksasa.  

 Sementara itu gelombang air laut maha 

dahsyat semakin naik dan mulai sampai ke atas 

paha sang Resi Raksasa. Setan Ngompol yang 

berada bergantungan di balik celana sebelah dalam 

  

 

bagian kanan sang resi mulai menyumpah panjang 

pendek sambil terus berusaha memanjat keatas 

“Kau sudah sampai dimana kakek bau pesing?” 

satu suara kisikan masuk kearah telinganya yang 

terbalik "Sedikit lagi Ning tapi aku kesusahan 

soalnya air laut sudah sampai sebatas bijiku!” balas 

sang kakek bermata jereng. "Tahan dulu urusan 

bijimu itu kek! Masih ada biji lain yang harus kita 

utamakan!” ucap kisikan yang rupanya kisikan milik 

Naga Kuning yang ternyata juga sedang merayap 

di bagian celana sebelah kiri!    

 Di sisi lain melihat datangnya serbuan 

gelombang air laut maha dahsyat itu, hati sri 

Baginda Maharaja Rakai kayuwangi Dyah 

Pasingsangan terasa teriris sedih dan tanpa sadar 

menggigit bibirnya. gelombang dahsyat dengan 

ketinggian ratusan tombak ini memang datang 

bersamaan dengan kedatangan Nyi Roro Kidul 

setelah sebelumnya berhasil menewaskan Ratu 

Agung Penguasa Perut Bumi di dasar laut selatan. 

khawatir dan cemas akan keadaan rakyat yang 

dipimpinnya ini membuat sang maharaja menjadi 

resah dan tanpa sadar mengeluarkan keluhan lirih. 

"Bagaimana nasib kalian wahai rakyatku... Wahai 

Sang Hyang Widi Wsesa.. Mohon selamatkan 

seluruh rakyatku yang tertimpa kemalangan ini..." 

keluh sang raja.  

  

 

 Roro Jonggrang yang terbang melayang 

disampingnya nampak memandang sang raja 

dengan mata teduhnya. sang dewi pemilik candi 

prambanan ini pun kemudian menggapai tangan 

sang maharaja lalu terus berujar. "Kau benar-benar 

raja yang sangat mencintai rakyatmu wahai rajaku... 

namun coba kau lihat dengan mata batin mu... 

Sesungguhnya masih banyak orang baik sepertimu 

di dunia ini yang peduli dan dan tulus mencintai 

rakyat Mataram seperti dirimu..." selesai berujar 

sang dewi menyalurkan  kekuatan yang dimilikinya 

yang kemudian getarannya merambat dari 

sepasang tangan yang saling menyatu dan naik 

keatas kearah mata Maharaja Mataram. sang 

Maharaja Mataram merasakan sensasi dingin pada 

matanya, lalu sang raja pun kemudian 

memejamkan matanya.  

 Begitu matanya terpejam, secara mata batin 

sang raja melihat penglihatan yang saling 

bergantian dan nampak menyuguhkan satu 

pemandangan yang mengharukan dan luar biasa! 

bagaimana tidak? dengan ilmu Menembus batas 

cakrawala yang dialirkan ke arah sepasang mata 

Maharaja Mataram oleh dewi Roro Jonggrang, 

sang maha raja dapat melihat para tokoh dunia 

persilatan yang masih tersisa seperti Anggini, 

Bidadari Angin Timur, Purnama, Dewi Dua Musim,  

Panji Ateleng, dan yang lainnya nampak memecah 

  

 

diri menjadi ribuan sosok dan berkelebat laksana 

kilatan petir ke segala penjuru tanah Mataram!  

 Seperti diketahui sebelumnya, para tokoh 

dunia persilatan ini mendapatkan Ilmu Pecah 

Seribu Bayangan Seribu Sukma oleh Datuk Tanpa 

Bentuk Tanpa Wujud dan ilmu Mengendarai Petir 

Melintasi Ujung Bumi oleh Yang Mulia Dewa Agung 

Penyangga Langit dan Bumi. Kedua ilmu yang 

memungkinkan penggunanya membelah diri 

menjadi ribuan sosok dan melesat laksana petir ini, 

kini digunakan oleh para tokoh dunia persilatan ini 

untuk menyebar kesegala penjuru bumi Mataram 

untuk menjemput semua rakyat yang baru terbebas 

dari jeratan kabut dewa dan membawa mereka 

menuju tempat tertinggi yaitu puncak gunung 

merapi!  

 Para tokoh sakti ini nampak melesat 

secepat kilat ke segala penjuru baik keraton dan 

alun-alun di Kotaraja, desa-desa, setiap rumah 

maupun pasar atau persawahan dimana terdapat 

manusia. para pendekar dunia persilatan ini 

kemudian langsung menggendong atau 

membopong rakyat yang mereka temui dan 

kemudian berlari secepat kilat berkejaran dengan 

gelombang laut raksasa kearah puncak Merapi 

yang dirasa sebagai tempat tertinggi dan teraman 

saat itu.  

  

 

 Melihat keadaan sang resi yang nampak 

menggeliat kesakitan akibat tikaman Mahesa Kelud, 

Dewi Agung Bunga Mawar beserta Dewi Agung 

Bunga Melati dan para dewa yang masih tersisa 

dan tidak tergabung dalam rantai jiwa hati dewa 

dan manusia kemudian langsung menggunakan  

kekuatan dewa mereka dan serentak 

mengeluarkan ilmu Sepasang Pedang Dewa!  

 Para dewa dan dewi yang sebagian besar 

memulihkan diri dibalik awan ini sangat mengerti, 

bahwa sejak moksa nya Yang Mulia Dewa Agung 

Penyangga Langit dan Bumi maka waktu dan 

kekuatan yang mereka miliki hanya tinggal sedikit 

dan harus dikeluarkan pada waktu yang benar-

benar tepat. dengan mengikuti aba-aba dari dua 

dewi yaitu Dewi Agung Bunga Mawar dan Dewi 

Agung Bunga Melati yang berada paling dekat dari 

tubuh Resi Raksasa, mereka pun sontak 

membeliakkan mata masing-masing seraya 

berbarengan mengeluarkan ilmu sepasang pedang 

dewa tertuju kearah Resi Raksasa.  

 Hujan imu sepasang pedang dewa tercurah 

dari langit dan nampak berseliweran ramai 

memenuhi udara berterbangan menuju kearah Resi 

Raksasa! sang resi pun rupanya menyadari 

tekanan luar biasa yang ditimbulkan oleh serangan 

puluhan sinar pedang dewa yang ditujukan 

  

 

padanya dan tanpa diduga sang Resi Raksasa 

kemudian terlihat mendongakkan kepalanya lalu 

dari sepasang matanya melesat pula sinar 

berbentuk pedang raksasa yang menyala angker 

memapak datangnya serangan! Sang resi juga 

rupanya turut pula mengeluarkan ilmu sepasang 

pedang dewa dari kedua matanya dan dalam wujud 

sepasang pedang raksasa berukuran ratusan kali 

lebih besar, dari sinar pedang dewa yang 

dikeluarkan para dewa dan dewi negeri atas langit! 

suara memekakkan kembali terdengar dari 

bertemunya sinar sepasang pedang dewa yang 

dilepas oleh Resi Raksasa dengan gabungan ilmu 

sepasang sinar inti dewa milik para dewa.  

 Sepasang pedang cahaya berukuran 

raksasa tersebut layaknya pisau mengiris mentega 

manakala menghantam gabungan sinar pedang inti 

dewa mirip para dewa atas langit, yang sontak raib 

musnah meninggalkan serpihan-serpihan sinar 

yang berasap dan membumbung tinggi. dan tidak 

sampai disitu saja, sinar pedang dewa milik sang 

resi terus melaju terbang dan menebas memburu 

dewa dan dewi yang berada diatas awan yang 

sebelumnya melepaskan ilmu kesaktian tersebut.  

 "Cepat masuk ke dalam barisan rantai! 

jangan sampai tubuh kalian terkena sambaran sinar 

pedang itu...!" teriak Dewa Tuak memperingatkan. 

  

10 

 

mendengar teriakan Dewa Tuak, para dewa yang 

sebelumnya melepaskan ilmu tersebut bergegas 

berusaha melesat ke dalam lingkaran Rantai 

Sambung Jiwa Hati Dewa dan Manusia namun 

sayangnya hanya beberapa dewa yang berhasil 

kembali ke dalam lingkaran rantai, selebihnya mati 

tertebas sinar pedang raksasa yang dilepas sang 

resi. dewi langit bunga mawar dan dewi langit 

bunga melati termasuk dua orang dewi yang 

tertebas hancur oleh ganasnya ilmu sepasang 

pedang dewa milik resi dewa gabungan. 

 Sementara itu jauh diatas angkasa sana, 

diantara kegelapan yang hitam kelam tak terhingga, 

diantara bebatuan beraneka bentuk yang 

mengambang tak beraturan, sesosok tubuh 

manusia nampak melayang pelan dalam 

keheningan. tubuh Pendekar Dua Satu Dua 

nampak meringkuk ringkih dalam kelamnya 

kegelapan semesta. matanya yang kosong nampak 

terbuka sebagian menatap ke arah ketiadaan. 

"Selesai sudah..." batin sang pendekar dengan 

perasaan lelah yang begitu mendalam. tubuh sang 

pendekar yang kosong tanpa sedikitpun tenaga 

yang tersisa nampak mulai menjauh dari ujung 

cahaya mentari di angkasa.  

 Dirinya sudah benar-benar pasrah dan 

menyerah atas semua yang telah terjadi selama ini 

  

11 

 

dalam hidupnya. berbagai pukulan baik jasmani 

dan mental telah menghancurkan jiwa dan raganya 

sampai sejauh ini. Kehilangan orang-orang yang 

dicintai kehilangan anak dan istri yang dikasihi, 

serta harus melihat guru tercinta yang 

membesarkannya dan mengajari ilmu kesaktian 

harus meninggal secara mengenaskan di depan 

matanya sendiri benar-benar membuat jiwa sang 

pendekar lumat hancur dan terpukul. Ini melebihi 

penderitaannya saat ratusan tahun menjadi batu di 

Mataram kuno. Bahkan melebihi saat dirinya harus 

menanggung derita menjadi bongkok dan 

menyandang gelar Iblis Bongkok Bulan dan 

Matahari akibat peristiwa pengadilan tahta dewa 

dan pengorbanan Luhcinta atau Dewi Langit Bunga 

Tanjung.   

 Tubuh sang pendekar terus berputar dan 

melayang pelan, dirinya benar-benar sudah tidak 

merasakan apa-apa lagi. seluruh tubuhnya yang 

hancur babak belur akibat pertempuran terakhir 

yang masih terus terjadi di bumi Mataram perlahan 

mulai dingin membeku. saat hendak memejamkan 

kedua matanya, Pendekar Dua Satu Dua tiba-tiba 

kembali mengingat satu peristiwa yang pernah 

dilalui sebelumnya. satu peristiwa yang pernah 

membuat dirinya begitu hancur dan terluka.  

  

12 

 

 Dilihatnya dalam ingatannya tersebut Ratu 

Duyung mengangkat kedua tangannya berusaha 

menggapai wajah sang pendekar. Dengan tangan 

bergetar Ratu Duyung perlahan melepas tali topeng 

yang dikenakan Iblis Bongkok Bulan dan Matahari. 

Begitu topeng ludruk kayu cendana lepas dari 

wajah sang Iblis Bongkok, Sepasang mata Ratu 

Duyung nampak semakin sembab dan berkaca-

kaca. Dihadapannya nampak satu wajah pria 

dewasa yang nampak menatap dirinya penuh 

gejolak perasaan. Sepasang mata yang juga 

terlihat berkaca-kaca dan terlihat terlalu lama 

menanggung penderitaan. "Akhirnya aku bisa 

kembali melihat raut wajahmu suamiku.." ucap 

sang ratu sembari tersenyum dan membelai pipi 

lelaki dihadapannya. Lelaki yang tidak lain dan 

tidak bukan adalah pendekar kapak maut naga geni  

dua satu dua Wiro Sableng ini berusaha 

mengangkat tangannya yang biru legam 

menghitam untuk memegang tangan istrinya sang 

Ratu Duyung namun usahanya tidak membuahkan 

hasil. Tangannya kembali terjatuh lemas di 

samping kedua bahunya.  

 Seperti diketahui bersama, akibat terlalu 

sering menggunakan pukulan sakti Mentari Tengah 

Malam dan Pukulan Rembulan Tengah Hari yang 

terdapat dalam Kitab Jagat Pusaka Dewa, kedua 

tangan Pendekar Dua Satu Dua mengalami 

  

13 

 

keracunan hebat. Sang pendekar terpaksa 

menggunakan ilmu yang belum sempurna tersebut 

kala bertarung melawan keroyokan Kanjeng Ratu 

Penguasa Perut Bumi dan para pasukannya kala 

menyerbu istana dasar samudera untuk yang 

kesekian kali. "Setelah sekian lama kita berpisah 

akhirnya kita dapat bertemu kembali Wiro 

suamiku..." Desis lirih Ratu Duyung masih sambil 

terus menatap Pendekar Dua Satu Dua. "Jangan 

dulu banyak bercakap intan istriku.. Kau masih 

lemah... Kau baru saja melahirkan buah hati kita.." 

ucap Wiro dengan suara tersendat.  

 Ratu Duyung kemudian berpaling kearah 

sampingnya dimana bayi perempuan yang baru 

saja dilahirkannya nampak menggeliat dalam 

lipatan bungkusan daun jati. Ratu Duyung 

kemudian kembali berpaling dan menatap kearah 

Pendekar Dua Satu Dua yang berada disisinya. 

"Kau memiliki kewajiban yang harus kau lakukan 

terlebih dahulu suamiku.. Sebelum aku 

meninggalkan dirimu dan buah hati kita, aku ingin 

melihat kau membisikkan lantunan suci itu di 

telinga buah hati kita.." air mata tanpa bisa 

dibendung lagi merembes keluar dari pemuda yang 

ratusan tahun jasadnya tersembunyi membatu di 

gunung Padang ini. Sang pendekar berusaha 

menggapai bayi perempuan yang terbungkus daun 

jati yang berada disamping tubuh Ratu Duyung. 

  

14 

 

Namun apalah daya kedua tangannya tidak bisa 

digerakkan sama sekali. "Biar aku membantumu 

kakak pendekar" satu suara terdengar dari balik 

batu sebelah dalam yang ternyata adalah suara 

Uban alias Jabrik Sakti Wanara. Bocah remaja 

yang sedari tadi diam bersembunyi di balik batu 

dalam goa cadas kencana. "Terima kasih anak baik 

anak bagus" ucap Pendekar Dua Satu Dua kala 

melihat usaha Uban yang dengan amat hati-hati 

dan perlahan mengangkat bayi dalam bedongan 

daun jati dan mendekatkan bagian kepala bayi 

berambut keemasan berkilau tersebut kearah mulut 

Pendekar Dua Satu Dua.  

 

 

*** 

 

 

 

 

 

 

  

15 

 

Bab 2 

 

iro kemudian melantunkan azan ditelinga 

bayi yang merupakan buah hatinya dan 

Ratu Duyung dan kemudian mengecup 

kening sang bayi sesaat. Melihat hal ini Ratu 

Duyung nampak tersenyum dan kemudian 

terdengar berbisik lirih "Kau pun memiliki kewajiban 

untuk memberikan nama kepada anak kita itu.." 

Wiro menatap bergantian kearah Ratu Duyung dan 

putrinya yang masih berada dalam pegangan 

Uban. "Aku memiliki sebuah nama tapi jujur aku 

takut jika kau tidak berkenan..." Ratu Duyung 

nampak tersenyum "Katakan saja suamiku, aku 

sungguh ingin mendengar nama pilihanmu itu" Wiro 

menatap kearah sang putri yang berambut pirang 

keemasan dan memiliki mata berwarna biru lembut 

"Aku memohon maaf sebelumnya istriku.. sungguh 

tidak ada maksud apapun dalam hatiku ini.. entah 

mengapa aku begitu ingin menamakan anak kita ini 

dengan nama panggilan... --Intan Suci Angin 

Timur...--"  

 Sepasang mata Ratu Duyung nampak 

membesar sesaat sebelum nampak akhirnya 

tertawa dengan tersendat-sendat "Maafkan aku 

istriku.. Aku akan memikirkan nama lain jika nama 

itu tidak menyenangkan hatimu.." ucap Wiro panik 

  

16 

 

"Kau benar-benar ceriwis Wiro.. Namun Tidak apa-

apa.. Aku menyukai nama itu.. Dan mungkin 

setelah hari ini berlalu, aku bahkan berharap salah 

satu dari mereka lah yang akan menjadi ibu 

pengganti dan pembimbing dari buah hati kita ini.." 

ucap Ratu Duyung sambil dengan tangan bergetar 

membelai kepala bayi dalam pondongan Jabrik 

Sakti. "Intan.. Aku percaya masih ada cara... Aku 

tidak ingin kita terpisah kembali seperti yang sudah-

sudah.." desis Wiro sedih. Ratu Duyung nampak 

tersenyum dengan mata sayu "Kita sama-sama 

tahu keadaan ku saat ini Wiro.. Dan itu bukanlah 

hal yang terpenting saat ini... Hal yang terpenting 

sekarang adalah keselamatan buah hati kita... Kau 

harus membawa anak kita ketempat yang aman 

dan tersembunyi dari kejaran orang-orang Kerajaan 

Perut Bumi.." suara Ratu Duyung perlahan mulai 

terdengar melemah.  

 "Sekarang turunkan lehermu suamiku... Aku 

ingin memelukmu untuk yang terakhir kali..." Ucap 

lirih hampir tak terdengar dari sang ratu. Dengan 

berurai air mata Pendekar Dua Satu Dua 

menurunkan lehernya dan membiarkan tangan 

ringkih yang gemetaran memeluk lehernya. Dengan 

menahan sesenggukan yang keluar dari mulutnya, 

Pendekar Dua Satu Dua nampak merapatkan 

wajahnya dan membenamkannya di pundak 

sebelah dalam sang istri. Sungguh begitu ingin 

  

17 

 

sang pendekar untuk memeluk tubuh sang istri 

seerat-eratnya, namun apa daya kedua tangannya 

terkulai lemah dan tidak memiliki tenaga untuk 

melakukan hal tersebut. Banjir air mata nampak 

berlelehan di wajah sang pendekar kala mendengar 

bisikan kecil yang hampir tak terdengar yang 

dibisikan oleh Ratu Duyung.  

 Setelah membisikkan kata-kata terakhirnya 

ke telinga Pendekar Dua Satu Dua, mata sang 

Ratu Duyung nampak perlahan menutup dan 

sepasang tangan nya yang memeluk leher sang 

suami nampak terkulai dan jatuh bersamaan 

dengan ambruknya tubuh sang Ratu Duyung dalam 

pangkuan sang suami. Kesunyian tiba-tiba 

menyeruak namun  sepenghirupan nafas kemudian 

satu peristiwa yang menggetarkan hati terpampang 

dihadapan Jabrik Sakti Wanara. Satu raungan 

keras yang terdengar seperti gabungan suara 

raungan naga dan harimau yang terluka terdengar 

keluar dari mulut Pendekar Dua Satu Dua! Matanya 

nampak terbuka memutih bercahaya mencorong 

dan Tubuhnya serta tubuh sang istri nampak tiba-

tiba dikelilingi oleh satu pusaran angin badai yang 

berputar kencang mengelilingi tubuh sang 

pendekar dan jazad Ratu Duyung!  

 Dari dalam pusaran tersebut samar-samar 

terlihat bayangan dua ekor naga yang berwarna 

  

18 

 

merah dan putih turut berputar resah mengelilingi 

Pendekar Dua Satu Dua! Rupanya Naga Dewa 

Mentari dan Naga Dewi Rembulan yang 

bersemayam di kedua tangan Pendekar Dua Satu 

Dua bahkan turut resah dan merasakan raungan 

duka mendalam yang terpancar dari rasa 

kehilangan luar biasa yang dirasakan oleh 

Pendekar Dua Satu Dua! Dinding batu yang 

terdapat dalam goa batu tersebut bahkan sampai 

terasa panas dan bergetar keras.  

 Jabrik Sakti Wanara yang mendekap bayi 

mungil Intan Suci Angin Timur sampai-sampai 

harus pontang-panting lari kembali ke sudut goa 

terdalam dan menyembunyikan tubuhnya dibalik 

batu sambil sesekali mengintip kejadian luar biasa 

yang terjadi di hadapannya. Hampir sepeminuman 

teh baru akhirnya suara raungan yang keluar dari 

mulut Pendekar Dua Satu Dua pun akhirnya 

terhenti, putaran angin badai dan bayangan dua 

ekor naga pun perlahan pupus. Tubuh Pendekar 

Dua Satu Dua nampak mematung dengan 

pandangan kosong. Hening yang mencekam 

akhirnya terpecahkan oleh hembusan nafas yang 

keluar dari hidung Pendekar Dua Satu Dua 

"Kemarilah bocah baik, ada yang ingin kuminta 

pertolongan padamu" Ucap Pendekar Dua Satu 

Dua tiba-tiba.  

  

19 

 

 Dengan agak takut-takut Uban pun perlahan 

beranjak dari batu tempat persembunyiannya. 

Wajahnya langsung tercekat kala melihat pria yang 

sebelumnya dikenalnya dengan sebutan Iblis 

Bongkok Bulan dan Matahari ini. Uban memang 

sudah pernah melihat wajah Iblis Bongkok 

sebelumnya namun setelah kematian wanita yang 

kemudian diketahuinya sebagai Istri Iblis Bongkok, 

Uban melihat garis-garis wajah dari pria ini semakin 

bertambah banyak dan yang paling mencolok 

adalah rambut gondrong sang pria yang 

sebelumnya nampak hitam legam kini nampak 

memutih seluruhnya seperti rambutnya sendiri! 

Karena duka yang begitu dalam rambut Iblis 

Bongkok Bulan dan Matahari alias Pendekar Dua 

Satu Dua Wiro Sableng memutih hanya dalam 

sekejapan mata!  

 "Bisakah kau membantuku memakaikan 

topeng kayu itu wahai bocah baik?" Ucap sang 

pendekar sembari menatap uban dengan 

pandangan sayu " Bi.. bisa kakak pendekar.." ucap 

Uban sembari mendekat kearah Pendekar Dua 

Satu Dua. Uban kemudian perlahan menurunkan 

tubuh bayi Intan Suci yang sebelumnya 

dipondongnya ke sisi sebelah jazad Ratu Duyung. 

Uban atau Jabrik Sakti Wanara kemudian 

mengambil Topeng ludruk kayu cendana yang 

tergeletak tidak jauh dari tempat mereka berada 

  

20 

 

dan kemudian membantu mengenakannya di wajah 

Pendekar Dua Satu Dua. Setelah topeng kayu 

tersebut terpasang, Uban pun kembali kehadapan 

Iblis Bongkok Bulan dan Matahari dan kemudian 

duduk bersimpuh dengan wajah terpekur 

menghadap lantai.  

 "Apakah kau masih menyimpan Kitab 

Seribu  Bintang yang dititipkan oleh kakek Raja 

Penidur?" Tanya Iblis Bongkok. Jabrik Sakti 

nampak mengangguk dan menunjuk kearah 

buntalan kain lurik berisi kitab seribu bintang yang 

tersampir di punggungnya yang telanjang. Iblis 

Bongkok nampak menganggukkan kepalanya 

"Nampaknya aku harus kembali menyusahkan mu 

kali ini anak baik.." ucap iblis bongkok yang 

langsung dibalas oleh uban "Saya terlalu banyak 

mendapatkan Budi pertolongan dari kakak 

pendekar. Silahkan Kakak pendekar berkata dan 

meminta biar kemudian saya akan memberikan 

daya dan upaya..." Tercekat sang pendekar 

mendengar kata-kata yang keluar dari bibir polos 

sang anak remaja. "Benar-benar anak yang luar 

biasa. Dari runtut caranya berbicara aku yakin anak 

ini bukan dari keturunan orang sembarangan" batin 

sang pendekar.  

 "Saat ini aku dalam keadaan lemah tidak 

berdaya. Diluar sana masih ada orang-orang dari 

  

21 

 

kerajaan perut bumi yang menginginkan anak 

malang ini.. Aku ingin kau membawa anak ini 

ketempat yang lebih aman.." ucap Iblis Bongkok 

"Mendekatlah kemari anak baik, aku akan 

membisikan tempat dimana kau harus membawa 

anak terkasihku ini" lanjut sang pendekar. Uban 

pun perlahan bergerak mendekat  kearah Iblis 

Bongkok. Iblis Bongkok Bulan dan Matahari 

kemudian membisikkan satu kata ke telinga Uban 

dan setelah itu dirinya berkata "Sesampainya 

disana kau akan mendapati sebuah makam yang 

dihiasi tujuh buah payung beraneka warna. 

Tunggulah disitu namun jangan menunggu lebih 

dari dua Purnama! Akan  ada seseorang yang akan 

mendatangimu dan kau bisa menyerahkan anak 

terkasih ku ini kepadanya." Jabrik Sakti nampak 

mengagukkan kepala mendengar apa yang 

disampaikan oleh Iblis Bongkok.  

 Bocah yang cerdas ini kemudian terlihat 

mengendurkan kain jarik yang terselempang di 

dadanya dimana bagian belakang kain yang berada 

dibelakang tepat dipunggungnya tersembunyi kitab 

seribu bintang. Kain dibagian depan yang berupa 

simpul dengan cekatan dibuatnya menjadi sebuah 

gendongan yang cukup untuk menggendong bayi 

mungil Intan Suci Angin Timur! Melihat kecakapan 

anak tersebut kembali membuat Wiro menjadi 

semakin kagum. Pada saat itu tiba-tiba satu suara 

  

22 

 

Auman harimau terdengar membahana ditempat itu 

disusul munculnya satu sosok harimau berwarna 

putih berjalan perlahan menuju kearah Iblis 

Bongkok  "Kau datang di saat yang tepat sahabatku 

Datuk Rao Bamato Ijo! Terima kasih kau sudi 

datang memenuhi panggilan ku ini.." ucap Iblis 

Bongkok yang disambut suara gerengan perlahan 

sang raja rimba.  

 Mata Uban terlihat terpana melihat 

kedatangan harimau gaib Datuk Rao Bamato Ijo. 

Dia memang pernah bertemu muka dengan 

harimau peliharaan kakek gurunya Datuk Perpatih 

Alam Sati yang dipanggil dengan sebutan Datuk 

Balang Rancak, tubuh harimau peliharaan sang 

kakek guru memanglah besar tapi jika 

dibandingkan dengan ukuran Datuk Rao Bamato Ijo 

jelas masih kalah jauh! Nampak Iblis bongkok dan 

Datuk Rao Bamato Ijo saling menempelkan dahi 

seolah saling berkomunikasi. Suara erangan lirih 

dari sang harimau terdengar pilu seolah 

mengkhawatirkan keadaan sang pria yang di 

punggungnya terdapat punuk daging ini. "Aku tidak 

apa-apa Datuk Rao.. Percayalah.. yang saat ini aku 

khawatirkan adalah keselamatan dua bocah ini... Ini 

adalah permintaan ku yang terakhir padamu wahai 

sahabatku Datuk Rao... Sudikah kiranya kau 

menjaga keduanya sampai ketempat tujuan seperti 

yang telah disampaikan kepadamu?" Sang harimau 

  

23 

 

nampak mengangguk dan menggereng lirih. Iblis 

Bongkok kemudian memandang kearah Jabrik 

Sakti. "Uban bocah baik, mendekatlah dan naiklah 

ke bahu sahabatku ini.. Dia akan menjagamu dan 

bayi kecilku sampai ke tujuanmu..." Ucap Wiro. 

"Per.. Permisi Uwak.. Maaf jika aku menyakitimu... 

Jangan marah padaku..." Ucap Uban dengan suara 

jerih kala sang bocah remaja memegang dan 

membelai tubuh Datuk Rao Bamato Ijo.  

 Sang harimau nampak mengaum pelan 

mengagetkan Uban dan kemudian secara aneh 

tubuhnya seperti tersedot naik dan kemudian jatuh 

menempel dalam posisi mengangkangi bahu sang 

harimau!  Benar-benar tidak habis pikir! Batin sang 

bocah. "Kalian harus bergegas.. Waktunya sudah 

tidak banyak lagi..." Ucap Wiro sambil menatap 

dengan pandangan berat. Demikian juga yang 

dirasakan oleh Jabrik Sakti. "Jaga dirimu baik-baik 

kakak pendekar.. Aku akan pergi namun aku 

berjanji aku pasti akan kembali untuk menemuimu 

setelah amanatmu ini aku laksanakan.." ucap 

Jabrik Sakti yang dibalas dengan anggukan pelan 

oleh Wiro. Harimau sakti yang ditunggangi oleh 

bocah remaja ini perlahan beranjak pergi sambil 

tidak lupa mengeluarkan Auman perpisahan dan 

mulai melesat cepat menembus kegelapan gua 

meninggalkan Iblis Bongkok yang akhirnya hanya 

  

24 

 

bisa diam terpaku sedih sambil menatap jenazah 

Ratu Duyung.  

 Tidak sampai sepenanakan nasi setelah 

Datuk Rao Bamato Ijo pergi membawa Jabrik Sakti 

Wanara dan Intan Suci Angin Timur dari Goa 

Cadas Kencana, tiga bayangan nampak melesat 

datang dari ujung goa yang lain dan langsung 

menghampiri kearah Iblis Bongkok dan Jenazah 

Ratu Duyung berada. Suara kejut tercekat nampak 

terdengar dari ketiga orang yang baru datang 

"Bongkok Hina Keparat! Apa yang kau perbuat 

pada sahabat kami?" Bentak seorang wanita 

berambut pirang yang tidak lain tidak bukan adalah 

Bidadari Angin Timur! Bidadari Angin Timur 

bersama Suci dan Purnama memang tersesat 

didalam goa cadas kencana setelah lepas dari jerat 

gaib pengunci roh milik Hantu Malam Penjerat 

Jiwa. Ketiganya berlarian dengan secara 

sembarang manakala ketiganya bertemu dengan 

Iblis Bongkok yang nampak bersimpuh di hadapan 

sosok yang mereka kenali sebagai sosok Ratu 

Duyung ini. Purnama yang melihat gelagat tidak 

baik langsung mendekat kearah sosok Ratu 

Duyung yang tergeletak dilantai gua dan mendadak 

wajah jelitanya memucat putih seputih kertas!  

 "Ya Tuhan! Ratu Duyung sudah tidak 

bernyawa! dan.. dan bayi dalam kandungannya 

  

25 

 

telah menghilang!" Suara menggeru terdengar dari 

mulut Bidadari Angin Timur dan Suci secara 

bersamaan. Kedua wanita sakti ini secara 

serempak melepaskan pukulan sakti masing-

masing ke arah Iblis Bongkok yang disangka 

mereka telah membunuh Ratu Duyung! "Jahanam 

keparat! Kembalikan nyawa Ratu Duyung!" Teriak 

Suci dengan air mata berlinang. Bagaimana pun 

gadis dari alam gaib ini memandang Ratu Duyung 

sebagai salah satu pesaing dalam memperebutkan 

hati Pendekar Dua Satu Dua, sang gadis yang 

dikenal dengan julukan Dewi Bunga Mayat ini 

masih merasa berhutang budi kepada Ratu Duyung 

atas kebaikan hatinya. Sementara itu tanpa 

disangka-sangka oleh Bidadari Angin Timur dan 

Dewi Bunga Mayat, Iblis Bongkok yang mereka 

anggap sudah mencelakai Ratu Duyung ternyata 

tidak menghindar sedikitpun dan menelan mentah-

mentah pukulan sakti yang dilepaskan mereka 

berdua!  

 Alhasil suara berdentum keras terdengar 

dibarengi melesatnya tubuh bongkok sang 

pendekar yang nampak keras membentur dinding 

goa! "Ahh.. " tanpa sadar keduanya berseru lirih 

karena tak menyangka kalau sosok yang mereka 

hantam dengan pukulan sakti tersebut ternyata 

tidak membalas atau menghindar sedikitpun dari 

datangnya kedua pukulan mematikan yang 

  

26 

 

dilepaskan oleh mereka berdua!. Tanpa terasa 

keduanya langsung melayang mendekati tempat 

dimana Iblis Bongkok Bulan Matahari terpental dan 

membentur dinding goa.  

 Keduanya nampak terdiam manakala sama-

sama melihat keadaan mengenaskan Iblis 

Bongkok. Tubuh sang pria tampak terselip dalam 

geroakan batu goa yang terbentuk akibat benturan 

keras dari tubuh yang menghantam dinding goa 

dengan dahsyatnya. Darah hitam membiru terlihat 

menetes dari sela-sela mulut topeng ludruk kayu 

cendana yang sedang tertunduk sementara kain 

baju dan celana yang dipakai iblis bongkok nampak 

sebagian hancur rusak dan robek disana-sini akibat 

kedahsyatan kedua pukulan sakti yang membentur 

tubuh Iblis Bongkok Bulan dan Matahari alias 

pendekar Kapak Maut Naga Geni Dua Satu Dua 

Wiro Sableng!  

 Wiro kemudian nampak kembali 

memejamkan kedua matanya sesaat manakala 

kejadian lama tersebut terbayang kembali dalam 

ingatannya. setetik air nampak keluar dari sudut 

mata sang pendekar lalu tiba-tiba satu bayangan 

peristiwa kembali terlihat di balik pelupuk mata 

sang pendekar. saat itu dalam keadaan lemah tak 

bertenaga, dirinya yang tidak bisa bergerak karena  

dalam pengaruh kuncian Tiga Belas Orang Aneh 

  

27 

 

Menara Bangkai terpaksa harus melihat dengan 

mata kepalanya sendiri suatu peristiwa yang tidak 

akan pernah dilupakannya seumur hidup.  

 Kala itu dengan mata yang terpentang 

lebar, Pendekar Dua Satu Dua harus melihat 

peristiwa manakala Sukat Tandika atau Tua Gila 

nampak bertarung beradu punggung dengan 

seorang wanita paruh baya berwajah cantik. wanita 

cantik ini ternyata adalah Sinto Gendeng gurunya 

sendiri yang telah melepas topeng kulit tipis yang 

selama ini dipakainya. keduanya nampak bersatu 

padu melawan keroyokan Kanjeng Ratu Penguasa 

Perut Bumi, Datuk Akhirat Seribu Raga Seribu 

Sukma, Sesepuh Segoro Wetan, Pendekar Seribu 

Bayangan, Iblis Hitam Perut Bumi dan Hantu 

Malam Penjerat Jiwa.  

 Kedua dedengkot dunia persilatan murid  

Kiai Gede Tapa Pamungkas ini semenjak dibuka 

kuncian kesaktian masing-masing oleh sang Kiai, 

kini nampak bertarung garang bagaikan sepasang 

harimau tumbuh sayap! kerubutan serangan para 

tokoh kerajaan perut bumi yang sebagian besar 

dilakukan dengan cara licik dan curang pun dibalas 

dengan sambutan serangan pedang sinar inti roh 

dan pukulan tapak mentari jingga yang dilepaskan 

oleh Sinto Gendeng dan Tua Gila secara tidak 

berkeputusan! para tokoh kerajaan perut bumi ini 

  

28 

 

sontak berusaha melarikan diri dengan saling 

berebut melesat menjauhi keduanya yang nampak 

laksana banteng ketaton menyerang para tokoh 

sesat yang mengerubuti keduanya.  

 "Ayo kemari mendekat setan-setan perut 

bumi keparat! Jangan cuma berani mengeroyok 

seperti tikus-tikus kapiran! Maju semua kowee..!!!" 

teriak Sinto Gendeng dengan penuh emosi. baru 

saja sang nenek yang ternyata adalah seorang 

wanita cantik paruh baya ini hendak melesat 

mengejar para tokoh kerajaan perut bumi yang lari 

memencar ini, tiba-tiba dari dalam tanah dibawah 

kakinya menyeruak sepasang tangan yang 

sedemikian besar menangkap dan mencengkram 

tubuh Tua Gila dan Sinto Gendeng dengan 

kecepatan luar biasa dan tanpa disangka-sangka 

sebelumnya!  

 "Sintooo cepat lariiii..." teriak Tua Gila 

namun suaranya terasa tercekat di leher manakala 

tekanan maha besar menghimpit tubuhnya dan 

dengan cepat meremukkan tulang tulang disekujur 

tubuhnya. sungguh amat disayangkan teriakan 

pendekar tua yang masa mudanya dikelilingi oleh 

wanita cantik ini hanyalah sebuah teriakan sia-sia 

belaka. saking cepatnya pergerakan kedua tangan 

raksasa tersebut, Tua Gila sampai tidak menyadari 

kalau nyatanya Sinto Gendeng pun mengalami 

  

29 

 

nasib yang serupa dengan dirinya, sama-sama 

tertangkap oleh tangan raksasa. "Sukaaat..." balas 

lemah Sinto Gendeng sebelum akhirnya terdiam 

untuk selama-lamanya menyusul kepergian 

saudara seperguruannya dimasa silam itu. nasib 

tragis yang sama juga akhirnya dialami oleh Sinto 

Gendeng. badannya remuk dan hancur tulang dan 

sekujur tubuhnya oleh remasan tangan raksasa 

dewa tanah sang pemimpin utama kerajaan perut 

bumi yang tiba-tiba muncul dari dalam tanah!  

 

 

*** 

  

 

 

 

 

 

 

 

  

30 

 

      Bab 3 

 

ayangan peristiwa kematian kedua orang 

guru yang begitu dihormati oleh Wiro 

tersebut perlahan mulai memudar dari 

pandangan ingatan batin Pendekar Dua Satu Dua, 

begitu juga dengan kesadarannya. Tubuhnya yang 

mendingin mulai bergerak pelan menuju kearah 

kebekuan dan kekosongan alam semesta. namun 

tanpa pernah disangka dan tanpa pernah diduga 

sebelumnya, tiba-tiba diantara kesunyian semesta 

dan entah datang darimana, sekonyong-konyong 

terlihat bayangan berbentuk tujuh payung kertas 

aneka warna begerak dan kemudian menumpuk 

menjadi satu di bawah punggung Pendekar Dua 

Satu Dua! Sebuah bunga kenanga juga nampak 

terlihat muncul secara tiba-tiba di dada sang 

pendekar dan mulai terlihat mengeluarkan 

pendaran cahaya yang bersinar redup. dan tidak 

sampai disitu, beberapa saat kemudian entah dari 

mana pula datangnya, terlihat sebuah cermin kecil 

yang terlihat retak nampak bergerak mengitari 

tubuh Pendekar Dua Satu Dua dan saling silih 

berganti memantulkan cahaya matahari dan 

rembulan ketubuh Pendekar Dua Satu Dua!  

 Tubuh Pendekar Dua Satu Dua yang 

sebelumnya bergerak menjauh dari pusat tata 

  

31 

 

surya, tiba-tiba terhenti dan kemudian beranjak 

perlahan kembali mendekat kearah sumber cahaya 

matahari dan rembulan. Satu kekuatan yang luar 

biasa nampaknya masih belum rela tubuh 

Pendekar Dua Satu Dua berakhir hilang dalam 

kegelapan alam semesta!  

 Kembali ke pertarungan akhir di bumi 

Mataram, Serangan Ratu Laut Utara Sri Ratu Ayu 

Lestari yang dibantu oleh serangan Nyi Roro Kidul 

sontak hilang tak berbekas manakala tiba-tiba sang 

resi melompat tinggi dan berputar kencang laksana 

kitiran gasing! Dengan kecepatan luar biasa 

keduanya pun kontan terlempar dari kereta 

kencana masing-masing yang sontak porak-

poranda! "Celaka! kita tidak akan mempunyai 

kesempatan mengalahkannya jika makhluk sialan 

ini tidak menyentuh bumi!!" seru Mahesa Edan 

yang masih berpegangan pada papan nisan 

miliknya yang terombang-ambing dalam pusaran 

air yang terbentuk oleh putaran tubuh sang Resi 

Raksasa. "Kekuatan makhluk ini sangat luar biasa 

yang mulia raja, kita harus mencari cara untuk 

menghentikannya..." ucap Mahesa Kelud kepada 

sang raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah 

Pasingsingan yang berada didekatnya.  

 Sang paduka raja nampak mengerenyitkan 

kening "Kini kita hanya bisa bergantung pada dua 

  

32 

 

sahabat kita yang berada dibalik celana makhluk ini 

wahai sahabat Mahesa Kelud" ucap sang raja 

sambil melindungi tubuh Roro Jonggrang yang 

berada dibalik pungungnya.   

 Sementara itu Setan Ngompol yang berada 

dibalik celana sang resi nampak mengerjapkan 

kedua matanya menahan rasa pusing akibat 

pergerakan putaran sang resi jelmaan keenam 

dewa "Aku sudah tidak kuat lagi Ning! kepalaku 

rasanya mau pecah! bukan saja karena 

perputarannya namun juga karena aroma 

selangkangan makhluk sialan ini!" teriak sang 

kakek.  

 "Aroma selangkangan sendiri kau bisa 

tahan, tapi aroma selangkangan orang lain kau 

sampai-sampai hendak semaput! dasar kakek 

keblinger! sudah! Bertahanlah sebentar lagi kek! 

Aku juga sudah tidak tahan sebenarnya sama 

seperti dirimu, tapi saat ini yang terpenting adalah 

aku harus mencari posisi urat yang tepat!" 

sambung Naga Kuning sambil meraba-raba 

kantung menyan raksasa tempat dirinya sedang 

merayap di sebelah kiri "Ketemu kek! Aku sudah 

dapat titik pusat sasarannya! Bagaimana dengan 

diri mu kek?" teriak Naga Kuning "Aku juga 

sebenarnya sudah dapat titik tujuannya ning! 

Sudah kutandai pakai ludah! tapi kepalaku masih 

  

33 

 

pusing!!!" seru sang kakek sambil satu tangannya 

memegang rambut kemaluan sang resi erat-erat.  

 "Sekaranglah saatnya kek!" teriak Naga 

Kuning sambil mulai bersiap-siap menusuk kantung 

menyan sebelah kiri yang bergandul gandul tak 

karuan. "Satuuuu..." teriak Naga Kuning yang 

kemudian dibalas Setan Ngompol "Duaaaaa....." 

dan akhirnya "Tigaaa..." teriak Setan Ngompol dan 

Naga Kuning berbarengan sembari menusukkan 

pasak batu pemasung dewa yang sebelumnya 

terikat di pundak masing-masing. Paku berbentuk 

pasak batu sepanjang satu tombak yang terbuat 

dari bahan yang sama yang digunakan para dewa 

pemberontak kala memasung naga dewa Kiai Naga 

Waskita dan naga dewa Kiai Naga Wisesa ini, 

langsung melesat masuk ke dalam bola daging 

berurat berbulu besar sebelah milik sang resi dewa 

raksasa!  

 Mata Resi Raksasa tiba-tiba membeliak 

besar! pusaran badannya tiba-tiba terhenti dan ini 

membuat tubuhnya akhirnya kembali turun 

menjejakkan kaki ke bumi dibarengi suara raungan 

kesakitan menggelegar!  

 "Mereka berhasil! Cepat sahabat mahesa 

berdua!! Sekarang giliran kalian...!" teriak sang 

Maharaja Mataram kearah kedua pemuda 

gondrong berbaju putih yang terlihat masih 

  

34 

 

mengapung di permukaan air laut yang membanjir. 

Mahesa Kelud dan Mahesa Edan sontak menyelam 

ke dalam pusaran air dan berenang mendekat ke 

arah sepasang telapak kaki dari sang Resi 

Raksasa lalu secara berbarengan, keduanya pun 

mengambil pasak batu pemasung dewa yang juga 

nampak terikat pada punggung masing-masing dan 

secara serempak menusukkan paku tersebut ke 

kedua punggung telapak kaki sang dewa raksasa. 

suara kesakitan yang teramat dahsyat kembali 

keluar dari mulut Resi Raksasa!  

 Melihat hal ini Dewa Tuak yang berada 

dilangit dan memimpin barisan rantai sambung hati 

dewa dan manusia, kemudian berseru keras 

kearah para dewa dan tokoh persilatan yang saling 

tersambung berpegangan tangan tersebut "Mereka 

berhasil memantek resi gabungan dewa sesat itu! 

Sekarang giliran kita wahai para dewa dan 

manusia!" sang kakek sakti guru terkasih dewi 

selendang ungu ini kemudian menyalurkan seluruh 

tenaga dalam yang dimilikinya ke arah titik diantara 

alis dan kemudian membaginya ke kedua telapak 

tangannya yang saling berpegangan tangan 

dengan para dewa dan tokoh silat lainnya. Hal ini 

juga dilakukan oleh Ajengan Manggala Waneng 

pati, Karaeng Uleng Tepu, Si Penolong Budiman, 

Hantu Raja Obat, Lakasipo, Tubagus 

Kesumaputera, Dewa Langit Harimau Agung, Dewi 

  

35 

 

Langit Bunga Matahari, dan tokoh tokoh dari 

kalangan dewa maupun manusia yang yang 

tergabung dalam jalinan Rantai Sambung Jiwa Hati 

Dewa dan Manusia.  

 Sinar berwarna keemasan yang timbul dari 

pertengahan kening dan jalinan genggaman tangan 

ini lalu dari pelan kemudian menjadi cepat saling 

berputaran dan kemudian membentuk cahaya 

berwujud aksara langit yang tertata rapi dan 

kemudian saling terjalin laksana ribuan tambang-

tambang emas yang kemudian melesat turun dan 

membelit sekujur tubuh resi dewa raksasa. 

"Sekaranglah saatnya yang mulia.. Saatnya telah 

tiba bagi dirimu dan para sahabat lainnya 

menghancurkan angkara murka.." ujar dewi Roro 

Jonggrang dengan lirih. tubuh sang dewi mulai 

melemah dan sebagian tubuhnya perlahan namun 

pasti terlihat kembali berubah menjadi batu! 

sungguh amat disayangkan, pertarungan yang 

panjang dan melelahkan terutama saat sang dewi 

bertarung melawan Bandung Bondowoso telah 

menghabiskan banyak energi hidup sang dewi. 

Raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah 

Pasingsingan memandang perubahan tersebut 

dengan pandangan sedih. "Aku akan kembali dewi 

ku.. aku berjanji akan kembali.." ujar sang raja lirih 

lalu perlahan melepaskan genggaman tangannya 

  

36 

 

dari genggaman sang dewi. sang raja kemudian 

bergabung dengan Nyi Roro Kidul dan Ratu Laut 

Utara Ayu Lestari merangsek menggempur Resi 

Raksasa yang tubuhnya terpasung oleh pasak batu 

pemasung dewa dan ikatan Rantai Sambung Jiwa 

Hati Dewa dan Manusia.  

 Keris Kanjeng Sepuh Pelangi dan keris 

Widuri Bulan diacungkan terpusat kedepan dan 

sang raja nampak melesat dalam gerakan memutar 

laksananya bor raksasa kearah jantung sang Resi 

Raksasa. Nyi Roro Kidul juga nampak 

mengarahkan kedua telapak tangannya kearah 

belakang cermin sakti dasar samudera dan dari 

cermin sakti tersebut keluar sinar panjang berwarna 

putih kebiruan menghantam dada sebelah kanan. 

jika raja Mataram dan ratu penguasa laut selatan 

menyerang dari arah sebelah depan, maka Sri Ratu 

Ayu Lestari menggunakan kedua telapak 

tangannya nampak mengerahkan ilmu Naga 

Samudera Merobek Cakrawala kearah punggung 

sang Resi Raksasa.  Sinar berbentuk gelombang 

berwarna hijau menerjang ganas langsung ke arah 

punggung sang resi!  

 Serangan serempak dari penguasa dataran 

dan laut tanah jawa ini memang sangatlah luar 

biasa dan mungkin akan berdampak serius jika 

dijatuhkan kearah salah satu dewa pemberontak. 

  

37 

 

namun sayangnya resi gabungan dari keenam 

dewa ini memang sunguhlah tangguh luar biasa. 

Hampir sepeminuman teh berlangsung namun 

tubuh sang resi yang dihantam pukulan sakti dari 

tiga jurusan ini  nampak tidak mengalami 

kerusakan yang berarti. Sang resi yang digempur 

oleh serangan dari raja dan ratu penguasa bumi 

dan laut Mataram ini nampak hanya mengetarkan 

tubuhnya dan menggeliat keras membuat ikatan 

rantai aksara emas hati dewa dan manusia 

terdengar bergemerincing keras. 

  "Tenaga kita bertiga belum cukup kuat 

untuk menghancurkan tubuhnya..." keluh raja 

Mataram yang masih terus berusaha menembus 

pertahanan dada sang resi sebelah kiri "Teruslah 

mencoba! Kita serahkan hasilnya ke tangan Yang 

Maha Kuasa.." balas Nyi Roro Kidul seraya 

menambahkan tenaga dalamnya ke arah cermin 

sakti dasar samudera. Mendadak sang resi nampak 

menutup matanya lalu terlihat ubuh sang resi 

bergetar sesaat sebelum tiba-tiba mengeluarkan 

hentakan keras! Dari hentakan tersebut timbullah 

getaran tenaga tidak kasat mata yang menyebar 

kesegala arah laksana gelombang yang timbul 

pada batu yang dilempar di genangan air dan 

langsung menghantam raja Mataram, Nyi Roro 

Kidul dan Ratu Laut Utara!  

  

38 

 

 Nyi Roro Kidul dan Sri Ratu Ayu Lestari 

nampak menjerit kecil dan terlempar masuk 

kedalam air sementara raja Mataram yang berada 

paling dekat dengan tubuh sang resi dewa  nampak 

terpental jauh melesat akibat terhantam tenaga 

hentakan yang keluar dari dalam tubuh sang Resi 

Raksasa. "Apakah semuanya akan berakhir seperti 

ini?" keluh sang raja sambil memegang dadanya 

yang berdenyut keras akibat terhantam hempasan 

gelombang tenaga maha dahsyat yang dikeluarkan 

oleh sang makhluk raksasa. Disekanya bibirnya 

yang mengeluarkan darah dan dipandangnya dewi 

Roro Jonggrang yang memapahnya bangun 

dengan pandangan sedih.  

 Disisi lain, resi dewa raksasa yang berhasil 

menghempaskan ketiga penyerangnya kemudian 

terlihat berusaha melepaskan diri dari rantai-rantai 

yang mengikatnya dan menggapai kearah bawah  

selangkangannya dimana dirasakan sakit yang luar 

biasa. Naga Kuning dan Setan Ngompol yang 

masih bergelantungan di rambut kelamin sang resi 

tentu saja menjadi terguncang terombang ambing 

tak karuan! "Saat nya kita pergi kek, sebelum 

kepala kita menjadi korban garukan galer!" teriak 

Naga Kuning sambil melepaskan pegangannya 

pada bulu kemaluan sang resi dan meluncur turun. 

Setan Ngompol sebenarnya berusaha menanyakan 

apa yang dimaksud oleh sang bocah namun akibat 

  

39 

 

terguncang akibat goyangan pinggul sang Resi 

Raksasa, sang kakek bau pesing ini pun akhirnya 

terlepas pegangannya dan turut meluncur turun di 

kaki celana sang resi "Tobaaat biyuung" teriak sang 

kakek kencang! 

 Sementara itu walaupun terkunci di bagian 

kaki dan daerah kemaluannya, namun bagian atas 

yang terikat rantai aksara emas sambung jiwa hati 

dewa dan manusia masihlah memiliki tenaga dan 

kedua tangan sang resi terlihat bergerak 

menggapai kesana kemari berusaha melepaskan 

belitan rantai tersebut satu persatu. Raja Mataram 

bersama kedua ratu dan para dewa serta semua 

tokoh dunia persilatan yang masih tersisa mulai 

putus asa melihat hal ini. "Habislah kita... Kerajaan 

ini akhirnya harus berakhir ditanganku..." keluh 

sang raja. Namun  di saat keputus asaaan melanda 

seperti itu, semua orang tiba-tiba merasakan 

datangnya hawa panas yang luar biasa dan sontak 

tiba-tiba memalingkan wajahnya kearah langit! 

 Disana tidak begitu jauh dari barisan Rantai 

Sambung Jiwa Hati Dewa dan Manusia, nampak 

tiga bintang berekor berwarna kebiruan melesat 

turun saling berkejaran kearah bumi langsung 

menuju Resi Raksasa! "Dia kembali! Pendekar Dua 

Satu Dua kembali!" teriak raja Mataram kegirangan. 

"Orang Sableng itu memang punya banyak 

  

40 

 

kejutan..." kekeh Mahesa Edan yang sedang 

terapung sambil berpegangan pada papan kayu 

nisan hitam miliknya. Memang setelah berhasil 

menancapkan pasak batu pemasung dewa, kedua 

pendekar tersebut langsung berenang ke 

permukaan untuk mengambil nafas. Dan benar 

seperti yang dikatakan oleh raja Mataram, ketiga 

bintang yang melesat turun tersebut adalah Wiro 

dan kedua bayangannya dari ilmu tiga bayangan 

pelindung raga yang diajarkan oleh nenek sakti 

Rauh Kalidathi. Menggunakan ilmu Bintang Jatuh 

Menghujam Latinggimeru yang diajarkan oleh 

Datuk Tanpa Bentuk Tanpa Wujud, Wiro turun dari 

angkasa sambil memecah diri menjadi tiga wujud 

dan masing-masing wujud melambari sepasang 

tangan masing-masing dengan ilmu Tapak Mentari 

Tengah Malam, tapak Rembulan Tengah Hari dan 

Tapak Surya Gugur Gerhana! 

 

 

*** 

 

 

 

  

41 

 

      Bab 4 

 

ntan Suci Angin Timur memegang surai puti 

sembrani erat-erat. perjalanan kembali ke 

permukaan dari inti bumi memang memakan 

waktu yang tidak sebentar. Setelah sebelumnya 

berhasil mengenyahkan kabut dewa yang berpusat 

di inti bumi dan melepaskan pasak batu pemasung 

dewa dari tengkuk sepasang naga pemutar poros 

bumi yakni Kiai Naga Wisesa dan Kiai Naga 

Waskita, akhirnya Intan Suci Angin Timur pun 

berpamitan dengan Kiai Jiwo Langgeng makhluk 

abadi penunggu pohon kalpataru atau pohon 

kehidupan yang berada di dasar inti perut bumi.  

 Hampir sepuluh kali penanakan nasi 

barulah Intan Suci Angin Timur mulai melihat 

cahaya di ujung terowongan batu tempat masuk 

kedalam inti bumi. setelah melewati mulut 

terowongan batu, udara segar pun langsung masuk 

kedalam hidung sang bocah cilik. putri pasangan 

Pendekar Dua Satu Dua dan Ratu Duyung ini pun 

kemudian menghirup napas dalam-dalam dan 

kemudian menghembuskannya. "Perjalanan kita 

masih panjang Puti.. Dan aku jujur tidak tahu harus 

memulainya dari mana..." ucap sang bocah sambil 

membelai surai sang kuda bersayap yang 

ditungganginya.  

  

42 

 

 Tiba-tiba sang bocah menolehkan 

kepalanya saat sayup-sayup terdengar ada suara 

seseorang yang memasuki telinga mungilnya 

"Mungkin kau bisa memulai nya dari sini dulu 

cucuku Cah Ayu" satu suara dibarengi suara 

goncangan kaleng rombeng terdengar memasuki 

telinga Intan Suci Angin Timur. Dari atas 

tunggangannya sang bocah cilik nampak 

mengedarkan pandangannya kearah bawah, 

setelah mencari beberapa saat dilihatnya sebuah 

pedataran luas yang gersang dan ada sebuah 

pohon yang nampak disitu berdiri kokoh sendirian 

ditengah padang tandus. nampak dibawah 

naungan pokoknya ada seorang kakek yang duduk 

sambil terus menggoncang-goncang kaleng 

rombengnya yang berisi batu! 

 "Kakek Segala Tahu!" seru sang bocah 

yang kemudian mengarahkan kuda sembari 

tunggangannya kearah dimana sang kakek berada. 

begitu turun dari tungangannya bocah kecil 

tersebut langsung berlari dan kemudian memeluk 

sang kakek yang nampak semakin girang 

menggoyang-goyangkan kaleng rombengnya. 

"Sudahkah kau bebaskan kedua naga sepuh itu 

Cah Ayu?"ucap sang kakek bermata putih sambil 

mengelus rambut pirang Intan Suci. Sang gadis 

pun mengangguk namun kemudian ganti terisak 

"Tapi Uwak... Aku tidak berhasil menyelamatkan 

  

43 

 

Uwak kakek..." isak sang gadis dalam pelukan 

Kakek Segala Tahu. sang kakek tampak tersenyum 

sebelum kembali berujar. "Hidup dan mati, jodoh 

pertemuan dan perpisahan.. Adalah rahasia yang 

sudah ditentukan oleh yang maha kuasa. Uwakmu 

itu walaupun hanyalah seekor harimau dalam 

berbentuk roh, namun dirinya sudah menunjukkan 

baktinya dengan menjaga dan mengurusmu 

sampai sebesar ini. Jadi relakanlah kepergian 

uwakmu itu Cah Ayu" Intan Suci nampak 

mengusap air matanya dengan kedua tangan lalu 

mengangguk sedih. "Kata-kata kakek sama persis 

seperti apa yang dikatakan eyang Jiwo Langgeng... 

Aku bukannya bermaksud tidak menerima 

kepergian Uwak kakek, hanya saja aku sekarang 

bingung harus melakukan apa setelah ini..." ucap 

sang bocah kecil sambil sesekali terlihat 

sesenggukkan.  

 Kakek Segala Tahu kembali membunyikan 

kaleng rombengnya sebelum kembali  berujar.  

"Rupanya masih hidup juga makhluk bijak penghuni 

pohon Kalpataru tersebut... Adalah suatu 

keberuntungan kau masih bisa berjumpa dengan 

dirinya.." ucap sang kakek yang kemudian kembali 

berujar "Angkara murka masih merajalela... 

tenagamu masih dibutuhkan cucuku Cah Ayu... 

Kau harus kembali kepada ayahmu dan 

membantunya melawan kezaliman yang meneror 

  

44 

 

negeri ini.." Nampak awan murung seketika 

menggelayut di wajah gadis cilik ini. "Aku tidak 

punya ayah! Orang yang kakek sebut sebagai 

ayahku itu sudah sedemikian jahatnya 

meninggalkan aku di dunia ini! Satu-satunya yang 

sayang padaku hanyalah uwak dan kakang 

Wanara!' sengit bocah kecil ini.  

 Kakek Segala Tahu nampak mengelus 

janggutnya dan menengadah keatas. "Langit oh 

langit... Sudah terlalu banyak penderitaan yang 

kulihat dengan mata batinku di pelataran bumi ini... 

Sungguh dari semuanya itu kiranya tidak ada yang 

lebih menangung derita dari pada ayah gadis kecil 

ini.." ucap Kakek Segala Tahu sambil kembali 

menggoncangkan kaleng bututnya keras-keras 

"Ma.. Maksud kakek apa? Bu.. Bukankah ayahku 

adalah orang jahat yang dibuang oleh para dewa 

atas langit dan menjadi orang jahat yang 

membunuh para tokoh persilatan golongan putih? 

ucap Intan Suci keheranan dan memandang terus 

kearah Kakek Segala Tahu.  

 Setelah puas memainkan kaleng 

rombengnya, Kakek Segala Tahu pun kemudian 

berucap pelan kearah Intan Suci Angin Timur. Sang 

kakek kemudian menceritakan bagaimana nasib 

sang ayah Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng 

yang terpenjara dalam wujud patung batu selama 

  

45 

 

delapan ratus tahun. Diceritakan pula bagaimana 

dalam wujud roh selama berada dalam sekapan 

patung batu, Wiro Sableng dan Luhcinta atau dewi 

langit bunga tanjung harus berhadapan dengan 

pengadilan tahta dewa negeri atas langit karena 

dituduh telah mencuri kitab Jagat Pusaka Dewa 

dan mencuri kedua ilmu sakti yang berada di 

dalamnya dari kuil Candrasoma di bulan dan kuil 

surya Mentari di matahari.  

Akibat tuduhan tersebut sang pendekar 

menjalani hukuman dera sampai menjadi bongkok 

sementara Luhcinta sendiri menjalani pengasingan 

di penjara istana langit sebelum akhirnya 

mengorbankan diri untuk mendapatkan bunga 

Tanjung Kasih Dewa yang berada dikeningnya, 

sementara tulang punggungnya sendiri dijadikan 

busur gendewa cinta kasih yang dipersiapkan oleh 

para dewa sebagai senjata pamungkas dalam 

menghadapi para dewa yang memberontak.  

 Sang kakek kemudian juga menceritakan 

bagimana Pendekar Dua Satu Dua dalam keadaan 

bongkok dan memakai topeng ludruk kayu cendana 

kembali mendapatkan fitnah kala menghadiri rapat 

dunia persilatan yang dilakukan di kepulauan 

Riung. Sang pendekar dituduh membunuh secara 

membokong Raja Penidur dan dianggap sebagai 

tokoh antek-antek kerajaan Perut Bumi dan diburu 

  

46 

 

oleh seluruh tokoh dunia persilatan baik dari 

golongan putih maupun dari kerajaan Perut Bumi. 

"Kalau masalah tokoh dunia persilatan yang 

dikatakan telah dibunuh oleh ayah, sejujurnya aku 

juga tidak tahu kek dan aku pun masih sangsi. 

Namun eyang Raja Penidur bukan meninggal 

karena dibunuh oleh siapa-siapa! eyang meninggal 

dalam tidurnya setelah menyerahkan kembali 

amanat kitab seribu bintang yang telah terisi bunga 

tanjung kasih dewa kepada kakang Wanara kek! 

aku dan kakang Wanara lah yang menguburkan 

jasad beliau jadi bukan ayah pembunuhnya kek!" 

seru sang gadis cilik memotong cerita Kakek 

Segala Tahu.  

 Kakek Segala Tahu kembali 

menggoyangkan kaleng rombengnya beberapa 

saat sebelum kemudian lanjut berbicara "Kau benar 

sekali Cah Ayu.. Itu sebenarnya adalah jebakan 

dan fitnah para tokoh kerajaan perut bumi yang 

menyelusup ke pertemuan akbar tersebut. Ayahmu 

itu tidak salah apa-apa... Namun dampaknya dia 

jadi tidak dipercayai dan malah dikejar-kejar oleh 

semua pihak..." ucap sang kakek. Kakek Segala 

Tahu kemudian lanjut berujar "Namun dari 

semuanya itu kehilangan ibumu dan dirimu serta 

harus melihat kedua gurunya dibantai oleh para 

tokoh kerajaan perut bumi mungkin adalah hal yang 

terberat yang harus ditanggung oleh ayahmu itu..." 

  

47 

 

Intan Suci yang sebelumnya menundukkan 

kepalanya kemudian mengangkat wajahnya yang 

dipenuhi oleh air mata  

 "Maafkan aku kek.. Aku benar-benar tidak 

tahu dan bersalah karena menganggap ayah 

sebagai orang yang jahat... Aku tidak tahu jika 

nasib ayah ternyata setragis itu kek..." ucap sang 

bocah yang kemudian kembali menangis dan 

memeluk Kakek Segala Tahu. "Semua orang 

mempunyai takdirnya masing-masing Cah Ayu... 

Begitu juga dengan ayahmu... Walaupun memang 

begitu berat yang harus ditanggungnya, namun 

percayalah sudah tersedia ganjaran yang setimpal 

dan berkah tersembunyi buat ayahmu itu..." " Jadi 

aku harus bagaimana kek... Aku merasa tidak 

berani bertemu dengan ayah..." "Bangunlah cucuku 

Cah Ayu.. Kau harus beranjak pergi menemui 

ayahmu.. Dia membutuhkan mu saat ini..."  "Tapi 

aku..." sang kakek kemudian meletakkan kaleng 

rombengnya dan memegang kedua pundak sang 

bocah. "Dengarlah cucuku Cah Ayu... Bukan cuma 

ayah mu saja yang membutuhkanmu saat ini.. 

Namun seluruh umat manusia.. Pergilah 

menjemput takdirmu.. Mereka menunggumu di 

Mataram saat ini... Bahkan ku rasakan pula kakang 

mu itu juga  kini sedang beranjak pergi menuju 

kesana." "Benarkah seperti itu kek? dimanakah 

arah yang harus kutuju?" "Kau lihat langit disebelah 

  

48 

 

barat sana? Langit yang gelap kelam dan berpetir 

dikejauhan sana? Itulah tempat yang harus kau 

tuju..." "Baiklah kalau begitu kek.. Aku akan pergi 

sekarang... Jaga diri kakek baik-baik.. ucap sang 

gadis cilik seraya mencium tangan sang kakek dan 

kemudian bergegas menaiki Puti Sembarani dan 

terbang menuju langit sebelah barat. "Doa ku selalu 

bersamamu cucuku Cah Ayu..." ucap lirih sang 

kakek sebelum akhirnya kembali terlihat sibuk 

menggoyang kaleng bututnya yang berisi batu. 

 

 

 

 

*** 

  

 

 

 

 

 

  

49 

 

Bab 5 

 

iro perlahan membuka kedua matanya. 

Cahaya silau namun hangat terasa 

menerpa wajahnya. Walaupun agak kabur 

di awal, namun akhirnya pandangannya kemudian 

menjadi lebih jelas. dirinya kembali mendapati 

dirinya di satu pedataran rumput yang luas dan 

dirinya tidak sendiri, dirinya kala itu dirinya 

dikelilingi puluhan sosok bertubuh raksasa tinggi 

besar yang terdiri dari pria dan wanita berjubah 

putih. hal ini kembali mengingatkan sang pendekar 

kala dulu pertama kali mengunjungi negeri 

Latanahsilam. Dirinya saat itu terpesat kenegeri itu 

dalam keadaan tubuh kecil sementara para 

penduduknya bertubuh raksasa. Wiro kembali 

menatap para raksasa dihadapannya, para pria dan 

wanitanya nampak terlihat tampan dan cantik 

namun berwibawa.  Satu kesamaan dari makhluk 

makhluk yang mengelilinginya tersebut adalah 

sebagian terlihat memegang pedang naga suci dua 

satu dua dalam ukuran besar dan sebagian lagi 

memegang kapak bermata dua berukuran besar 

yang sangat persis seperti yang dimilikinya, kapak 

maut naga geni dua satu!  

 "Wahai anak manusia yang terlahir bernama 

Wiro Saksana! Selamat datang kembali ke lembah 

  

50 

 

Jagat Semesta Dua Satu Dua..!" ucap satu suara 

yang mengembalikan kesadaran pendekar satu 

dua sepenuhnya. “Eyang Jagat Satria...” ucap sang 

pendekar seraya bergegas bangun dan berlutut 

dihadapan sosok terdepan dari barisan manusia 

raksasa yang berdiri mengelilinginya. Perlu 

diketahui ini merupakan kedatangan kedua 

Pendekar Dua Satu Dua di lembah yang 

dinamakan jagat semesta dua satu dua ini. Jagat 

semesta dua satu dua adalah satu tempat di alam 

semesta yang bisa tersambung dengan kesadaran 

hakiki yang terdalam dari diri seseorang. Semesta 

ini juga merupakan dunia dimana para pemegang 

terdahulu kapak naga geni dua satu dua dan 

pedang naga suci dua satu dua dari berbagai 

semesta dan dimensi yang sudah melepaskan 

ikatan samsara antara dunia dan akhirat akhirnya 

berkumpul dalam keabadian. 

 Pendekar Dua Satu Dua memasuki alam 

semesta ini kali pertama adalah saat dirinya tidak 

sadarkan diri di setu lintang kemukus atau 

jembatan bintang berekor. Saat itu rohnya dan 

Luhcinta sedang melakukan perjalanan menuju 

matahari guna mendapatkan rahmat Chandrasoma 

dan berkah surya mentari yang menjadi syarat 

dalam kitab Jagat Pusaka Dewa.  

  

51 

 

 “Ini kali kedua kau kembali terpesat ke 

tempat ini wahai anak manusia... Apakah ini 

pertanda kau sudah memutuskan untuk menerima 

tawaran kami tempo hari?” ucap eyang jagat satria 

“Aku.. Aku jujur belum sempat memikirkannya 

eyang... Namun kalau dipikir-pikir sekarang 

mungkin bergabung bersama eyang semua di 

tempat ini benar adalah pilihan terbaik..”ucap Wiro 

dengan menundukkan kepalanya. “Baguslah kalau 

berpikir begitu.. Kami semua yang berada disini 

pastilah menyambutmu dengan senang hati kalau 

memang seperti itu keputusanmu. Namun kalau 

boleh eyang bertanya, apakah yang menjadi dasar 

dari keputusanmu itu wahai anak manusia?” ucap 

balik sang resi. “Aku sudah terlalu lelah eyang... 

Entah mengapa hati ini mulai membeku dan 

kehilangan pegangan. Terlalu banyak penderitaan 

yang bertubi-tubi datang mendera.. Sebelumnya 

aku pikir aku sanggup menangung semua ini... 

Namun ternyata aku salah... Aku tidak punya 

kekuatan apa-apa... Bahkan untuk menolong dan 

menyelamatkan orang-orang yang berharga dan 

amat kusayang aku sendiri tidak mampu! Aku 

benar-benar tidak berharga dan tidak memiliki lagi 

kekuatan untuk menghadapi dunia ini eyang..” ucap 

pelan sang pendekar sambil tertunduk.  

 Terdengar suara helaan nafas dari para 

manusia berwujud raksasa yang berada di tempat 

  

52 

 

tersebut. beberapa saat dalam kesunyian, Tiba-tiba 

terdengar suara seorang wanita dengan lembut 

berkata. “Kami mengerti semua penderitaan yang 

kau alami wahai anak manusia.. kami semua yang 

berada disini pada dasarnya turut pula mengalami 

lingkaran takdir penuh derita seperti yang kau 

alami.. karena memang itulah takdir yang harus 

ditanggung setiap pemegang amanat dua satu dua 

di dunia ini...” Wiro mengangkat kepalanya dan 

melihat satu sosok  wanita berwujud tinggi besar 

mengenakan jubah putih. Rambutnya nampak 

digelung keatas dan dihiasi sebuah tusuk kundai 

dari bahan batu kemala. Wajah sang wanita yang 

nampak mulai berkeriput ini terlihat memancarkan 

keteduhan dan kedamaian dan matanya yang 

berbola mata biru menyiratkan jejak penderitaan 

dan pengalaman hidup yang panjang yang pernah 

dialami oleh seorang anak manusia sama seperti 

dirinya.  

 Sambil berdiri tegak sang wanita nampak 

memegang pedang roh yang berwujud sama 

seperti pedang naga suci dua satu dalam bentuk 

yang sangat besar. “Apakah cucu buyutku si Sinto 

Weni itu pernah menjelaskan tentang makna dari 

amanat dua satu dua kepadamu?” ujar sang nenek 

kembali. Wiro seketika terhenyak dan memandang 

wanita dihadapannya dan seketika kembali berlutut 

dan bersuja “Maafkan aku eyang... Bisakah aku 

  

53 

 

mengenal nama eyang yang mulia?” ucap 

Pendekar Dua Satu Dua yang dibalas dengan 

tertawa kecil dari para manusia raksasa ditempat 

itu lalu akhirnya sang wanita dihadapannya 

menggerakkan tangannya sebagai pertanda agar 

mereka yang berada disekitarnya untuk diam “Kami 

yang berada di tempat ini sudah memutuskan 

ikatan samsara baik di dunia ini maupun di akhirat 

wahai anak manusia.. Kemuliaan, derajat dan 

kebanggaan diri sudah bukan lagi menjadi bagian 

dari diri kami. Kami sudah memutuskan untuk tidak 

mencampuri urusan apapun  yang terjadi di alam 

semesta ini dan berdiam di lembah ini menunggu 

sampai nanti tiba waktunya pengadilan akbar dari 

yang maha kuasa. Oleh karena itu namaku 

sebaiknya tidak perlu kau tahu...” Wiro nampak 

menelan ludah dan kemudian menganggukkan 

kepala. “Maafkan atas kelancanganku eyang... Aku 

yang bodoh ini memang masih perlu banyak 

diberikan pelajaran..”  

 Sang wanita nampak tersenyum. “Kau 

adalah manusia yang baik, hanya sayangnya kau 

terkadang lupa akan fitrahmu sehingga melupakan 

amanah yang sebenarnya harus menjadi pondasi 

utamamu dalam menjalani hidup... Sekali lagi 

kutanyakan... Apakah kau masih mengingat arti 

dari angka dua satu dua di dadamu..?"  “Tahu 

eyang... Angka satu berarti hanya ada satu Tuhan 

  

54 

 

sang pencipta yang harus disembah... Lalu angka 

dua adalah semuanya itu tercipta berpasang-

pasangan...” ucap Wiro “Lalu apakah kau tahu 

mengapa angka satu diapit ditengah-tengah angka 

dua? Dan jika dua yang pertama adalah segala 

sesuatunya diciptakan berpasang-pasangan lalu 

apa makna angka dua yang lainnya?” ucap kembali 

sang wanita. Kali ini  pemuda yang kerap kali 

dipanggil si anak setan oleh sang guru nampak 

kembali membeliak dan ternganga dan terlihat 

menggaruk-garuk kepalanya. Kebiasaaan lamanya 

kembali muncul. “Aku... aku tidak tahu eyang... 

eyang Sinto belum menjelaskan sampai sejauh 

itu...” ucap Pendekar Dua Satu Dua dengan 

terbata-bata.  

 Wanita yang menanyai Wiro nampak 

tersenyum dan kemudian beranjak undur setelah 

sebelumnya melirik kearah sosok raksasa eyang 

jagat satria disebelahnya. “Penjelasanmu itu benar. 

wahai anak manusia, yang satu itu adalah memang 

berarti hanya ada Tuhan yang satu yang patut 

disembah dan Tuhan yang satu itu menciptakan 

segalanya berpasang-pasangan... Lalu mengapa 

angka satu berada diapit oleh dua angka dua? 

Apakah kau bisa menebaknya wahai anak 

manusia?” Wiro terlihat menggeleng. Jelas ini 

merupakan hal yang baru bagi sang pendekar! 

  

55 

 

 “Angka satu yang diapit oleh angka dua itu 

berarti Tuhan yang satu itu pada dasarnya selalu 

ada ditengah-tengah bersama-sama dari 

ciptaannya yang berpasang-pasangan itu wahai 

anak manusia! Dia hadir hanya sejauh doa, tirakat 

dan sujudmu...” ”Lalu arti angka dua dibelakang 

angka satu?” sambung Pendekar Dua Satu Dua. 

“Angka dua dibelakang angka satu adalah 

berbicara tentang pilihan... Ya atau tidak... Suka 

atau tidak suka.. Melakukan atau tidak melakukan.. 

Lurus atau bengkok... Imbalan atau hukuman... 

Surga atau neraka... Semuanya itu merupakan 

pilihan yang akan diambil oleh setiap anak manusia 

di dunia ini. Yang saling berpasangan itu akan 

selalu bersama dengan yang satu yang 

menciptakan, namun yang satu itupun tidak akan 

memaksa makhluk ciptaannya dalam menentukan 

pilihan jalan hidupnya. Namun itu bukan berarti 

yang satu itu tidak memperdulikan kehidupan 

ciptaannya. Dia akan selalu memberikan terang 

dan petunjuk hanya dari manusia sendiri itulah 

yang harus memilih antara terang dan gelap...” 

Pendekar Dua Satu Dua nampak diam terpekur 

mendengar penjelasan eyang Jagat Satria di 

depannya.  

 “Jadi bagaimana pilihan mu sekarang wahai 

anak manusia bernama Wiro Saksana? Kau boleh 

tidak memilih dunia fana yang penuh penderitaan 

  

56 

 

dibawah sana dan bergabung dengan kami, para 

pendahulumu dari trah naga dua satu dua 

menjalani hidup damai sampai pengadilan akbar... 

Atau kembali ke duniamu yang penuh kebisingan 

hiruk pikuk dan penderitaan tak kunjung usai baik 

fisik maupun mental itu... Sanggupkah kau 

menjatuhkan pilihan...?” ucap eyang Jagat Satria 

sembari kemudian nampak mengulurkan 

tangannya kearah Pendekar Dua Satu Dua.  

 Hening begitu terasa di lembah tersebut. 

Angin yang semilir beberapa saat meniup lembut 

rambut panjang sang pendekar, cahaya mentari 

yang lembut juga menerpa membawa kehangatan 

di wajah Wiro. Setelah memandang berkeliling 

kearah wajah-wajah para manusia raksasa yang 

memegang pedang naga suci dan kapak dua satu 

dua ini, perlahan senyum akhirnya kembali terlihat 

disimpul bibir sang pendekar. Matanya yang 

sebelumnya terlihat kosong kini nampak mulai 

menyorotkan cahaya kehidupan. “Maafkan aku 

para eyang sekalian.. Aku sudah mengambil 

keputusan akhir.. Sebegitu besar keinginan ku 

untuk menikmati kedamaian di tempat ini bersama 

eyang semua.. Namun bukanlah diriku jika harus 

egois merasakan kedamaian seorang diri disini 

tanpa memikirkan keadaan semua orang yang 

kucintai di bawah sana.. Seperti kata mu eyang, 

amanat dua satu dua mungkin amanat yang berat 

  

57 

 

dan menyiksa untuk ku tanggung seorang diri di 

dunia sana, namun selama yang SATU itu selalu 

berada bersamaku, walaupun seberat apapun aku 

pasti akan menemukan petunjuk dan cahaya...” 

ucap sang pendekar dengan suara mantap.  

 Ucapan pendekar ini tanpa disangka-

sangka kemudian mendapat sambutan yang luar 

biasa dari para manusia raksasa yang mengelilingi 

Pendekar Dua Satu Dua! Kuluhan kapak naga geni 

dan pedang naga suci sontak teracung tinggi 

diudara diiringi seruan penuh keharuan dan 

kebahagiaan! “kau benar-benar tidak 

mengecewakan kami wahai anak manusia 

bernama Wira Saksana! Penerus sejati amanat dua 

satu dua memang bukanlah makhluk kerdil 

cengeng yang berjiwa lemah dan hanya pasrah 

menerima keadaan begitu saja! Kau memang layak 

berada di tempat ini dan menjadi bagian dari kami” 

ucap eyang Jagat Satria. "Terima kasih eyang... 

Aku kini mengerti apa yang harus ku lakukan.. Aku 

akan pergi menjemput takdirku dan pilihan ku 

adalah tidak akan menyerah sampai akhir!” tegas 

Wiro mantap. 

  “Keputusan yang bagus dan sebelum kau 

meninggalkan tempat ini, adakah sesuatu yang 

mungkin ingin kau tanyakan?” “Maafkan 

pertanyaan ku yang mungkin tidak sopan ini eyang, 

  

58 

 

namun aku tidak melihat keberadaan eyang Arya 

Segoro dan eyang Kinanti Saraswati di tempat ini..” 

ucap Pendekar Dua Satu Dua sambil celingukan 

memandang kearah para manusia raksasa yang 

mengelilinginya. Para manusia raksasa yang 

kemudian diketahuinya sebagai pemegang kapak 

maut naga geni dan pemegang pedang naga suci 

di kehidupan sebelumnya dari berbagai garis waktu 

dan semesta dimensi.  

 “Mereka berdua memang tidak seberuntung 

dirimu yang bahkan hingga dua kali terpesat 

mengunjungi tempat ini. Masih ada ikatan di dunia 

yang harus mereka selesaikan..” ucap wanita yang 

berdiri di samping eyang Jagat Satria. “Nanti juga 

kau akan kembali bertemu mereka berdua...” ucap 

eyang Jagat Satria sembari tersenyum. “Selamat 

jalan wahai anak manusia bernama Wiro 

Saksana..” ucap eyang Jagat Satria kepada sang 

Pendekar Dua Satu Dua. Satu kabut bercahaya 

putih tiba-tiba menyeruak muncul dan berpendar 

perlahan membayang di hadapan wajah Pendekar 

Dua Satu Dua. Kabut tersebut semakin lama 

semakin menyala benderang hingga akhirnya 

menjadi sinar yang menyilaukan mata hingga 

akhirnya memaksa pendekar satu dua menutup 

kedua matanya. 

  

59 

 

 Saat membuka mata pertama kalinya, 

Pendekar Dua Satu Dua merasakan kelegaan yang 

luar biasa menyeruak dari dalam tubuhnya. 

Tubuhnya yang sebelumnya babak belur 

sedemikian rupa kini kembali  segar tanpa kurang 

suatu apapun. Bahkan tulang belakangnya yang 

sempat patah dan mengakibatkan tubuhnya 

bongkok juga kini kembali ke keadaan semula. 

“Terima kasih ya Allah atas karunia mu ini...” ucap 

sang pendekar dalam hati. Rupanya saat dalam 

keadaan tidak sadarkan diri, ketujuh payung warna-

warni saling bertumpuk dan menopang tubuh 

Pendekar Dua Satu Dua kembali ke lintasan 

matahari dan rembulan. Cermin retak milik Ratu 

Duyung pun tak henti-hentinya berputar 

mengelilingi tubuh sang pendekar dan bergantian 

memantulkan cahaya matahari dan cahaya 

rembulan ke kedua tangan Pendekar Dua Satu Dua 

dimana meringkuk naga dewa mentari dan naga 

dewi rembulan, naga yang merupakan bagian dari 

kitab jagat pusaka dewa. Cahaya mentari dan 

rembulan yang terus menerus membanjiri tubuh 

Pendekar Dua Satu Dua ini lah yang 

mengembalikan tubuh sang pendekar  dan 

memulihkan semua luka yang diterima 

sebelumnya. Sementara itu bunga kenanga putih 

yang terus berpendar dan berdenyut memancarkan 

sinar putih redup terus memberikan denyutan dan 

  

60 

 

gelombang hangat ke jantung Pendekar Dua Satu 

Dua yang sebelumnya berdegup lemah.  

 Kala kesadaran dan kondisi tubuhnya pulih 

dengan sempurna, sang pendekar pun baru 

menyadari bahwa di hadapannya terdapat sembilan 

buah benda yang terdiri dari tujuh buah payung 

berwarna beraneka ragam beserta sebuah cermin 

retak dan sekuntum bunga kenanga yang nampak 

melayang dan perlahan memudar. Rasa haru pun 

sontak membuncah didada sang pendekar 

sehingga tanpa sadar matanya mulai nampak 

terlihat berkaca “Puti Andini... Suci... dan juga kau 

Intan istriku... Aku begitu berhutang banyak kepada 

kalian... Walaupun raga dan keberadaan kalian 

akhirnya menghilang, namun masih juga kurasakan 

cinta kasih kalian yang begitu mendalam... Bahkan 

jika selembar nyawa ini harus digadai untuk 

membalas kebaikan kalian semua,  rasanya 

bahkan itu tidak cukup untuk membalasnya..." tutup 

sang pendekar dengan wajah tertunduk. Perlahan 

akhirnya kesembilan benda milik orang-orang 

terkasih Pendekar Dua Satu Dua pun mulai sirna 

dihadapan sang pendekar.  

 Wiro pun setelah termenung sesaat 

akhirnya kemudian melihat kearah bawah kakinya. 

Dengan menggunakan ilmu menembus pandang 

warisan Ratu Duyung, sang pendekar pun bisa 

  

61 

 

melihat situasi yang terjadi di bawah sana “Aku 

harus mengakhiri semua ini.. Sudah terlalu banyak 

jiwa yang terhilang oleh makhluk-makhluk perut 

bumi keparat itu.." sang pendekar kemudian terlihat 

membaca sebuah ajian dan tiba-tiba dari dalam 

tubuhnya keluar dua sosok yang serupa dan 

sebentuk dengan dirinya. Rupanya sang pendekar 

kembali mengeluarkan ilmu yang diajarkan oleh 

rauh kalidathi yakni tiga bayangan pelindung raga. 

Tiga bayangan tersebut kemudian dengan 

menggunakan ilmu Ekor Bintang Menghujam 

Latinggimeru, sang pendekar pun nampak turun 

melesat menukik dalam bentuk bintang jatuh 

berekor dan bukan itu saja, masing-masing sosok 

Wiro nampak menyalurkan tiga ilmu puncak yang 

dimiliki oleh Pendekar Dua Satu Dua kala itu yaitu 

pukulan Mentari Tengah Malam, pukulan Rembulan 

Tengah Hari dan terakhir pukulan Surya Gugur 

Gerhana!   

 

 

*** 

  

 

 

  

62 

 

Bab 6 

 

elihat kedatangan Pendekar Dua Satu Dua 

dari atas langit, semangat dan harapan 

pun bangkit dan tergugah kembali di hati 

raja Mataram dan yang lainnya. Sambil bangkit 

berdiri sang raja pun berteriak keras "Ini 

kesempatan kita untuk menghancurkan angkara 

murka! Mari kita kembali menggempur dewa 

raksasa ini sampai tetes darah penghabisan..!" 

sambil berucap sang raja kemudian nampak 

mengarahkan sepasang telapaknya yang tiba-tiba 

membesar empat kali lipat dan berwarna 

kemerahan, lalu dari telapak tangan yang 

membesar itu melesat satu sinar berputar berwarna 

merah menyala yang memancarkan hawa sangat 

panas. Raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah 

Pasingsingan telah mengeluarkan salah satu ilmu 

langka miliknya yaitu ilmu Sepasang Tangan Dewa 

Menebar Angkara! Bersamaan dengan itu, Nyi 

Roro Kidul dan Ratu Laut Utara pun kemudian turut 

mengeluarkan ilmu puncak yang dimiliki masing-

masing begitu juga dengan Mahesa Kelud yang 

mengeluarkan pukulan Api Salju dan Mahesa Edan 

dengan pukulan Makam Sakti Meletus. Dari tangan 

mereka semua memancar ilmu pukulan beraneka 

  

63 

 

warna yang sangat angker dan mematikan tertuju 

langsung ke arah resi dewa raksasa!  

 "Tunggu dulu teman-teman... Aku juga mau 

ambil bagian!" satu suara dari ketinggian  tiba-tiba 

terdengar. rupanya Santiko si Bujang Gila Tapak 

Sakti yang sebelumnya mendeprok pingsan di 

salah satu pecahan candi prambanan yang 

melayang diudara telah terbangun. Lalu dengan 

menggunakan ilmu kesaktiannya, sang pendekar 

gemuk ini  kemudian menarik uap air laut yang 

berada disekitarnya dan kemudian 

membekukannya menjadi es dengan ukuran maha 

besar yang sampai-sampai berukuran sebesar 

sebuah candi! Es maha besar itu pun kemudian 

dihempaskannya kearah bawah dengan kecepatan 

luar biasa!  

 Sang Resi Raksasa yang merasakan 

terhimpit oleh daya tekan serangan luar biasa yang 

tertuju kepadanya tiba-tiba nampak meraung keras! 

Dengan wajah menengadah keatas nampak selarik 

sinar sepasang pedang dewa keluar dari sepasang 

matanya dan disusul nyala kobaran api berwarna 

hitam kelam menyembur dari mulutnya yang 

terbuka menuju langsung datangnya serangan dari 

atas langit! sementara itu, berbarengan dengan 

serangan dahsyat yang ditujukan kearah langit, 

hentakan gelombang tak kasat mata dari tubuh 

  

64 

 

sang resi turut kembali menyeruak dan memapak 

datangnya serangan ilmu jarak jauh yang 

dilepaskan oleh raja Mataram, Mahesa Kelud dan 

Mahesa Edan serta kedua ratu penguasa laut jawa!  

 Dentuman maha dahsyat yang belum 

pernah terjadi selama ini di bumi Mataram 

menggelegar membahana manakala kekuatan 

gabungan ilmu kesaktian para tokoh dunia 

persilatan ini berbenturan langsung dengan 

pertahanan Resi Raksasa perwujudan ke enam 

dewa sesat. Bola api raksasa yang diselubungi 

debu dan pecahan es yang menguap nampak 

membumbung tinggi bahkan sampai jauh ke atas 

langit!  

 Suara dentuman maha dahsyat tersebut 

juga menghasilkan gelombang kejut yang 

menyeruak dari pusat benturan ilmu kesaktian dan 

menjalar ke seantero negeri bahkan melesat jauh 

hingga ke puncak merapi dimana terdapat tokoh-

tokoh dunia persilatan dan rakyat Mataram yang 

berada dalam pengungsian. "Teman-teman semua! 

cepat lindungi rakyat yang tak berdosa..." seru 

Bidadari Angin Timur sambil menghentakkan 

tangan kearah depan, membentuk benteng tenaga 

dalam tak kasat mata berbentuk pusaran angin 

guna menghadang datangnya gelombang kejut 

yang datang dari arah Mataram. Anggini, Purnama, 

  

65 

 

Dewi Dua Musim serta tokoh dunia persilatan 

lainnya yang telah berada di tempat itu setelah 

mengangkut rakyat Mataram yang tersisa pun 

sontak merentangkan tangan masing-masing guna 

membangun dinding penghalang sehingga akhirnya 

terciptalah satu dinding penghalang berupa kubah 

pusaran angin raksasa yang melindungi ribuan 

rakyat Mataram yang ada dibelakang mereka dari 

serbuan gelombang kejut yang datang mendera. 

"Jagat dewa batara... Sesungguhnya apa yang 

telah terjadi di bumi Mataram sana..."desis Dewi 

Dua Musim sambil melihat bola api raksasa yang 

terlihat jelas membumbung tinggi dari kejauhan.  

 Berkas berkas api dan debu es perlahan 

menguap dan bola api raksasa mulai menghilang 

dilangit Mataram. Pemandangan yang mengiriskan 

hati terlihat manakala satu lubang geroakan 

raksasa tercipta di tanah bekas berdirinya candi 

prambanan akibat benturan serangan yang 

dilancarkan oleh Wiro dan kawan-kawan. Tapak 

mentari tengah malam dan rembulan tengah hari 

tidak saja menghancurkan ilmu sepasang pedang 

dewa milik sang resi namun juga tepat mendarat di 

kedua pundak sang Resi Raksasa, sementara 

pukulan Surya Gugur Gerhana juga berhasil 

menembus serangan api hitam kegelapan inti bumi 

yang dilepas oleh sang dewa raksasa.  

  

66 

 

 Pukulan sakti tersebut mendarat langsung 

di kepala sang resi, sementara bentrokan ilmu 

kesaktian raja dan dua ratu serta kedua mahesa 

juga mampu menembus hentakan gelombang kejut 

yang dikeluarkan oleh sang resi dewa. Apalagi 

ditambah oleh hantaman es raksasa milik Bujang 

Gila Tapak Sakti, akhirnya dari bentrok kekuatan 

gabungan ilmu-ilmu dahsyat tersebut kemudian 

tercipta satu bentuk reaksi ledakan yang membuat 

dentuman maha dahsyat yang akhirnya 

memisahkan ke enam sosok dewa sesat dari wujud 

Resi Raksasanya! 

  Hal ini jelas merupakan hal yang 

menggembirakan namun harus dibayar dengan 

sangat mahal oleh para pendekar golongan putih 

yang tersisa. Wiro, raja Mataram, kedua ratu dan 

kedua Mahesa serta Bujang Gila Tapak Sakti 

semuanya terlempar ke udara dalam keadaan 

terluka dalam! Bahkan pendekar satu dua yang 

telah kembali ke wujudnya yang tunggal terlempar 

dalam keadaan bersalut kobaran api! Lalu 

bagaimana dengan Setan Ngompol dan Naga 

Kuning? Hanya mereka berdua saja yang tidak 

terlempar karena sebelumnya sudah menyelam ke 

dasar air dan mati-matian berpegang pada 

reruntuhan candi prambanan yang tidak turut 

terangkat. Namun karena tekanan yang sangat 

  

67 

 

kuat, keduanya toh akhirnya pingsan juga dalam 

posisi saling berpegangan tangan dan berangkulan! 

 Saat melihat para pendekar yang 

diharapkan oleh seluruh dunia persilatan ini 

terlempar bergelimpangan membuat hati Dewa 

Tuak menjadi kalut, namun kala dilihatnya ikatan 

rantai emas aksara langit masih erat membelit 

wujud keenam dewa yang telah kembali ke sosok 

asalnya, harapan kembali bergelayut dari dalam 

dada sang pendekar tua.  

 "Tetap bertahan! Jangan kendorkan 

perhatian! Keenam dewa itu telah terpisah dari 

kesatuannya jadi sekaranglah giliran kita untuk 

menghabisi mereka..." belum selesai Dewa Tuak 

berbicara tiba-tiba seluruh langit gelap berubah 

menjadi berwarna kemerah-merahan! Lalu dari 

langit yang merah tersebut tiba-tiba nampak 

menyeruak satu bentuk mata raksasa berwarna 

merah kekuningan dengan bola mata hitam lancip 

yang angker menggidikkan tergantung diatas langit! 

mata tunggal raksasa ini bahkan ukurannya 

puluhan kali jauh lebih besar dari sang Resi 

Raksasa! "Jagat dewa batara! Mata langit penghuni 

lubang kegelapan akhirnya menunjukkan rupanya 

di dunia..." desis para dewa yang tersisa dengan 

suara bergetar dan keringat dingin menetes di dahi 

dan tengkuknya masing-masing.  

  

68 

 

 Mata langit yang berukuran maha besar 

yang sekelilingnya dikobari lidah-lidah api berwarna 

merah kekuningan ini terlihat bergerak-gerak 

menyorot kesegala arah, lalu tiba-tiba mata langit 

itu nampak memandang menyorot kearah barisan 

Rantai Sambung Jiwa Hati Dewa dan Manusia lalu 

berganti menyorot kearah keenam dewa yang 

nampak berkelojotan dalam ikatan rantai emas 

aksara langit. Sang mata langit kemudian tiba-tiba 

nampak mengerjapkan mata! Satu gelombang 

kembali menghantam dari langit dalam bentuk 

sapuan gelombang raksasa berbentuk awan yang 

berisi lidah api dan berkas-berkas petir berwarna 

hitam! "Yaaaa Gusti Allah...!!!" teriak Dewa Tuak 

seraya memicingkan matanya menahan sapuan 

gelombang yang datang melabrak Rantai Sambung 

Jiwa Hati Dewa dan Manusia! 

 Gelombang maha dasyat ini juga kontan 

menghantam tubuh keenam dewa yang terikat dan 

yang anehnya adalah saat berkas gelombang yang 

dikeluarkan kerjapan mata langit mengenai keenam 

dewa yang terikat rantai emas aksara langit ini, 

suara jerit dan lolongan dari pada keenam dewa 

tersebut terdengar membumbung tinggi jauh ke 

angkasa "Tidaaaak... Jangaaaan!!!" teriak keenam 

dewa tersebut dalam keadan berkelojotan masih 

dalam posisi terikat rantai emas aksara langit 

sambung jiwa hati dewa dan manusia! Keenam 

  

69 

 

sosok dewa tersebut perlahan berubah seolah 

terselubungi kobaran api lalu berkelojotan 

mengkerut dan kemudian  akhirnya hangus dan 

menjadi abu hitam dan tersedot naik membumbung 

masuk kearah mata langit!  

 Sapuan gelombang maha dahsyat yang 

dipenuhi berkas petir dan lidah-lidah api yang 

keluar dari kerjapan mata langit raksasa pun 

nyatanya sukses menghantam semua benda yang 

berada di sekelilingnya. Rantai Sambung Jiwa Hati 

Dewa dan Manusia yang terdiri dari jalinan para 

dewa dan orang-orang suci yang saling 

berpegangan tangan di angkasa ini pun langsung 

hancur kocar-kacir porak poranda.  Runtuh dan 

bertebaran jatuh kearah bumi! Begitu juga dialami 

oleh Wiro dan kawan-kawan yang sebelumnya 

terlempar berpentalan akibat tumbukan ledakan 

kala berbarengan menyerang resi dewa raksasa. 

Keadaan mereka yang sudah babak bundas 

tersebut semakin di perparah oleh gelombang 

kerjapan mata yang juga melanda mereka saat 

mereka masih diudara!   

 Memang sungguh dahsyat kerusakan yang 

diakibatkan oleh mata langit yang telah menelan 

habis keenam dewa yang memberontak ini. 

Perlahan namun pasti seribu candi bagian dari 

candi prambanan yang terangkat naik dan 

  

70 

 

mengambang di udara dan juga sisa-sisa dari 

istana penyangga langit pun mulai berderak hancur 

dan berjatuhan dari angkasa! "Jodoh kita hanya 

sampai disini yang mulia... Tetaplah kuat dan 

jangan menyerah..." Ucap patung Roro Jonggrang 

yang berada dalam dekapan Sri Maharaja 

Mataram. Sri Maharaja Mataram hanya nampak 

menutup matanya yang sembab sembari semakin 

erat memeluk patung dewi yang membuatnya jatuh 

cinta tersebut. Tubuhnya yang sudah kehilangan 

semua kekuatannya tersebut terlihat jatuh deras ke 

arah bumi sambil terus memeluk patung batu yang 

juga mulai hancur berkeping-keping tertiup angin 

bumi Mataram.  

 

 

*** 

  

 

 

 

 

 

  

71 

 

 

 

 

  

72 

 

Bab 7 

 

uara dahsyat saling sahut menyahut 

menghiasi kelamnya langit menjelang fajar. 

Tak ada lagi perlawanan, Tak ada lagi yang 

sanggup mengatasi angkara murka. Namun 

selayaknya mentari yang selalu terbit dan 

menghangati bumi, harapan pasti akan selalu ada. 

Disaat semua orang telah menyerah dan berputus 

asa, semburat cahaya mulai terbit dan 

menghangati dinginnya langit kelam.  

 Bersamaan dengan terbitnya mentari di ufuk 

timur, satu kilatan cahaya berwarna biru dan merah 

nampak melesat memburu langsung kearah mata 

langit! Keris naga sanjaya yang bersinar  kebiruan 

nampak terlihat anggun melesat bersandingan 

dengan cahaya merah angker sang putra langit! 

Pedang naga merah! Kedua saudara kandung yang 

selama ini saling dendam dan bermusuhan ini 

akhirnya berdamai dan bersatu hati dalam 

genggaman erat pemuda tanggung Jabrik Sakti 

Wanara!  

Fajar harapan telah tiba!  

 "Kakang Wanara! Aku datang membantu 

mu!" Satu suara gadis kecil kemudian tiba-tiba 

  

73 

 

terdengar membahana menyusul dari arah langit 

timur! Kemudian didahului suara ringkikan kuda 

yang bagaikan suara guntur, satu sosok yang 

menggetarkan hati pun terlihat turut melesat kearah 

mata langit! Seorang gadis kecil dengan mata biru 

dan rambut pirang terurai nampak berdiri gagah 

diatas Puti Sembrani kuda bersayap kesayangan 

dan peliharaan para dewa atas langit.  

 Dengan mata tajam gadis ini kemudian 

terlihat merentangkan tali gendewa cinta kasih 

yang digenggamnya erat. Gendewa yang dibuat 

atas pengorbanan dan menggunakan ruas tulang 

punggung Luhcinta atau Dewi Langit Bunga 

Tanjung ini nampak bergetar dan memancarkan 

cahaya indah laksana berlian! Dari mata biru indah 

gadis kecil yang besar dalam pondongan Jabrik 

Sakti ini kemudian menetes setetes air yang tiba-

tiba berubah menjadi satu sinar berwujud anak 

panah berwarna keemasan. Anak panah yang 

merupakan intisari pengorbanan seribu peri atas 

langit!  

 Anak panah inilah yang kini langsung 

diarahkan oleh gadis cilik anak Ratu Duyung ini ke 

tengah-tengah mata langit raksasa!  Dengan bibir 

tersenyum Pendekar Dua Satu Dua terus menatap 

kearah gadis cilik yang datang mengendarai kuda 

sembrani ini. Tubuhnya yang di kobari api dan 

  

74 

 

meluruk dahsyat ke arah bumi bersama para tokoh 

dunia persilatan, para dewa dan sesama orang suci 

lainnya tidak dipedulikannya sama sekali. Matanya 

terus tertuju kearah gadis cilik kesayangannya 

tersebut. "Intan Suci Angin Timur... Ayah percaya 

padamu nak..." Tutup Pendekar Dua Satu Dua 

sambil tersenyum dan kemudian menutup mata 

disambut oleh deru angin dan semburat cahaya 

pagi di langit Mataram! 

 Dengan meliuk lincah menggunakan angkin 

bidadari pemberian terakhir Peri Bunda, Jabrik 

Sakti Wanara nampak melesat kesana kemari 

sambil menyabetkan pedang naga merah dan 

menusuk menggunakan keris naga Sanjaya kearah 

mata langit. mata langit nampak sibuk dan terus 

menyorot bergantian kearah dirinya dan Intan Suci 

Angin Timur yang terus melepaskan anak panah 

emas jiwa suci seribu peri. Serangan sang pemuda 

remaja dan gadis kecil ini terlihat kompak dan 

serasi sehingga cukup merepotkan mata langit 

yang cukup merasa kesakitan akibat terjangan tiga 

senjata yang berada di tangan kedua anak murid 

eyang Arya Segoro dan eyang Kinanti Saraswati 

ini. Mendadak mata langit kembali mengerjapkan 

mata tunggalnya lalu dari arah mata yang menyala 

angker dan menimbulkan hawa panas menyayat 

itu, melesat ribuan cahaya merah berbentuk panah 

  

75 

 

api yang langsung menyerang kearah Jabrik Sakti 

Wanara dan Intan Suci Angin Timur!  

 Melihat datangnya serangan tersebut, 

Jabrik Sakti Wanara dan Intan Suci Angin Timur 

tidak terlihat menjadi takut apalagi gentar, 

keduanya pun kemudian terlihat menyimpan 

senjata masing-masing dan menghadang 

datangnya serangan ribuan panah api tersebut 

dengan menggunakan kesaktian yang dimiliki 

keduanya. Dengan menghimpun tenaga gaib 

Bintang Sakti Bunga Tanjung yang terdapat pada 

kitab Seribu Bintang yang terikat dipunggungnya, 

Jabrik Sakti Wanara nampak menghentakkan 

tangannya ke depan melepas pukulan Benteng 

Topan Melanda Samudera! Sementara dari atas 

kuda sembraninya, Intan Suci Angin Timur dengan 

bantuan tenaga sakti Inti Malaikat dari kitab Wasiat 

Malaikat yang berada dibalik bajunya terlihat 

menghentakkan sepasang tangan mungilnya dan 

melepaskan pukulan  Dinding Angin Berhembus 

Tindih Menindih!  

 Kedua pukulan berbentuk dinding angin 

maha kuat yang dilepas oleh Jabrik Sakti Wanara 

dan Intan Suci Angin Timur ini memang benar-

benar dahsyat dan mampu mendorong mental 

sebagian sinar panah api yang menyerang mereka 

berdua. Sayang masih ada satu sinar panah api 

  

76 

 

yang lolos dan menancap di sayap Puti Sembrani 

kuda tunggangan sang gadis cilik! "Putii tenangkan 

dirimuu..." teriak sang gadis berusaha 

menenangkan sang kuda sembrani yang nampak 

panik karena sebuah sayapnya terkena panah dan 

dilanda kobaran api! melihat gelagat tersebut sang 

gadis cilik langsung melompat di udara dan 

menunjuk kearah air banjir yang berada dibawah 

kakinya.  

 "Cepat ceburkan dirimu ke dalam air 

dibawah sana Puti..." teriak sang gadis sembari 

menepuk leher sang kuda tunggangan yang dibalas 

dengan ringkikan keras dan langsung sang kuda 

tunggangan para dewa tersebut melesat kebawah 

dan menceburkan diri kedalam air banjir guna 

memadamkan api di sayapnya. Sementara itu 

setelah melihat kuda tunggangannya tersebut telah 

masuk kedalam air dan berhasil memusnahkan api 

yang membakar sebelah sayapnya, gadis cilik anak 

terkasih Pendekar Dua Satu Dua dan Ratu Duyung 

ini kemudian nampak terlihat sedang berlari lincah 

di tengah udara menyongsong kembali kearah 

Mata Langit!  

 Walaupun tidak mempunyai kemampuan 

untuk terbang diudara seperti Jabrik Sakti Wanara, 

namun berkat Kasut Pelari Alam Gaib yang 

dipakainya, sang gadis kecil ini memiliki 

  

77 

 

kemampuan untuk berjalan dan berlari di tengah 

udara! kKasut sakti ini sendiri merupakan kasut 

sakti yang didapat oleh sang gadis cilik kala 

menang bertaruh adu jangkrik melawan kakek 

cebol Pelari Alam Gaib di negeri Bunian. "Kau tidak 

apa-apa adikku?" ucap Jabrik Sakti saat 

menyongsong kedatangan Intan Suci "Tidak 

kakang, aku tidak apa-apa..." Uban atau Jabrik 

Sakti nampak memandang penuh perhatian kepada 

gadis kecil yang selama ini diasuhnya itu. Rasa 

bangga dan haru mengalir didada sang pemuda 

remaja kala melihat gadis cilik yang sudah 

beberapa tahun tidak ditemuinya ini kini telah 

kembali dihadapannya dengan menunggangi kuda 

sembrani dewa dan memiliki senjata sakti serta 

ilmu kesaktian sangat tinggi. "Kau benar-benar 

telah menjadi orang hebat adikku... Kakang benar-

benar bangga padamu..." ucap Uban sambil 

mengusap kepala gadis kecil yang dikasihinya 

layaknya adiknya sendiri itu.  

 Mendengar pujian sang kakak, wajah sang 

gadis cilik tersebut pun sontak bersemu merah. 

"Jangan kau goda aku kakang Wanara..." Uban 

nampak tersenyum senang melihat ucapannya 

membuat sang adik nampak memerah malu, 

namun belum lagi uban hendak melanjutkan 

ucapannya tiba-tiba terdengar suara dengingan 

tinggi yang menyeruak diatas langit! Lalu sosok 

  

78 

 

berwujud mata raksasa yang berwarna merah 

kekuningan tersebut kemudian sinarnya nampak 

tiba-tiba meredup seketika dan mendadak berganti 

menjadi cahaya berpendar berwarna biru gelap 

kehitam-hitaman yang memancarkan hawa dingin 

yang mencucuk tulang! Tidak sampai disitu, mata 

tunggal yang sebelumnya terlihat membeliak 

menakutkan ini kemudian terlihat menutup untuk 

beberapa saat. 

 Karaeng Uleng Tepu nampak berusaha 

membangunkan dan memapah Dewa Tuak yang 

sepasang matanya nampak terus tertuju kearah 

perubahan aneh yang terjadi pada wujud mata 

langit raksasa "Apa maksudnya perubahan ini 

Karaeng? Apakah kau mengetahui sesuatu yang 

berkaitan dengan perubahan mendadak yang 

terjadi pada makhluk berwujud mata tunggal 

raksasa diatas langit sana?" tanya Dewa Tuak 

kepada pria tinggi besar yang sedang 

memapahnya bangun tersebut. Rupanya para 

dewa dan tokoh dunia persilatan yang sebelumnya 

bergandengan tangan diatas langit dan kemudian 

terjatuh ke bumi kini nampak mulai bangkit dan 

turut pula memperhatikan keanehan yang di 

tunjukkan mata langit. 

 Dengan menghela nafas panjang, laki-laki 

tanah Mekassar yang lama hidup di istana atas 

  

79 

 

langit ini pun kemudian angkat suara. "Aku pun 

tidak mengetahui banyak tentang perubahan ini 

wahai Dewa Tuak.. Namun satu yang pasti yang 

aku ketahui adalah hal ini bukan merupakan 

sesuatu yang baik bagi kita semua..." Dewa Tuak 

nampak terdiam mendengar jawaban Karaeng 

Uleng Tepu. "Mungkin kau sudah pernah 

mendengar dari penuturan Yang Mulia Dewa 

Agung Penyangga Langit dan Bumi... Bahwa negeri 

atas langit dan semua dewa-dewi yang 

menghuninya pada dasarnya bukanlah makhluk 

termulia dan tertinggi yang ada di alam semesta ini 

wahai Dewa Tuak. masih ada Dia-Makhluk-

Termulia-yang-melampaui-semua-yang-hidup-dan-

bernyawa-yang-mati-dan-tak-bernyawa.. Dialah 

sebenarnya yang mempunyai kuasa atas alam 

semesta ini beserta segala isinya.." tutur sang 

Karaeng 

 "Kau benar Karaeng, kami menyebut Beliau 

dengan sebutan Gusti Allah..." ucap Dewa Tuak 

"Yah... Gusti Allah... Umat manusia menyebutnya 

dengan banyak nama... Dan ingatan masa silam ku 

yang semakin terkikis pun menyetujui nama itu 

sebagai sesembahan yang tertinggi yang harus ku 

sembah dari dalam nurani dan kesadaranku yang 

terdalam.. Sebelum aku terpesat kenegeri para 

makhluk dewata itu..." ucap Karaeng sambil 

terdiam sesaat "Nah jauh sebelum adanya para 

  

80 

 

makhluk suci yang disebut dengan sebutan para 

dewa maupun manusia ataupun iblis setan dan 

para cecunguknya, ada satu bentuk kuasa teramat 

jahat yang berdiam di alam semesta dan selalu 

berusaha merayap naik untuk mencapai kediaman 

Sang Cahaya-yang-pertama-dan-selamanya itu... 

dan kuasa jahat tersebut berwujud sebuah mata 

raksasa yang dikenal dengan sebutan Mata Langit 

Kekelaman Tanpa Akhir..." sambung kembali 

Karaeng Uleng Tepu  

 "Apakah mata langit kekelaman tanpa akhir 

ini juga bagian dari iblis atau malaikat yang terjatuh 

karena tidak mau menyembah Gusti Allah dan nabi 

Adam?" tanya kembali Dewa Tuak "Tidak.. Mata 

langit kekelaman tanpa akhir sudah ada bahkan 

sebelum iblis dan para malaikat yang terjatuh itu 

ada.. Begitu jahatnya mata langit ini sehingga Dia-

yang-termulia-yang-melampaui-semua-yang-hidup-

dan-bernyawa-yang-mati-dan-tak-bernyawa bahkan 

tidak berkenan untuk melemparnya ke dunia 

bawah... Beliau menyegel makhluk jahat ini dalam 

lubang kegelapan yang terdalam di alam semesta 

agar tidak bangkit lagi dan membuat kekacauan di 

dunia ini..." tutup Karaeng Uleng Tepu.  

 "Lalu bagaimana makhluk dajjal ini bisa 

turun ke dunia...?" tanya kembali Dewa Tuak. 

belum sempat Karaeng Uleng Tepu menjawab 

  

81 

 

pertanyaan sang guru pendekar kerudung ungu ini, 

satu suara kaleng rombeng bergoncang terdengar 

menyeruak dari arah samping tubuhnya. "Ah 

akhirnya datang juga kau gembel buta bulukan..." 

ucap Dewa Tuak kala melihat kedatangan sosok 

seorang kakek bercaping bambu dan memegang 

kaleng rombeng berisi batu yang kerap di goncang 

hingga mengeluarkan suara keras ini. Sang Kakek 

bermata putih kosong melompong ini terlihat 

menengadah keatas langit seolah memandang 

perwujudan mata langit yang sedang tergantung di 

langit Mataram.  

 Sosok kakek buta memakai caping bambu 

yang tidak lain dan tidak bukan adalah Kakek 

Segala Tahu ini kemudian membuka suara "Segala 

yang terjadi adalah sudah suratan takdir Suro 

Lesmono, begitu juga dengan keberadaan sang 

mata langit... Ke enam dewa yang memberontak 

dan terjebak di hukum terkunci dalam lempeng 

cermin penjara gaib pedataran arwah yang 

berputar melayang dalam kekosongan itu, tanpa 

disengaja masuk kedalam lubang kegelapan tanpa 

akhir... Keenam dewa ini akhirnya menjual jiwanya 

kepada mata langit yang menguasai dan tersegel 

tersembunyi dalam lubang kegelapan tanpa akhir 

itu, untuk meraih kebebasan mereka yang 

terampas.." tutur sang kakek bermata buta.  

  

82 

 

 "Ah jadi itu alasannya mengapa keenam 

dewa pemberontak itu sampai akhirnya mati 

mengenaskan dalam keadaan terhisap kedalam 

mata langit! sang mata langit kekelaman tanpa 

akhir rupanya meminta haknya kembali!" seru 

Karaeng Uleng Tepu sembari menepuk kedua 

pahanya dengan keras. 

  "Jika memang sedahsyat itu kekuatan mata 

langit, mengapa tidak dari dulu mata langit turun ke 

dunia dan melakukan apa yang dia inginkan? ucap 

Dewa Tuak yang masih penasaran.  

 "Karena para dewa yang di pimpin oleh 

Yang Mulia Dewa Agung Penyangga Langit Bumi 

masih ada di dunia wahai Dewa Tuak..." ucap 

kembali Karaeng Uleng Tepu seolah tersadar akan 

satu hal.  

 "Kau benar Karaeng... Sesungguhnya 

Istana atas langit, gerbang Chandrasoma yang 

berada di bulan serta gerbang Surya mentari yang 

ada di matahari merupakan tiga titik yang menyegel 

mata langit kekelaman tanpa akhir di dalam lubang 

kegelapan semesta yang terdalam. Telah berkali-

kali mata langit mengirim utusannya yaitu para 

makhluk yang disebut dengan panggilan Setan dari 

Luar Jagat untuk menyerbu dan membumi 

hanguskan ketiga tempat tersebut. Berkali-kali pula 

kami para dewa berhasil menghalau mereka seperti 

  

83 

 

pula yang kau ketahui selama ini. Sayangnya kali 

ini kami semua para dewa mengalami kegagalan 

dan junjungan kita, Yang Mulia Dewa Agung 

Penyangga Langit dan Bumi pun sampai harus 

turut moksa menghilang keberadaannya. 

Hancurnya istana atas langit dan runtuhnya 

gerbang Chandrasoma serta gerbang Surya 

mentari lah yang akhirnya membebaskan makhluk 

junjungan mereka tersebut dari lubang kegelapan 

yang ada di alam semesta..." Kali ini Dewa Langit 

Harimau Dewa yang telah pulih dari luka-lukanya 

yang menjawab pertanyaan sang sahabatnya itu.  

  "Lalu apa yang harus kita lakukan 

sahabatku Dewa Langit Harimau? Kita tidak tahu 

apa yang bisa kita..." belum lagi Karaeng Uleng 

Tepu menyelesaikan ucapannya,  tiba tiba hawa 

dingin yang menusuk kulit terasa santer manakala 

mata langit tiba-tiba terlihat membuka matanya! 

dan mata itu kini berubah! 

 Dari dalam mata yang entah kenapa kini 

telah berganti warna menjadi biru kelam yang 

mengepulkan asap hitam itu, tiba-tiba terlihat 

melesat keluar puluhan orang yang kemudian 

berdiri diam mematung di udara dihadapan mata 

langit! Puluhan orang tersebut nampak memiliki 

wujud dan perawakan yang berbeda-beda. Ada pria 

dan ada pula wanita, tua dan muda pun nampak 

  

84 

 

beragam. Namun yang satu menjadi kesamaan 

para sosok yang keluar dari mata langit ini adalah 

semuanya terbungkus oleh cahaya biru berpendar 

yang mengepulkan asap tipis kehitaman dan 

disetiap kening mereka nampak sebuah mata 

berwarna merah kekuningan yang terus bergerak 

menyorot kesegala arah! 

 "Astaga! apakah tidak salah lihat mata tua 

ku ini? Bagaimana bisa mata raksasa itu mengenali 

dan menghadirkan para bedebah ini? Orang-orang 

ini adalah para durjana jahat yang seharusnya 

sudah lama mati!" kejut Dewa Tuak kala melihat 

sosok-sosok yang berdiri diam ditengah udara 

tersebut. 

 "Apakah kau yakin akan hal itu orang tua? 

Benarkah kau mengenali mereka?" tanya Karaeng 

Uleng Tepu yang langsung dibalas anggukan oleh 

Dewa Tuak "Aku yakin seyakin yakinnya Karaeng... 

Karena sebagian keparat-keparat ini dihabisi 

langsung oleh Pendekar Dua Satu Dua dan rekan-

rekannya karena kejahatan mereka yang setinggi 

langit dan sedalam lautan..." ucap sang pendekar 

tua dengan wajah muram. 

 Apa yang dikatakan oleh Dewa Tuak 

memang kenyataan adanya. Dilangit diudara yang 

menggantung, berdiri puluhan sosok manusia yang 

dulunya sangat dikenal akan kejahatannya. Sosok-

  

85 

 

sosok itu antara lain Mahesa Birawa, Hang 

Kumbara alias Raja Rencong dari uUara, Wirapati 

Si Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga, Tiga Setan 

Darah, Dewi Siluman Bukit Tunggul, Rangrang 

Srenggi Si Penguasa Istana Darah, Siluman Teluk 

Gonggo, Dewi Kala Hijau, Nenek Kelabang Merah, 

Mayat Hidup Gunung Klabat, Jagal Iblis Makam 

Setan, Ratu Serigala, Ki Ageng Tunggul Akhirat 

dan saudaranya Ki Ageng Tunggul Keparat, Patih 

Wirabumi, Adipati Jatilegowo, Momok Dempet 

Berkaki Kuda, Singo Abang, Datuk Lembah Akhirat 

dan masih banyak tokoh jahat lainnya. Tokoh-tokoh 

sesat yang telah lama binasa itu kini dihadirkan 

kembali kedunia melalui kekuatan menakutkan 

Mata langit kekelaman tanpa akhir! 

 "Hmm.. Bahkan bukan hanya orang-orang 

jahat dari tanah Jawa dan dari jaman ini semata 

yang ada... Bahkan orang-orang jahat dari negeri 

Latanahsilam dan negeri Mataram delapan ratus 

tahun yang lalu pun tampaknya turut di bangkitkan 

oleh makhluk berwujud mata tunggal diatas sana..." 

ucap Hantu Raja Obat yang langsung diamini oleh 

Lakasipo si Hantu Kaki Batu. "Benar-benar hal 

yang susah untuk dipercaya kalau tidak melihat 

dengan mata kepala sendiri.. Sungguh tidak ku 

sangka kalau dapat kembali bertemu dengan  

saudara kita yang tersesat itu di negeri ini..." desis 

Lakasipo sambil menatap tajam kearah salah satu 

  

86 

 

sosok yang mengambang diatas langit. Makhluk 

yang disorot tajam oleh Lakasipo adalah makhluk 

yang di dada dan kepalanya dipenuhi oleh batu-

batu api yang menyala membara! Siapa lagi 

orangnya kalau bukan Hantu Bara Kaliatus!  

 Seperti yang dikatakan oleh Hantu Raja 

Obat, diantara sosok makhluk yang berdiri 

mengambang di udara selain para tokoh jahat 

tanah jawa juga terdapat tokoh-tokoh dari negeri 

latanah silam dan negeri Mataram delapan ratus 

tahun yang lalu. Dari Latanahsilam terlihat mantan 

utusan dewa Lamanyala, dua gadis bahagia Luh 

Kenanga dan Luh kemboja, Sepasang hantu 

bercinta Luhjahilio dan Lajahilio, Hantu Tangan 

Empat, Hantu Santet Laknat dan juga Hantu Muka 

Dua si pemilik Istana Kebahagiaan. Sementara 

tokoh-tokoh yang dibangkitkan oleh mata langit dari 

negeri Mataram delapan ratus tahun yang lalu ada 

Empat Mayat Aneh, Sinuhun Merah Penghisap 

Arwah, Ketua Seratus Jin Perut Bumi, dan terakhir 

adalah Lakarontang alias sang Jenazah Simpanan! 

Benar-benar laskar kegelapan seribu jahat seribu 

kejam telah ditarik keluar dari jurang Neraka! 

 

 

*** 

  

87 

 

 

Bab 8 

 

ementara itu, para tokoh dunia persilatan 

yang sebelumnya berada di puncak merapi 

juga telah mulai berdatangan ke candi 

Perambanan dan langsung mendapati rombongan 

Dewa Tuak dan raja Mataram. "Kau tidak apa-apa 

guru..?" ucap Anggini yang datang mendapati sang 

guru sambil ditemani oleh Mahesa Kelud. "Aku 

tidak apa-apa muridku... Bagaimana keadaanmu 

sendiri dan bagaimana juga keadaaan rakyat 

Mataram?" tanya Dewa Tuak. "Aku baik-baik saja 

guru... Seluruh rakyat juga sudah aman dan 

terselamatkan... Hanya saja mereka semua masih 

berlindung di puncak merapi untuk sementara 

waktu menunggu situasinya aman dan terkendali  

guru..." ucap Anggini. Dewa Tuak nampak 

mengangguk kecil lalu kemudian pendekar tua ini 

terlihat mengedarkan pandangan kesekelilingnya 

dan akhirnya menyadari bahwa banjir bandang 

yang dibawa oleh Nyi Roro Kidul rupanya telah 

menyusut.  

 Sebagian air bah tersebut menguap habis 

akibat diserap oleh Bujang Gila Tapak Sakti kala 

menciptakan gunung es raksasa dan sebagian lagi 

  

88 

 

habis menguap akibat ledakan dahsyat akibat 

benturan berbagai ilmu pukulan dahsyat yang 

dilepaskan oleh para tokoh dunia persilatan 

terhadap resi dewa raksasa. Dilihatnya pula selain 

Anggini, para tokoh dunia persilatan lain yang 

bertugas menyelamatkan rakyat Mataram yang 

baru terbebas dari kabut dewa telah kembali dari 

tempat pengungsian rakyat di puncak merapi.  

 Selain sisa-sisa para dewa dan dewi seperti 

Dewa Air, Dewa Gunung, Dewa Petir dan beberapa 

dewa lainnya yang nampak terdiam mematung 

menatap mata langit, para tokoh lainnya juga telah 

hadir dan sebagian nampak berusaha 

menyadarkan Setan Ngompol, Naga Kuning dan 

Bujang Gila Tapak Sakti yang nampak terlentang 

berdampingan dengan perut besar mengembung 

berisi air laut!  

 Tidak jauh dari tempat itu, raja Mataram 

Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan, Nyi Roro 

Kidul, Ayu Lestari Ratu Laut Utara, Purnama yang 

sedang memapah Mahesa Edan dan Tubagus 

Kesuma Putera nampak sedang mengelilingi 

Bidadari Angin Timur yang nampak sedang 

bersimpuh sambil terlihat sibuk berusaha 

mematikan api yang masih berkobar kecil di tubuh 

sang Pendekar Dua Satu Dua. Setelah api ditubuh 

sang pendekar padam, Bidadari Angin Timur pun 

  

89 

 

kemudian nampak berusaha memondong tubuh 

Wiro yang sedang tidak sadarkan diri dan nampak 

hendak pergi meninggalkan tempat itu.  

 "Akan kau bawa kemana tubuh Pendekar 

Dua Satu Dua sahabatku Bidadari?" tanya sang 

raja Mataram dengan penuh keheranan. Bidadari 

Angin Timur nampak memalingkan wajahnya 

sesaat dan menunduk hormat kearah sang raja 

"Aku ingin membawa Wiro ke tempat yang tenang 

dan berusaha menyadarkannya yang mulia raja. 

harap sudi kiranya memberikan perkenanan..." 

ucap sang gadis berambut pirang yang dibalas 

anggukan kepala oleh sang raja Mataram. Melihat 

hal ini sang gadis nampak langsung melesat 

menjauh kearah sebuah pohon rindang yang 

berada tidak jauh dari puing reruntuhan candi 

Perambanan. Semua ini tidak terlepas dari tatapan 

sayu Tubagus Kesumaputera yang menatap 

punggung sang gadis yang berlari sambil 

memondong tubuh Pendekar Dua Satu Dua. 

Diakhiri dengan hembusan nafas berat, sang 

pemuda kemudian membalikkan tubuh dan berjalan 

bergabung dengan rombongan raja Mataram dan 

para tokoh dunia persilatan lainnya. 

 Bidadari Angin Timur kemudian nampak 

menurunkan tubuh Pendekar Dua Satu Dua dan 

menyandarkan tubuh Wiro ke batang pohon di 

  

90 

 

belakangnya. Sang gadis kemudian mengeluarkan 

saputangan berwarna biru dibalik ikatan sabuknya 

dan kemudian terlihat membasahinya dengan air 

yang tergenang dalam lekukan akar pohon yang 

menonjol yang ada di dekat tempatnya dan Wiro 

berada.  

 Dengan menggunakan sapu tangan basah 

tersebut, sang gadis dengan lembut telaten dan 

penuh kasih sayang nampak membasuh kedua 

tangan dan kemudian dada Wiro yang tersibak dan 

memperlihatkan kulitnya yang gosong melepuh. 

Saat dirinya hendak membasuh wajah sang 

pendekar, gerak tangannya yang memegang 

saputangan basah sontak terhenti. Pandangan 

matanya yang memancarkan rasa khawatir 

bertemu langsung pandangan mata Wiro yang 

menatapnya dengan tatapan lembut. "Kau... Kau 

sudah sadar...?" ucap sang gadis terbata dan 

langsung dibalas dengan anggukkan kepala oleh 

Wiro.  

 Dengan wajah merah tersipu gadis 

berambut pirang berlesung pipit ini kemudian buru-

buru beranjak bangun dan membalikkan tubuhnya 

dan berusaha beranjak pergi dari tempat itu, namun 

telapak tangannya terasa di raih oleh seseorang 

dari belakang dan ini membuat langkah kakinya 

sontak terhenti. "Bidadari..." suara Wiro terdengar 

  

91 

 

hangat memasuki gendang telinga sang gadis yang 

nampak tertunduk "Kau mau pergi kemana.." tanya 

Wiro masih sambil menggenggam tangan Bidadari 

Angin Timur dari belakang. "Aku... Aku ingin 

kembali bersama rombongan raja dan yang lain... 

Perang ini masih belum berakhir..." ucap sang 

gadis lirih masih sambil tertunduk  

 "Benarkah hanya itu yang kau pikirkan? 

Mengapa aku merasa kau menyembunyikan 

sesuatu dariku... Apakah kau tidak senang 

berjumpa kembali denganku Bidadari?" ditanya 

seperti itu membuat Bidadari Angin Timur terpaksa 

membalikkan badannya dan menghadap sang 

pendekar yang nampak telah berdiri di bawah 

naungan pohon rindang "Bukan begitu Wiro... 

Bukan aku tidak senang bisa berjumpa kembali 

dengan mu... Hanya saja aku merasa telah 

bersalah kepadamu... Aku pernah membuatmu 

terluka begitu parah... Aku juga turut merasa 

bersalah terhadap apa yang menimpa istrimu Ratu 

Duyung... Aku... Aku..." belum habis Bidadari Angin 

Timur berucap sang pendekar sudah terlebih 

dahulu menarik sang gadis kedalam pelukannya! 

 "Wiro..." ucap sang gadis lirih sembari 

membenamkan wajahnya lebih dalam ke dada 

sang pendekar yang memeluk sang gadis erat 

sembari membelai lembut pirang Bidadari Angin 

  

92 

 

Timur. Untuk beberapa lama keduanya seolah 

tenggelam dalam gejolak perasaan masing-masing 

sampai akhirnya setelah beberapa saat, Bidadari 

Angin Timur terlihat menolak lembut tubuh Wiro 

dengan kepala menunduk "Seperti kataku tadi 

Wiro... Kita masih di tengah-tengah pertempuran... 

Akan tidak patut jika kita berdua dalam keadaan 

seperti ini dilihat lebih lama lagi oleh yang lain..." 

lirih sang gadis dengan wajah memerah "Ah 

maafkan aku... Kau benar... Masih banyak yang 

harus kita lakukan... dan aku masih memerlukan 

bantuanmu juga yang lain untuk mengakhiri semua 

peperangan ini..." ucap Wiro seraya memegangi 

pundak Bidadari Angin Timur. Sang gadis nampak 

menganggukkan kepalanya pelan. Sambil 

menggamit tangan sang gadis, Wiro pun akhirnya 

beranjak meninggalkan pohon rindang tersebut. 

 Wiro dan Bidadari Angin Timur kemudian 

kembali berjalan kearah rombongan raja dan para 

dewa dan tokoh dunia persilatan lainnya yang 

nampak terlihat tegang memandang kearah atas. 

Belum lagi sang pendekar mengeluarkan suara 

untuk menyapa,  tiba-tiba tiga bayangan melesat 

dan memeluk dirinya! "Wiro saudaraku!!" teriak 

Lakasipo si Hantu Kaki Batu yang melompat 

memeluk sang pendekar diikuti oleh Setan 

Ngompol dan Naga Kuning  yang rupanya telah 

sadar dari pingsannya. Setelah melepaskan 

  

93 

 

pegangan tangannya pada Bidadari Angin Timur, 

Wiro pun langsung membalas merangkul ketiga 

rekannya tersebut. "Aku sungguh senang masih 

bisa melihat kalian semua..." ucap Wiro penuh 

haru. "Weleeeeh-weleeeh... Ada yang datang 

sambil guandengaaan tangan nih... Boleh dong aku 

juga di gandeng kayak gituuu.." kekeh Bujang Gila 

Tapak Sakti sambil tertawa terbahak membuat 

perut gendutnya membuncal naik turun-kesana 

kemari. Apa yang di ucapkan oleh Bujang Gila 

pada dasarnya hanya selorohan semata, namun 

cukup membuat beberapa telinga menjadi panas. 

 Melihat awal kedatangan Pendekar Dua 

Satu Dua dari atas langit, rasa gembira dan 

bahagia membuncah dan bergemuruh didada Nyi 

Roro Kidul dan Sri Ratu Ayu Lestari. Namun saat 

Wiro mendekati mereka sambil menggenggam 

tangan Bidadari Angin Timur, tanpa terasa perih 

dan sesak merasuk di dada kedua wanita 

penguasa laut jawa tersebut. Namun 

bagaimanapun juga, kedudukan sebagai seorang 

ratu mau tak mau membuat keduanya memaksa 

diri masing-masing untuk berbesar hati. Keduanya 

pun akhirnya hanya nampak menundukkan kepala 

dan tidak mengeluarkan satu kata apapun. 

 "Pendekar Dua Satu Dua... Sungguh 

bahagia hatiku melihat kau sudah pulih dan kembali 

  

94 

 

disini.. Kami pikir kau tidak akan kembali saat 

terlempar jauh keatas langit sana..." ucap Sri raja 

Mataram sambil mendekati Pendekar Dua Satu 

Dua dan kemudian memegang kedua pundaknya. 

Wiro pun kemudian menjura dalam kepada sang 

raja. "Maafkan jika kedatangan saya mungkin 

terlambat yang mulia... Maaf juga sudah membuat 

yang mulia dan yang lainnya khawatir.." ucap sang 

pendekar sembari menunduk hormat. "Yang 

penting kau sudah kembali bersama-sama dengan 

kami... Itu saja sudah cukup... Yah... Itu saja sudah 

cukup... Dengan itu saja, kita sudah punya 

kesempatan yang lebih besar untuk memenangkan 

pertempuran yang melelahkan ini... Dirimu dan 

para ksatria-ksatria lain yang ada ditempat ini 

adalah ujung tombak harapan bagi kami semua 

rakyat Mataram... Aku meyakini hal itu... Sangat 

meyakininya.." ucap sang maharaja dengan mata 

yang berbinar dan sedikit berkaca-kaca.  

 Dalam suasana seperti itu, mendadak satu 

suara ledakan dari dalam tanah terdengar keras 

membuncah dibarengi hamparan debu tanah yang 

bertebaran diudara. Satu lobang geroakan sebesar 

sumur tiba-tiba terlihat muncul di permukaan tanah, 

lalu dari lubang yang menganga di pelataran sisa-

sisa candi perambanan tersebut, melesat keluar 

beberapa sosok yang ternyata adalah para 

pendekar yang berhasil kembali dari tugas yang 

  

95 

 

mereka emban yaitu menggempur dan membumi 

hanguskan istana kerajaan perut bumi. Diantara 

mereka terlihat tokoh muda Andana Si Harimau 

Singgalang, Padanaran Si Pendekar Bulai,  Panji 

Argomanik Si Singa Gunung Bromo, Pandu Si 

Malaikat Maut Berambut Salju, juga Sandaka Arto 

Gampito Si Manusia Paku yang berhasil 

menyelamatkan sang istri Nyi Retno Mantili yang 

sempat di sekap di Istana Perut Bumi.  

 "Kami berhasil yang mulia! Istana Kerajaan 

Perut Bumi telah hancur tertimbun tanah dan para 

tawanan sudah berhasil dibebaskan!" Seru 

Padanaran Si Pendekar Bulai sambil bersama-

sama dengan rekannya yang lain yang baru keluar 

dari perut bumi beranjak mendekati rombongan raja 

Mataram. "Sungguh luar biasa wahai kalian para 

pendekar dan para ksatria! Benar-benar berkah 

Sang Hyang Jagatnatha masih melingkupi kita 

semua.. Aku benar-benar senang kalian kembali 

dalam keadaan selamat tanpa kekurangan apapun 

juga... Terlebih kalian juga berhasil membebaskan 

semua tawanan kerajaan Perut Bumi... Sungguh 

kami semua rakyat Mataram berhutang budi luar 

biasa pada kalian semua.." ucap raja Mataram 

Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan sembari 

bersidekap kearah rombongan Padanaran dan 

kemudian bergantian ke seluruh pendekar dunia 

  

96 

 

persilatan dan sisa-sisa para dewa yang berada di 

sekelilingnya. 

 Sementara itu Jabrik Sakti Wanara dan 

Intan Suci Angin Timur yang juga telah mendarat 

dibumi nampak berdiri agak jauh dari rombongan 

raja dan yang lainnya. Semula Uban ingin segera 

bergabung dengan rombongan raja dan para 

pendekar lainnya, namun malangnya dirinya 

langsung di tarik menjauh oleh putri Pendekar Dua 

Satu Dua yang ada di sebelahnya. "Kenapa kau 

tidak mau kita bergabung bersama mereka adikku? 

Tidakkah kau ingin bertemu dengan ayahmu?" 

tanya Uban heran "Aku mau.. Tapi jangan sekarang 

kakang... Aku belum siap bertemu ayah..." ucap 

Intan Suci sambil menatap kakak angkatnya 

dengan pandangan memelas. Uban nampak 

menggaruk-garuk rambut jabrik ubanan miliknya. 

dipandangnya pergi pulang sang gadis cilik dan 

rombongan raja, apalagi saat rombongan pendekar 

bulai dan lainnya keluar dari dalam tanah, matanya 

langsung tertuju pada sosok berambut putih basah 

yang di yakininya sebagai Malaikat Maut Berambut 

Salju sang ayah kandung! Jantung Jabrik Sakti 

berdegup keras melihat sosok sang ayah dari 

kejauhan. sungguh ingin sang pemuda remaja 

segera berlari mendapati sosok sang ayah, namun 

rengekan dan genggaman tangan Intan Suci Angin 

Timur membuat sang pemuda remaja jadi merasa 

  

97 

 

serba salah. Ditengah-tengah kebimbangan uban, 

mendadak satu suara suitan terdengar melengking 

nyaring dari mata langit kekelaman tanpa akhir! 

 "Lihat! Ada sesuatu yang aneh yang terjadi 

pada manusia-manusia jahat di atas sana!" ucap 

Setan Ngompol tiba-tiba sembari menunjuk keatas 

udara. Raja dan para pendekar langsung 

memperhatikan kearah langit dan benar saja, para 

tokoh golongan hitam yang semula terlihat diam 

membisu di udara itu kini nampak mulai 

menunjukkan raut wajah buas dan penuh 

kemarahan kala mendengar lengking suara suitan 

yang datang dari mata langit. Suara geraman 

layaknya binatang buas mulai terdengar 

bersahutan dari mulut para durjana ini, sementara 

mata tunggal di dahi masing-masing nampak 

bersinar lebih terang dan menyorot langsung 

kearah kelompok raja dan para pendekar di bawah 

kaki mereka! 

 Tiba-tiba suara lengkingan tinggi tergantikan 

oleh satu suara kerontangan batu di dalam kaleng 

rombeng lalu beberapa saat kemudian, suara 

Kakek Segala Tahu terdengar nyaring menggema 

di udara! 

Mataram oh bumi Mataram 

puing prambanan menjadi saksi 

ketika para iblis jahat merayap naik 

  

98 

 

dan mata kejahatan merambat turun 

selikur para ksatria lautan pasir para durjana 

darah mengalir jauh membasahi pertiwi 

diatas sorak sang angkara murka 

lari mungkin pilihan terselip hati kerdil 

namun sejarah ditulis oleh pemenang 

dan bukan untuk pecundang 

 

 Mataram oh bumi Mataram 

 kuatkan hatimu mantapkan tekadmu 

 angkara tak memilih ksatria 

 murka pun tak memilah jelata 

 raja dan ksatria angkat senjata 

 keadilan itu tak pernah buta 

 hidup mati pasti berbekas 

 tertoreh syahid dengan tinta emas 

 di ujung akhir Babad Pamungkas! 

 

  

 

*** 

 

 

 

 

 

  

99 

 

Bab 9 

 

yair yang diucapkan oleh Kakek Segala Tahu 

dibarengi suara kerontangan kaleng 

rombengnya tanpa terasa membakar dan 

membangkitkan kembali semangat di dalam diri 

Raja Mataram dan para pendekar dunia persilatan. 

Sri Maharaja Mataram Raja Rakai Kayuwangi Dyah 

Pasingsingan kemudian mengedarkan 

pandangannya ke sekeliling dan sesaat kemudian 

dengan suara bergetar sang raja pun berucap 

keras. "Sahabat-sahabat dan para saudaraku 

wahai para dewa dan Ksatria... Nampaknya ini 

adalah pertempuran terakhir yang harus kita hadapi 

bersama... Hari ini kita masih bernafas itu adalah 

sebuah anugerah... Jika besok kita pun masih bisa 

bernafas maka itu adalah sebuah berkah... Namun 

jika takdir menyatakan saat ini adalah saat terakhir 

kita bernafas... Maka satu yang bisa aku janjikan 

sebagai seorang raja kepada kalian wahai para 

saudaraku para dewa dan ksatria... Selembar nafas 

ini tidak akan terenggut dengan begitu mudahnya 

oleh para durjana diatas sana! Kita boleh mati! Kita 

boleh binasa! Namun satu yang harus kita ingat, 

Kebenaran tidak akan pernah mati dikalahkan oleh 

kejahatan...! Tetes darah terakhir kita mari kita 

curahkan hanya untuk bumi Mataram...! Pantang 

  

100 

 

mati tanpa kemenangan...!!! Sekali lagi pantang 

mati tanpa kemenangaaan....!!!" suara seruan keras 

berapi-api yang keluar dari mulut sang raja, 

langsung dibalas sahutan teriakan penuh semangat 

oleh para pendekar dunia persilatan dan 

bersamaan itu pula petir terlihat menggelegar dan 

menyambar bergeredepan di langit pagi yang 

gelap. 

 Begitu petir terakhir kilatannya hilang dari 

pandangan mata, maka diiringi suara lengkingan 

maha dahsyat yang keluar dari mata langit raksasa, 

Para durjana yang dibangkitkan oleh mata langit 

kekelaman tanpa akhir itupun dengan buasnya dan 

didahului teriakan serta raungan keras langsung 

melesat turun meluruk kearah para pendekar tanah 

jawa! Melihat datangnya serbuan, para pendekar 

dan para dewa negeri atas langit yang tersisa pun 

langsung melesat menyambut datangnya serbuan 

dengan dipimpin langsung oleh yang mulia raja 

Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan!  

 Pertempuran hebat pun akhirnya dimulai 

antara para pendekar dunia persilatan golongan 

putih melawan tokoh-tokoh jahat yang dihidupkan 

kembali oleh mata langit kekelaman tanpa akhir. 

Suara denting senjata yang saling beradu dan 

lesatan puluhan ilmu kesaktian maha dahsyat 

kembali meraung merobek angkasa bumi Mataram!  

  

101 

 

 

Ditengah pertempuran yang terjadi, nampak 

Lasedayu atau Hantu Langit Terjungkir berdiri diam 

di tengah medan pertempuran dengan wajah sedih 

menatap dua jalur ilmu pukulan sakti yang datang 

berbarengan menyerang dirinya! Entah mengapa 

sang kakek tua dari negeri Latanahsilam ini seolah 

pasrah kala melihat dua sosok yang menyerang 

dirinya dengan menggunakan pukulan jarak jauh 

tersebut. Sedetik lagi tubuh sang kakek porak 

poranda dimakan serangan, dua jalur ilmu 

kesaktian lainnya datang langsung memapas 

serangan yang datang darirah depan!  Ilmu Bara 

Setan Pengancur Jagat yang dilancarkan oleh 

Hantu Bara Kaliatus dan ilmu Tangan Hantu Tanpa 

Suara yang dikeluarkan oleh Hantu Muka Dua 

kearah Hantu Langit Terjungkir pupus manakala 

berbenturan langsung dengan ilmu yang 

dikeluarkan oleh Lakasipo dan Hantu Raja Obat. 

“Ayahanda...”seru kedua tokoh Latanahsilam 

tersebut sembari memburu kearah Hantu Langit 

Terjungkir “Aku tidak apa-apa...” ucap Lasedayu 

dengan wajah murung. “Keparat durhaka! biar aku 

yang menghabisi kedua hantu sialan itu...” dengus 

Lakasipo penuh amarah.  Lasedayu nampak 

memegang pundak Lakasipo dan Hantu Raja Obat. 

“Bebaskan dan sempurnakan jiwa kedua saudara 

kalian itu... Dunia ini sudah bukan tempat mereka 

  

102 

 

lagi...” ucap Lasedayu dengan nada sedih. Hantu 

Kaki Batu dan Hantu Raja Obat nampak 

menganggukkan kepala dan langsung melesat 

kearah Hantu Bara Kaliatus dan Hantu Muka Dua 

yang telah kembali mengeluarkan ilmu pukulan 

masing-masing kearah Lakasipo dan Hantu Raja 

Obat. Benar-benar takdir yang menyedihkan dari 

empat orang anak Hantu Langit Terjungkir yang 

terpisah oleh rencana jahat dan dipertemukan oleh 

takdir yang menyesakkan dada.   

Sementara itu Maharaja Mataram Rakai 

Kayuwangi Dyah Pasingsingan nampak terlihat 

sibuk menggunakan telapak tangannya yang 

membara kemerahan dan berukuran beberapa kali 

lipat menghadapi serangan bertubi-tubi yang 

dilancarkan oleh Momok Dempet dan Singo Abang. 

Nyi Roro Kidul pun terlihat bergerak lincah kesana 

dan kemari mempergunakan selendang hijaunya 

saat menghadapi amukan Dewi Siluman Bukit 

Tunggul, Dewi Kala Hijau dan Nenek Kelabang 

Merah. Walaupun hanya berwujud sebuah 

selendang, namun di tangan sang penguasa laut 

selatan, selendang tersebut tidak ubahnya seekor 

naga hijau yang hidup dan menerkam buas ke 

segala jurusan!  

Di tempat lain Ratu Laut Utara Ayu Lestari 

nampak mengamuk hebat kala melawan keroyokan 

  

103 

 

Nyi Kuncup Jingga, Ning Kameswari dan Nyi 

Harum Sarti, sang Ratu Laut Utara palsu yang 

pernah menyekapnya dalam penjara dan nyaris 

membuatnya tewas! “Aku akan membuat 

perhitungan denganmu! kau harus merasakan apa 

yang kurasakan di dalam neraka sana akibat 

perbuatanmu wahai gadis keparat!” teriak Nyi 

Harum Sarti sambil menjentikkan kesepuluh 

kukunya. Sepuluh larik sinar putih nampak melesat 

kearah sepuluh titik di tubuh Ayu Lestari, namun 

segera musnah manakala Sri Ratu Ayu Lestari 

menghantam kearah depan dengan mengunakan 

kedua tangannya!  Suara bergemuruh dibarengi 

rubuhnya satu pohon raksasa manakala angin 

pukulan yang dilepaskan oleh Ayu Lestari 

menghancurkan ilmu sepuluh kuku kematian yang 

dilepas oleh Ratu Laut Utara palsu.  

Dari balik pohon yang rubuh kemudian 

terlihat melesat Panji Ateleng dan Dewi Dua Musim 

yang sebelumnya sedang melawan Raja Rencong 

Dari Utara bersama Wirapati si Pendekar Pemetik 

Bunga beserta Tiga Setan Darah. Pertempuran dua 

pasangan pendekar muda ini rupanya sempat 

terhenti akibat rubuhnya pohon yang terkena angin 

pukulan yang dilepas oleh Ayu Lestari sang Ratu 

Laut Utara sejati!   

  

104 

 

Di tempat lain Naga Kuning dan Setan 

Ngompol pun terlibat pertarungan sengit melawan 

Rangrang Srengi penguasa Istana Darah, Mayat 

Hidup Gunung Klabat, Jagal Iblis Makam Setan, 

serta Ratu Serigala! Dengan gerakan salto, Setan 

Ngompol terlihat berhasil menghindari terkaman 

Ratu Serigala, namun dari arah samping datang 

tendangan Mayat Hidup Gunung Klabat yang 

memburu kearah lehernya ‘Tundukkan kepala mu 

kakek bau pesing!” teriak Naga Kuning seraya 

mengeuarkan ilmu Naga Murka Merobek Langit 

kearah Mayat Hidup Gunung Klabat yang 

menyerang Setan Ngompol dengan 

mempergunakan tendangan. Suara keras 

terdengar dan Mayat Hidup Gunung Klabat 

terhempas keras membentur sosok Jagal Iblis 

Makam Setan yang sebelumnya sempat jatuh 

karena serangan Naga Kuning sebelumnya. 

“Terima kasih ning! Kalau tidak ada kamu bisa-bisa 

leherku ini sudah lepas dari tadi…” kata Setan 

Ngompol yang berjalan mendekat kearah Naga 

Kuning yang masih dalam keadaan siaga “Nanti 

saja terima kasihnya kek… Musuh kita masih 

banyak..” ucap Naga Kuning. “Betul kata mu ning… 

Tapi aku kok heran ya… Sebegitu banyaknya 

begundal-begundal tokoh jahat kayak begini yang 

di bangkitkan, kok tidak ada batang hidungnya si 

Pangeran Matahari itu yah ning..?” ucap Setan 

Ngompol sambil menghindari serangan tinju yang 

  

105 

 

dilancarkan Rangrang Srenggi  “Kalau jagoan 

umumnya muncul paling belakangan, nah penjahat 

utamanya juga biasanya begitu kek, munculnya 

paling buntut!” seru Naga Kuning sambil 

mengeluarkan pukulan sakti Naga Kuning Merobek 

Langit kearah Jagal Iblis Makam Setan dan Mayat 

Hidup Gunung Klabat yang terlihat telah bangkit 

dan sama-sama menyerbu dirinya dan Setan 

Ngompol!  

Pertarungan seru dan menegangkan terjadi 

di berbagai tempat di areal bekas candi 

prambanan. Panji Argomanik sang Singa dari 

Gunung Bromo terlihat dengan tangkasnya 

meladeni serangan Ki Ageng Tunggul Akhirat dan 

saudaranya Ki Ageng Tunggul Keparat. Kemudian 

Andana si Harimau Singgalang dengan sigap 

meladeni serangan kompak kakek nenek Sepasang 

Hantu Bercinta Luhjahillio dan Lajahillio. Tidak jauh 

dari tempat itu Padanaran dan Karaeng Uleng Tepu 

terlihat saling bertempur melawan keroyokan dua 

Gadis Bahagia Luhkenanga dan Luhkemboja, 

Mahesa Birawa dan Sarontang. “Ah badik bagus, 

Serangan bagus pula! Senangnya diriku dapat 

lawan tarung satu tanah tempat kelahiran…” ucap 

girang Karaeng Uleng Tepu kala meladeni 

serangan Badik Sumpah darah di tangan 

Sarontang. 

  

106 

 

Di satu sisi lain, sinar berwarna putih 

nampak berkali-kali melesat dari boneka kayu 

bernama Kemuning yang berada dalam pegangan 

Nyi Retno Mantili. Sinar-sinar tersebut laksana 

hidup memancar dan menghantam kearah Patih 

Wirabumi dan Adipati Jatilegowo yang mengeroyok 

Sandaka Arto Gampito si Manusia Paku dan 

Tubagus Kesumaputera alias Jatilandak! 

Di bagian yang lain nampak Anggini dan 

Mahesa Kelud juga terlihat sibuk meladeni dua 

Sinuhun Merah Penghisap Arwah sementara 

Purnama dan Mahesa Edan bertarung 

berdampingan melawan Ketua Seratus Jin Perut 

bumi dan Empat Mayat Aneh. Jika di darat 

pertrungan berlangsung seru, maka diudara 

Mataram pun terjadi pertarungan yang tidak kalah 

serunya. Intan Suci Angin Timur dan Jabrik Sakti 

Wanara nampak melesat kesana kemari melawan 

Datuk Lembah Akhirat yang nampak turut melesat 

meladeni serangan dua remaja tersebut dengan 

menggunakan sepasang sarung tangan penyedot 

batin miliknya!  

Namun ada hal yang lucu dan cukup 

menarik perhatian dalam pertarungan-pertarungan 

yang terjadi di bumi mataram kali ini. Dan itu adalah 

apa yang terjadi pada Pendekar Dua Satu Dua kala 

berhadapan dengan satu nenek berpakaian kulit 

  

107 

 

kayu dan berwujud seperti burung berparuh 

bengkok yang dikenal dengan sebutan Hantu 

Santet Laknat! Bukannya saling bertarung, si nenek 

malah merengek-rengek di kaki Pendekar Dua Satu 

Dua dengan mesranya! Berulangkali si nenek 

nampak merayu dan membujuk serta mengungkit-

ungkit tentang pernikahannnya dengan Wiro di 

negeri Latanahsilam. Bidadari Angin Timur yang 

sebelumnya sedang berkonsentrasi bertarung 

berhadapan dengan Hantu Tangan Empat sampai 

memerah mukanya karena jengah dan marah! 

Sang gadis kemudian terlihat bergerak cepat 

meninggalkan musuhnya ke arah Wiro dan 

kemudian meraih kerah baju Pendekar Dua Satu 

Dua untuk setelah itu melempar tubuh Pendekar 

Dua Satu Dua kearah Hantu Tangan Empat! “Kau 

lawan kakek kelebihan tangan itu, biar nenek gatel 

ganjen ini aku yang lawan!” dengus sang gadis 

sambil langsung menyerang hantu santet laknat 

yang ada didepannya! Gadis kekasih Pendekar 

Dua Satu Dua ini rupanya sedang terbakar api 

cemburu! 

Dari sekian banyak pertempuran yang 

terjadi, pertempuran antara Lasedayu dan Latampi 

serta Dewa Tuak dan sisa-sisa pada dewa-dewi 

melawan Lamanyala dan Lakarontang mungkin 

salah satu pertarungan yang paling mendebarkan. 

Bagaimana tidak? Para tokoh dunia persilatan 

  

108 

 

sudah mencoba menghantam dengan pukulan 

jarak jauh masing-masing namun selalu berhasil 

dipatahkan oleh kobaran dinding api yang 

dilepaskan oleh dua sosok yang tubuhnya selalu 

terlihat dikobari api ini! Dinding berwujud kobaran 

api yang cukup rapat menjadi pertahanan dan 

sekaligus serangan yang sangat membahayakan 

yang membuat hawa gelanggang pertempuran di 

bekas candi prambanan benar-benar serasa 

berada di dalam tungku neraka! “Oladalaaah jadi ini 

yang bikin udara jadi panas seperti panggangan 

singkong bakar? Ayooo ponakanku, bantu 

pamanmu ini mendinginkan suasana…” ucap 

Bujang Gila Tapak Sakti yang nampak melesat 

sambil menarik Pandu si malaikat maut berambut 

salju masuk kedalam kancah pertempuran. 

Dinding-dinding kobaran api langsung dibalas 

kontan serangan dinding es yang datang bertubi-

tubi! Benar-benar dahsyat kepandaian dua orang 

berkepandaian inti es dan salju yang baru 

bergabung dalam pertempuran melawan 

Lamanyala si bekas utusan dewa dan Lakarontang 

si jenazah simpanan ini! 

 

 

*** 

  

109 

 

Bab 10 

 

ementara itu tanpa terasa matahari semakin 

naik tinggi memuncak, semakin lama para 

pendekar dan raja Mataram pun semakin 

mampu menyudutkan dan akhirnya membinasakan 

sebagian para durjana yang dibangkitkan oleh mata 

langit raksasa. Semakin naik posisi matahari 

kekuatan dari para durjana itu pun makin melemah. 

Raja Mataram yang berhasil membinasakan 

Momok Dempet dan Singo Abang dengan keris 

Widuri Bulan dan keris Kanjeng Sepuh Pelangi 

adalah yang pertama kali menyadari kemudian 

diikuti oleh Lasedayu dan Latampi yang juga telah 

berhasil menjatuhkan Lakarontang dan Lamanyala 

dengan bantuan Dewa Tuak, Bujang Gila Tapak 

Sakti dan yang lainnya.  

“Kakek Lasedayu… Kakek Latampi… Para 

durjana ini sudah jauh melemah… Aku perlu 

bantuan kalian berdua seperti yang pernah kita 

bahas sebelumnya…” teriak Sang raja kearah 

Hantu Langit Terjungkir dan Si Penolong Budiman. 

Hantu Langit Terjungkir dan Si Penolong 

Budiman nampak saling berpandangan dan 

kemudian terlihat mengangguk berbarengan. 

Latampi kemudian terlihat memasang kuda-kuda 

  

110 

 

dan mengarakan kedua telapak tangannya kearah 

langit, lalu Lasedayu nampak bersalto beberapa 

kali diudara dan kemudian hinggap diatas kedua 

tangan Latampi! Kedua kakek asal Latanahsilam ini 

kemudian terlihat memejamkan mata dan mulut 

terlihat komat-kamit mengucapkan suatu ajian! 

Tiba-tiba getaran yang cukup kuat terasa di bumi 

dan berbarengan dengan mencuatnya sinar 

berwarna putih dari tubuh Latampi dan Lasedayu 

yang saling menopang, tubuh-tubuh para durjana 

tokoh jahat yang masih tersisa tiba-tiba 

mengambang dan naik keudara! 

Tiba-tiba Lasedayu mengeluarkan pekik 

panjang dan diikuti juga oleh Latampi! Tubuh 

Lasedayu kemudian terlontar sampai jauh kelangit 

akibat tekanan dorongan yang dilakukan oleh Si 

Penolong Budiman, pada ketinggian tertentu, tubuh 

kakek yang memutuskan untuk tetap hidup dalam 

keadan terjungkir ini kemudian kembali turun ke 

bumi dengan dua tangan terpentang lebar! Dan 

yang paling hebatnya adalah awan-awan yang 

berada di langit kemudian terlihat saling bergabung 

menyatu menjadi sosok sepasang telapak tangan 

raksasa dan turut turun bersama sosok Hantu 

Langit Terjungkir! 

Tidak sampai disitu, Latampi yang berada 

dibumi dan juga sedang merentangkan tengan 

  

111 

 

keatas kemudian kembali berteriak dan dari dalam 

tanah muncul sebentuk telapak tangan raksasa 

yang naik keatas menjemput turunnya tapak awan 

raksasa yang dibawa oleh Lasedayu!  

Inilah wujud dahsyat ilmu gabungan 

Menebar Budi Menjungkirbalikkan Langit yang 

dihadiahkan Simpul Dewa Agung Penyangga 

Langit dan Bumi kepada dua orang kakek baik 

yang selama hidupnya banyak mengalami 

kemalangan ini.  

Para durjana yang melayang mumbul dan 

berada diudara seakan-akan bergerak tertarik ke 

tangah-tengah tangan awan dan tangan bumi. Saat 

kedua tangan Latampi dan Lasedayu akhirnya 

saling bertemu, maka bertemu jugalah tangan 

awan dan tangan bumi yang berbentuk bongkahan 

tanah raksasa dengan para durjana ditengah-

tengahnya! Suara ledakan kembali berhamburan 

dibarengi letusan bertebarannya bebatuan dan 

tanah serta asap awan yang tercerai berai akibat 

benturan maha dahsyat hasil pertemuan kedua 

tangan dari ilmu Menebar Budi Menjungkirbalikkan 

Langit yang dikeluarkan oleh Lasedayu dan 

Latampi! 

 Begitu dahsyatnya ilmu Menebar Budi 

Menjungkirbalikkan Langit yang di keluarkan oleh 

Latampi dan Lasedayu ini membuat para durjana 

  

112 

 

tokoh sesat yang terkena dampak pukulan ini 

nampak meraung mengeluarkan suara yang 

menyayat hati! tubuh mereka yang terkena 

himpitan tenaga tangan awan dan tangan bumi ini 

langsung terlihat retak rengkah dan kemudian  

pecah berhamburan dan sejurus kemudian 

langsung berubah menjadi berkas asap hitam yang 

lagi-lagi membumbung tinggi dan kembali masuk 

ke mata langit yang menggantung di udara. 

kejadian aneh kemudian terjadi mana kala mata 

langit raksasa yang menyerap puluhan asap hitam 

sisa-sisa raga para durjana yang musnah nampak 

mulai mengecil dan terus menciut hingga akhirnya 

ukuran mata langit yang semula begitu besarnya 

kini bentuk dan ukurannya tidak ubahnya sosok 

mata normal biasa!  

 Kejadian selanjutnya sungguh benar-benar 

tidak dapat ditebak, setelah menyerap habis asap 

dari para durjana yang telah dikalahkan, dari mata 

langit itu sendiri kemudian keluar jalinan otot daging 

dan serat serabut syaraf yang saling membelit dan 

saling menjalin bertumbuh menjadi satu, lalu 

membesar membentuk satu sosok tubuh manusia 

sempurna yang kemudian terlihat terbungkus 

dengan sendirinya oleh serat pakaian yang seolah 

hidup membungkus tubuh sosok penjelmaan baru 

dari mata langit. Sosok ini walaupun dikatakan 

sempurna berwujud manusia namun wajahnya 

  

113 

 

yang berwujud seorang pria ini sangat menakutkan 

membuat siapapun bergidik melihatnya. 

 Hidung nya terlihat hancur dan pipi kiri dan 

rahang kirinya melesak kedalam, begitupun mata 

kirinya juga nampak hancur dan juga turut melesak 

kedalam. Namun yang membikin ngeri dan 

membuat tampilan manusia satu ini terlihat 

menakutkan adalah keberadaan sebuah kitab yang 

terbuat dari kulit yang memancarkan aura seram 

terlihat melekat terjahit di dadanya. Di tangan 

kanannya sang pria juga terlihat memegang 

sebuah lentera aneh. Lentera aneh tersebut 

memiliki bagian yang tembus pandang terbuat dari 

kaca tebal berwarna merah kuning dan hitam. 

pegangannya terbuat dari logam yang membentuk 

ukiran kepala naga! 

 "Apa Kataku...!" seru Naga Kuning kepada 

Setan Ngompol kala melihat sosok penjelmaan 

mata langit kali ini. "Sudah kubilang pangeran 

kampret itu pasti jagoan terakhirnya! Lagu lama! 

Gampang ketebak!" seloroh sang bocah sambil 

pencongkan mulut sendiri. "Kau benar ning! Laris 

sangat ini pangeran yah... Sogokannya sama iblis 

neraka mantap kali sampai bisa nongol di bumi 

berulang-ulang..." ucap Setan Ngompol sambil 

terkekeh geli namun kemudian kembali membekap 

celana kuyupnya. Benar seperti apa yang dikatakan 

  

114 

 

oleh Naga Kuning, sosok yang kali ini dibangkitkan 

dan dijadikan perwujudan oleh Mata Langit 

kekelaman tanpa akhir adalah Pangeran Matahari 

si Segala Licik dan Segala Congkak! 

 Pendekar Dua Satu Dua terlihat mengusap 

mukanya sambil memandang kearah sosok 

Pangeran Matahari yang masih menggantung di 

udara dalam keadaan menutup mata "Lagi-lagi aku 

harus berhadapan dengan pangeran geblek satu 

ini... Entah nyawanya yang rangkap atau memang 

manusia kapiran ini punya keberuntungan yang 

tidak ada habis-habisnya... Susah benar di bikin 

mati!!" keluh sang pendekar. Satu tangan terlihat 

memegangi pundak Pendekar Dua Satu Dua dan 

ini membuat Wiro berpaling kearah orang yang 

memegangi pundaknya. "Aku merasakan sesuatu 

yang tidak menyenangkan Wiro... Sosok diatas 

sana memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh para 

tokoh-tokoh jahat sebelumnya yang kita lawan 

tadi..." ucap  Karaeng Uleng Tepu yang berdiri di 

sampingnya. "Aku mengerti Karaeng... Akupun 

turut merasakan apa yang kau rasakan... Jujur aku 

telah berkali-kali melawan dan mengalahkan sosok 

manusia kapiran diatas sana... Namun kali ini 

rasanya ada sesuatu yang berbeda dari 

kehadirannya.. Sesuatu yang lebih jahat dan 

kejam..." desis Wiro.  

  

115 

 

Tiba-tiba seluruh tubuh para pendekar dan 

raja Mataram beserta kedua ratu dan para dewa 

yang ada disitu terasa berat dan tidak dapat 

digerakkan! "Celaka! ini pengaruh kabut dewa! 

teriak Panji Ateleng “Tidak mungkin! Harusnya 

kabut dewa sudah dimusnahkan saat kehancuran 

kerajaan Perut Bumi dan juga berputarnya kembali 

poros buana.. Ini harusnya sesuatu yang lain...” 

sambung Dewi Dua Musim. 

“Bagaimana bisa begini kakang Wanara? 

Aku sudah membebaskan Kiai Naga Waskita dan 

Kiai Naga Wisesa dari Pasak Pemasung Dewa... 

Bahkan Uwak Datuk Rao Bamato Ijo sampai-

sampai mengorbankan hidupnya hanya untuk 

melawan Raja Serigala Kabut Taring Besi di poros 

buana sana... Jadi bagaimana bisa kabut ini 

mendadak muncul kembali kakang?” ucap panik 

Intan Suci Angin Timur kala dirasakannya tubuhnya 

terasa berat tidak bisa digerakkan karena belitan 

kabut yang merayap dari kaki hingga ke sekujur 

badannya. Setelah berhasil mengalahkan Datuk 

Lembah Akhirat Intan Suci Angin Timur dan sang 

kakang memang langsung turun menginjakkan kaki 

dan tanpa sadar ikut terbelit oleh kabut yang tiba-

tiba muncul. 

“Kurasa ini bukan kabut dewa seperti 

sebelumnya adikku... Jika ini kabut dewa, harusnya 

  

116 

 

Kitab Seribu Bintang yang sudah berisi Bunga 

Tanjung Kasih Dewa dipunggungku bisa 

menghalaunya... Tapi ini tidak! Kabut ini jauh lebih 

kuat dari pada kabut dewa!” jawab Jabrik Sakti 

Wanara. 

Dalam keadaan menegangkan dimana 

sekujur tubuh semua orang yang ada ditempat itu 

tidak bisa bergerak karena terbelit kabut berbalut 

halimun tipis, tiba-tiba sosok Pangeran Matahari 

terlihat mengarahkan Lentera Iblis 

digenggamannya kearah bawah, lentera 

ditangannya tiba-tiba berpendar dan diikuti oleh 

berpendarnya kitab Wasiat Iblis yang terjahit di 

dadanya dibarengi bentakan sang pangeran, dua 

lajur sinar berwarna hitam pekat nampak keluar 

dari lentera iblis dan kitab wasiat iblis! Kedua 

cahaya hitam tesebut terlihat saling membelit 

kemudian menyatu dan berubah membesar 

beberapa kali lipat dan langsung menggebrak 

menuju kearah raja dan para pendekar yang 

terjebak terbelit oleh kabut aneh yang datang 

secara tiba-tiba! 

“Celaka! Kita tidak bisa mengeluarkan ilmu 

kesaktian yang kita miliki.. Kabut sialan ini 

menghalangi kita melakukan pemusatan tenaga 

dalam...”Keluh Anggini yang juga seperti yang lain 

yang berada dalam keadaan terkunci. 

  

117 

 

Sesaat lagi lajur pukulan jarak jauh 

berukuran sepemelukan pohon beringin ini 

menghantam raja dan para pendekar, tiba-tiba dari 

balik awan yang bergerombol diatas langit, melesat 

memapak satu sinar berwarna keemasan yang 

langsung menghantam pukulan milik Pangeran 

Matahari! Suara dahsyat kembali menggelegar di 

udara, dan bersamaan dengan ledakan tumbukan 

diudara, kabut aneh yang sebelumnya menyekap 

dan membelit tubuh para pendekar pun sontak 

langsung sirna! Raja dan para pendekar akhirnya 

bisa kembali menggerakkan tubuh mereka. 

“Kita sudah bisa bergerak lagi ning! Tapi 

Sinar apa itu yang tadi datang menghantam 

pukulan pangeran keblinger itu ya ning? Tanya 

Setan Ngompol seraya memeriksa sekujur 

tubuhnya dengan tangannya. Setelah puas 

memeriksa, enak saja kakek bermata jereng ini 

mengelap tangan basahnya ke punggung pakaian 

Naga Kuning! Kontan saja si bocah langsung 

menjauh dan memaki panjang pendek. 

 

 

*** 

 

  

118 

 

Bab 11 

 

ementara itu, sri Maharaja Mataram Rakai 

Kayuwangi Dyah Pasingsingan nampak 

memandang gerombolan awan diatas sana 

dengan pandangan tegang. Jantung sang raja 

berdegup begitu kencang “Sang Hyang Jagatnatha! 

Apa benar hari ini adalah hari yang telah ditentukan 

itu...” sang raja nampak mengelus-elus dadanya 

berusaha menahan debaran jantungnya yang 

berdegup laksana derap kaki kuda! 

Pangeran Matahari nampak perlahan 

membuka kedua matanya. Kegeraman  luar biasa 

terpancar dari roman muka sang pangeran segala 

licik dan segala congkak tersebut. Dengan penuh 

amarah, sang pangeran terlihat memalingkan 

wajahnya kearah gerombolan awan putih dimana 

sebelumnya keluar sinar berwarna keemasan yang 

menghadang pukulan yang dilepaskannya. 

Gerombolan awan yang dilihat oleh 

Pangeran Matahari dan raja serta para tokoh 

lainnya sebelumnya terlihat seperti awan putih 

biasa pada umumnya. Namun beberapa saat awan 

tersebut terlihat seperti hidup beranjak turun 

mendekat kearah para pendekar! Dalam sekejap 

kumpulan awan tersebut terlihat memancarkan 

  

119 

 

cahaya putih lalu dari balik awan putih yang 

bergerombol tersebut tiba-tiba muncul tujuh sosok 

yang memancarkan cahaya keemasan. Ketujuh 

sosok terebut adalah sosok raja Mataram generasi 

terdahulu mulai raja Mataram Rakai Kayuwangi 

Dyah Lokapala, Rakai Kayuwangi Dyah 

Panangkaran, Rakai Kayuwangi Dyah 

Lokamahendra, Rakai Kayuwangi Dyah 

Indrarajasa, Rakai Kayuwangi Dyah Baladewa, 

Rakai Kayuwangi Dyah Asmaratungga, dan terakhir 

Rakai Kayuwangi Dyah Antawijaya ayahanda 

terkasih Sri Maharaja Mataram terakhir Rakai 

Kayuwangi Dyah Pasingsingan! Tujuh raja Trah 

Rakai Kayuwangi kembali berkumpul membentuk 

lingkaran di langit Mataram! Dan bukan hanya itu 

saja, dibalik lingkaran para raja terdahulu bumi 

Mataram ini berjejer pula barisan tokoh dunia 

persilatan golongan putih yang telah tiada! mulai 

dari Nyanyuk Amber,Raja Penidur, Kiai Gede Tapa 

Pamungkas, Datuk Rao Basaluang Ameh, Resi 

Bathara Padma atau lebih dikenal dengan nama 

Aryo Segoro sang pendekar kapak maut naga geni 

dan pasangannya pendekar pedang naga suci 

Kinanti Saraswati, Sinto Weni dan Sukat Tandika, 

Resi Kandawa Abithar, Datuk Perpati Alam Sati 

dan masih banyak tokoh putih lainnya yang gugur 

dalam pertempuran melawan Kerajaan Perut Bumi.  

  

120 

 

Raja termasuk para tokoh dari golongan 

putih nampak meneteskan air mata penuh 

kebahagiaan kala melihat orang-orang bercahaya 

yang muncul dari balik awan bersama rombongan 

Maharaja Mataram terdahulu. Termasuk 

didalamnya Pendekar Dua Satu Dua kala melihat 

sang guru Sinto Gendeng dan Sukat Tandika 

berada di jajaran para tokoh silat golongan putih 

yang berdiri di belakang barisan raja-raja Mataram. 

“Allah Maha Besar!! Akhirnya aku bisa kembali 

melihat dirimu eyang...” ucap sang pendekar dalam 

hati dengan mata haru 

Disaat semua orang masih terpana akan 

kedatangan rombongan raja Mataram terdahulu 

dan para tokoh sepuh dunia persilatan yang datang 

dalam gerombolan awan, mendadak satu suara 

penuh wibawa terdengar menggelegar dari mulut 

ke tujuh raja Mataram! 

“Tan Kena Wola-wali Berbudi 

Bhawalaksana... Tan Kena Wola-wali Berbudi 

Bhawalaksana...! Titah Raja Tidak Akan Terulang. 

Teguh Bagaikan Karang, Ganas Bagaikan Ombak.. 

Sabda Pandhita Ratu... SABDA PANDHITA RATU 

MANUNGGALING KAWULA GUSTI, Rawuh 

Pamungkas Satrio Piningit! Rawuh Pamungkas 

Satria Piningiiiiittt!!!! RAWUUUH PAMUNGKAS 

SATRIO PININGIIIIITTTTTT!!!" 

  

121 

 

 Begitu suara gemuruh Sabda Pandita Ratu 

Manunggaling Kawula Gusti yang keluar dari mulut 

ketujuh raja Mataram tersebut berhenti, cahaya 

keemasan disalut warna pelangi berbentuk aksara 

jawa tiba-tiba nampak menyeruak berpendar dari 

tubuh ketujuh raja Mataram terdahulu yang 

melayang diangkasa di dalam Kumpulan awan. 

Ketujuh cahaya tersebut kemudian bersatu dan 

kemudian melesat sesaat dan kembali pecah 

menjadi empat  bagian. satu bagian melesat 

menuju kearah raja Mataram Rakai Kayuwangi 

Dyah Pasingsingan, dan sisanya lagi melesat 

menuju kearah Pendekar Dua Satu Dua, Mahesa 

Edan dan Mahesa Kelud!  

 Raja dan ketiga pendekar bumi Mataram ini 

kemudian nampak seolah terbelit cahaya pelangi 

keemasan dan turut pula nampak berpendar. Lalu 

dengan satu sentakan dahsyat keatas udara, tubuh 

raja dan ketiga pendekar tersebut nampak melesat 

keangkasa dengan kecepatan luar biasa! Satu 

cahaya yang teramat menyilaukan tiba-tiba 

melintas mana kala tubuh keempatnya yang 

terbungkus aksara jawa keemasan ini nampak 

mulai menyatu dalam satu bentuk bola cahaya 

yang berwarna pelangi keemasan! Bola cahaya 

tersebut melesat tepat kearah Pangeran Matahari 

yang mengambang dengan pongahnya. Lalu 

setelah berjarak sepuluh tombak, bola cahaya 

  

122 

 

tersebut nampak meledak menggelegar dan luruh 

menjadi serpihan cahaya yang menyisakan sosok 

putih bercahaya berpendar lembut yang nampak 

turut pula berdiri mengambang gagah di hadapan si 

segala licik segala congkak! 

 Pangeran Matahari nampak menyipitkan 

matanya yang memang tinggal sebelah itu sambil 

menatap menyorot tajam kearah sosok bercahaya 

dihadapannya. Dihadapannya Nampak berdiri 

melayang sosok seorang pria berambut panjang 

terurai yang mengenakan kain putih panjang 

berselempang di dada hingga ke kakinya. 

Wajahnya tidak terlalu terlihat jelas karena satu 

selubung cahaya yang memancar dari wajah sang 

pria. Di atas kepala sang pria terlihat sebuah 

mahkota yang nampak mengambang melayang 

diatas kepala sang pria dan memancarkan warna 

keperakan. Tangan kiri nampak bersidekap di 

depan dada sementara tangan kanannya terlihat 

menggenggam sebilah senjata berwujud aneh. 

Senjata yang dipegangnya pada pangkalnya 

nampak seperti sebuah kapak bermata dua namun 

ditengah-tengah kapak tersebut bilahnya nampak 

terus menjulang memanjang dan berwujud pedang! 

Apalagi kalau bukan Kapak Pedang Naga Dewa 

Dua Satu Dua yang ada dalam legenda! 

  

123 

 

 Melihat sosok bercahaya yang berdiri 

melayang tegap diudara memegang kapak pedang 

naga dewa dua satu dua, tanpa terasa bening 

merembes di sudut mata Dewa Tuak. Saat 

lengannya kemudian di sentuh oleh Anggini, Dewa 

Tuak nampak memalingkan wajah dan tersenyum 

kearah sang murid "Tidak ku sangka di usia ku 

yang sudah bangkotan bau tanah ini.. Gusti Allah 

masih memberiku anugerah kesempatan untuk 

melihat langsung turunnya Satrio Piningit yang 

hanya pernah kudengar di dalam legenda... Kita 

masih punya harapan... Dunia persilatan masih 

punya harapan muridku..." ucap Dewa Tuak 

dengan suara bergetar. Sang murid pun nampak 

mengangguk penuh rasa haru. 

 Melihat senjata yang dipegang oleh sosok 

Satrio Piningit yang merupakan perpaduan Kapak 

Maut Naga Geni Dua Satu Dua dan pedang naga 

suci dua satu dua yang keduanya semula tertanam 

di dada Wiro, sang pangeran nampak 

mengerenyitkan kedua alisnya. tiba-tiba seolah 

hidup kitab wasiat iblis yang terjahit di dadanya 

nampak bergerak liar! satu persatu benang urat 

darah yang menyatukan kitab tersebut ke kulit dada 

Pangeran Matahari mulai terlepas. lalu begitu 

benang urat darah yang terakhir terlepas, seolah 

hidup kitab tersebut nampak bergerak merayap 

kearah lengan Pangeran Matahari yang memegang 

  

124 

 

lentera iblis! kitab tersebut bagaikan memiliki 

nyawa nampak langsung membelit lentera di 

tangan si segala congkak dan lentera dan kitab 

tersebut tiba-tiba mengeluarkan nyala kobaran api 

berwarna hitam yang sangat besar, sehingga 

membuat Pangeran Matahari terpaksa melepaskan 

pegangannya pada logam pegangan lentera.  

 

 

*** 

  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  

125 

 

Bab 12 

 

etelah beberapa saat berlangsung, kobaran 

api hitam besar yang nampak melayang 

tersebut terlihat bergerak kembali kearah 

tangan Pangeran Matahari yang langsung 

menyambutnya. sosok kobaran api tersebut 

perlahan mulai berubah menjadi satu bentuk 

pedang hitam membara di tangan Pangeran 

Matahari! Pangeran Matahari untuk beberapa saat 

memperhatikan benang urat darah api yang timbul 

dari gagang pedang yang kemudian membelit dan 

memasuki pergelangan tangannya.  satu kekuatan 

yang teramat dahsyat dan penuh kebencian 

merasuk dari genggaman tangannya melalui 

Pedang Kitab Lentera Iblis yang berada di 

genggaman tangannya!  

 "Mahkluk Autih... " suara Pangeran Matahari 

terdengar berat dan dalam seolah dikeluarkan dari 

dalam jurang tanpa dasar. "Aku tidak mengenali 

wujudmu... Namun aku masih bisa dengan jelas 

membaui dan merasakan bahwa di dalam wujudmu 

itu, terdapat sosok yang paling kubenci di dalam 

seluruh jiwa dan kesadaranku yang masih 

tersisa..." lanjut sang pangeran. 

  

126 

 

 "Wiro Sableng Haram Jadaaah!!! Terkutuk 

dirimuu keparaaat...!!! Aku tahu kau ada di dalam 

sana...!!!" teriak Pangeran Matahari sembari 

menunjuk dengan telunjuknya yang bengkok ke 

arah sosok bercahaya dan berbaju putih di 

hadapannya. 

 "Siksa api neraka tidak membuat dendamku 

luntur wahai Pendekar Dua Satu Dua! Pedih dera 

dan rajaman cambuk dan gergaji penghuni neraka 

pun tidak juga membuat dengki ku surut dan pupus 

pada dirimu!" suara Pangeran Matahari semakin 

terdengar berat dan bergetar 

 "Aku yang terjeblos dalam dunia kegelapan 

penuh siksa neraka jahanam sama sekali tidak 

pernah menyangka akan datang kembali 

kesempatan seperti ini.... Memang.. Berulang kali 

aku dibangkitkan... Namun... Berulang kali pula aku 

kau kalahkan keparat...!!! Tapi kali ini.... 

Kesempatan pun kembali menyapa... Kali ini..... 

Aku pastiiii akan membuatmu.... " belum lagi 

menyelesaikan apa yang ingin di utarakannya, 

ucapan sang pangeran tiba-tiba terputus manakala 

satu benda yang melesat dari arah bumi dengan 

secepat kilat menghantam dan membasahi 

kepalanya! Letupan-letupan kecil terlihat di wajah 

sang pangeran yang dibasahi oleh cairan hangat 

berbau pesing yang tadi menghantam wajahnya! 

  

127 

 

Mata nya melirik sekilas dan dirinya masih bisa 

melihat sebuah kaleng rombeng yang tadi menimpa 

kepalanya terlihat jatuh setelah menghantam 

kepalanya. sebuah kaleng rombeng yang 

sebelumnya berisi air kencing manusia!  

"Woooi Pangeran Geblek.. Dirimu 

kebanyakan ngomong! Sudah basi! Kalau mau 

gelut ya gelut saja! Sudah capek kita ketemu kamu 

lagi kamu lagi! Sekali ketemu lagi ini malah ngajak 

sarasehan! Kalau memang gentar sama Satrio 

Piningit, Tuh... Lawan saja kakek bau pesing ini... 

Dia tadi yang nimpuk dirimu pakai kaleng gombal 

isi air kencingnya sendiri...!" seru Naga Kuning 

sambil menunjuk asal-asalan ke arah Setan 

Ngompol yang langsung mengumpat panjang 

pendek. "Lah kok jadi aku? Kok jadi akuuuu? Dasar 

bocah setan! Kau yang nimpuk pakai kaleng tadi 

bukan akuu!” sanggah Setan Ngompol. “Aku yang 

nimpuk tapi kalengnya kan isinya air kencing mu 

kek..!!!” balas Naga Kuning sambil lelet kan lidah. 

“Ku kasih lah karena dirimu yang minta! Mana ku 

tahu kalau kau pakai buat nimpuk kepala orang!” 

rutuk Setan Ngompol dengan gemas kearah Naga 

Kuning yang malah terlihat tertawa terpingkal-

pingkal. Sementara itu didekat Setan Ngompol, 

Kakek Segala Tahu terlihat mengomel panjang 

pendek saat menyadari kaleng rombengnya telah 

raib di tilep Naga Kuning dan dipakai untuk 

  

128 

 

menampung air kencing untuk dilemparkan ke arah 

Pangeran Matahari! 

Dengan sebelah matanya Pangeran 

Matahari nampak mendelik tajam kearah bawah 

dan secara tiba-tiba sang pangeran nampak 

melesat deras kearah Naga Kuning dan Setan 

Ngompol! 

“Manusia-manusia celaka! Kalian berdua 

yang harus mati pertama kali!” teriak sang 

pangeran dengan penuh kemarahan. 

“Tobaaat!! Semua ini gara-gara kelakuan 

mu Naga Kuning kampret!” teriak Setan Ngompol 

seraya menaikkan celananya tinggi-tinggi lalu lari 

tunggang langgang! Lucunya walaupun marah dan 

kesal kepada si bocah berambut jabrik, sang kakek 

masih sempat-sempatnya meraih kerah baju si 

bocah berambut jabrik dan membembengnya 

sambil melarikan diri!  

Tubuh Pangeran Matahari yang melesat 

turun mengejar Setan Ngompol dan Naga Kuning 

yang berada didaratan tiba-tiba terhenti diudara 

kala satu sosok putih terlihat datang menghadang 

didepannya. Melihat sosok yang menghadangnya, 

amarah sang pangeran pun langsung meluap tak 

terbendung lagi! “Semua ini gara-gara engkau 

makhluk keparat!” teriak buas Pangeran Matahari 

  

129 

 

kepada sosok Satrio Piningit yang menghadang 

dirinya. 

Selarik sinar hitam bergerdepan 

menggidikkan melesat menyambar manakala 

Pangeran Matahari dengan penuh kemarahan 

menyerang menggunakan pedang kitab lentera iblis 

kearah sosok Satrio Piningit! Suara memekakkan 

dan sinar kehitaman berkiblat diudara dan 

membentur cahaya putih yang keluar bersamaan 

dengan suara ribuan tawon mengamuk! Pangeran 

Matahari nampak tersurut mundur namun Satrio 

Piningit yang nampak melintangkan kapak pedang  

naga dewa dua satu dua hanya terlihat bergetar 

sesaat. “Jahanaam... Akan kukirim kau ke dasar 

naraka...!”rutuk sang pangeran sambil kembali 

melesat terbang dengan pedang terpentang 

menjurus langsung kearah Satrio Piningit!  

Pertarungan hebat ditengah udara pun 

kemudian kembali terjadi di angkasa Mataram. 

Sinar hitam dan putih nampak melesat kesana 

kemari dengan kecepatan luar biasa! Suara-suara 

ledakan di udara berulang kali pun terdengar akibat 

terjadinya benturan antara Pedang Kitab Lentera 

Iblis dan Kapak Pedang Naga Dewa Dua Satu Dua 

yang dipergunakan oleh Pangeran Matahari dan 

sosok Satrio Piningit.  

  

130 

 

Benar-benar pertarungan di udara yang 

saling mengutamakan kecepatan gerak tubuh 

laksana kilat dipertunjukan oleh Pangeran Matahari 

dan Satrio Piningit. Pertarungan Kecepatan yang 

tidak lumrah ini membuat sampai-sampai sudah 

tidak bisa dilihat lagi oleh orang biasa dengan 

menggunakan mata telanjang! Pada satu 

kesempatan, saat tusukan pedang kitab lentera 

iblis kembali berhasil dipatahkan oleh tebasan 

kapak pedang naga dewa dua satu dua, secara 

curang dengan menggunakan sebelah tangannya 

Pangeran Matahari secara membokong 

mengeluarkan ilmu pukulan Gerhana Matahari 

Alam Baka langsung kearah rombongan raja 

Mataram! Satu sinar merah,  kuning dan hitam 

yang berbau daging hangus sangit serta 

mengeluarkan hawa panas luar biasa menerjang 

bagaikan badai siap meluluh lantakkan apapun 

yang menghalangi! Dengan tawa terbahak 

Pangeran Matahari melihat bagaimana serangan 

curangnya melesat kencang dan luput dari 

jangkauan dan perhatian Satrio Piningit! 

Namun tawa sang pangeran langsung 

hilang bagaikan direnggut setan manakala 

menyaksikan satu kejadian luar biasa yang 

selanjutnya terjadi. dari dalam gugusan awan putih, 

para sesepuh dunia persilatan yang berdiri diam 

dibelakang ke tujuh raja Mataram terlihat 

  

131 

 

menghentakkan tangan masing-masing lalu 

puluhan sinar pukulan beraneka warna pun terlihat 

melesat membumbung keangkasa! Tidak sampai 

disitu saja, satu sosok laksana kilatan bintang 

kejora kemudian terlihat melesat dari kumpulan 

tokoh sepuh dunia persilatan tersebut, dan 

kemudian mempertunjukkan satu keahlian yang 

sukar untuk dipercaya!  

Sosok tersebut terlihat laksana menari-

menari indah diantara lesatan berbagai sinar 

pukulan jarak jauh lalu kemudian sosok tersebut 

nampak menggulung semua sinar pukulan tersebut 

dengan menggunakan kedua tangannya menjadi 

satu bola sinar pukulan berwarna-warni maha 

besar untuk kemudian dilepaskan kembali menjadi 

satu kesatuan kearah datangnya sinar pukulan 

gerhana matahari alam baka yang dilepas 

Pangeran Matahari! 

Suara menggelegar disertai angin ribut 

langsung menerpa dan membuat setiap orang yang 

ada di tempat itu tersurut mundur beberapa tindak 

manakala getaran ledakan pertemuan ilmu-ilmu 

dahsyat yang dibungkus dan dilepas oleh Jaka 

Pesolek Penangkap Petir ini, telak menghantam 

dan membuyarkan serangan bokongan yang 

dilakukan oleh Pangeran Matahari. Hanya para raja 

Mataram dan para sesepuh dunia persilatan yang 

  

132 

 

berada didalam kumpulan awan saja yang seolah 

tidak terpengaruh oleh dampak tumbukan ilmu 

kesaktian yang meledak di udara tersebut. 

“Astaga! Ilmu apa yang dipakai sosok 

pemuda berbaju hitam diatas sana? Tidak pernah 

kudengar sebelumnya ada orang yang mampu 

melakukan hal seperti itu! Benar-benar 

mengagumkan!!” seru Andana si Harimau 

Singgalang 

“Betul apa yang kau katakan sahabatku... 

Benar-benar hebat orang itu... Aku benar-benar 

tidak akan percaya jika tidak melihat dengan mata 

kepala sendiri... Bagaimana bisa ada orang di 

dunia ini yang mampu menangkap berbagai ilmu 

pukulan jarak jauh lalu membungkusnya dan 

kemudian melepaskannya kembali sesuka hati! 

Benar-benar luar biasa...” Desis Panji Argomanik 

sang Singa Gurun Bromo sambil menatap takjub 

kearah sosok Jaka Pesolek Penangkap Petir yang 

terlihat kembali melesat masuk kedalam barisan 

awan bersama para raja Mataram tepat dibelakang 

sang junjungan Sri Maharaja Rakai Kayuwangi 

Dyah Lokapala! 

Amarah luar biasa kembali menguasai 

Pangeran Matahari manakala menyaksikan 

serangan bokongannya dipatahkan secara luar 

biasa oleh sosok pemuda yang dulu hampir-hampir 

  

133 

 

diperkosanya tersebut. Sang pangeran dengan 

buasnya kemudian kembali menggenjot tubuhnya 

diudara dengan pedang terhunus kali ini diarahkan 

langsung kearah gerombolan awan putih dimana 

para raja dan para sesepuh berada! Namun 

ternyata usaha dan harapannya tidak segampang 

itu, karena kembali kapak pedang naga dewa dua 

satu dua datang memapak dan menekan sang 

pangeran untuk beranjak mundur dari wilayah 

gerombolan awan putih.  

Suara teriakan amarah mengegelegar 

keluar dari mulut miring pencong Pangeran 

Matahari! Lalu dengan gerakan kalap membabi 

buta, pangeran yang terlahir bernama Anom ini 

merangsek maju kearah Satrio Piningit yang 

kemudian nampak bergerak indah laksana seekor 

elang yang terbang lurus di tengah amukan buas 

rajawali! 

Kembali suara denting dan pijar api hasil 

benturan dua senjata sakti terlihat di langit Mataram 

diantara desiran-desiran bayangan berwarna hitam 

dan putih yang bergerak dilangit dalam kecepatan 

yang luar biasa. Di satu kesempatan, kapak 

pedang naga dewa dua satu dua yang dipegang 

Satrio Piningit secara tidak terduga dalam gerakan 

lurus tiba-tiba melenting dan lentur bergerak dan 

berhasil mengiris urat besar yang ada di tangan 

  

134 

 

Pangeran Matahari! Semburat api berwarna hitam 

pekat langsung nampak menyembur dari luka di 

tangan sang pangeran! “Jahanaaam kau!” teriak 

Pangeran Matahari yang merasa kesakitan seraya 

berusaha menghantamkan pedang di tangannya 

kearah tubuh Satrio Piningit, namun itu semua 

sudah terlambat. Setelah berhasil merobek lengan 

Pangeran Matahari, badan pedang kapak yang 

semula terlihat lentur tiba-tiba menukik dan 

mengeras kaku menghujam langsung ke dada 

pangeran yang sudah beberapa kali bangkit dari 

kematian tersebut! 

Pangeran Matahari nampak berteriak keras 

manakala kapak pedang dewa naga dua satu dua 

perlahan namun pasti memasuki kulit dadanya,  

sambil menghujam kapak pedang agar masuk 

semakin dalam, Satrio Piningit pun terlihat 

langsung merangkul erat tubuh Pangeran Matahari! 

tubuh sang pangeran nampak mulai dikobari 

kobaran api yang membuncah keluar dari luka di 

dadanya! Dengan menahan sakit yang luar biasa, 

Pangeran Matahari terus melesat tinggi keangkasa 

bersama sosok Satrio Piningit yang masih 

merangkul Pangeran Matahari dan terus 

menghujamkan kapak pedang naga dewa ke dada 

sang pangeran. Tiba-tiba di tengah angkasa, sosok 

Pangeran Matahari yang terbakar api mulai 

membesar dan mulai berubah menjadi sesosok ular 

  

135 

 

hitam bermata satu maha besar berwarna hitam 

yang berusaha naik semakin tinggi keangkasa!  

 "Astaga! Coba kalian semua lihat! Pangeran 

keblinger itu berubah wujud menjadi seekor ular 

naga raksasa!" teriak Naga Kuning sambil 

menunjuk keatas langit. "Ah yang benar saja ning? 

Apa benar pangeran sontoloyo itu berubah jadi ular 

raksasa atau ularnya si pangeran yang malah tiba-

tiba berubah menjadi naga raksasa?" timpal Setan 

Ngompol sembari berulangkali memicingkan mata 

jerengnya kearah yang ditunjuk oleh Naga Kuning. 

mendengar selorohan Setan Ngompol, Naga 

Kuning sontak memalingkan mata dan mendelikkan 

mata kearah sang kakek bertelinga terbalik. "Dasar 

kakek sedeng! Setidaknya ularnya si pangeran 

lebih gede dari terong lalap kisut basah kuyup 

milikmu itu.." cerocos Naga Kuning yang kontan 

membuat Setan Ngompol terdiam sambil 

pencongkan mulut. 

 Sementara itu bersamaan dengan 

perubahan sosok Pangeran Matahari menjadi 

sosok naga hitam raksasa, sosok Satrio Piningit 

pun tiba-tiba dari kejauhan nampak kembali ke 

bentuk bola cahaya lalu diikuti oleh suara ledakan 

besar, bola cahaya tersebut nampak meledak dan 

serangkum cahaya bagaikan bintang kejora terlihat 

melesat jatuh turun kebumi!  

  

136 

 

 Cahaya yang melesat dari arah melesatnya 

naga hitam raksasa itupun kemudian menghantam 

bumi dan membuat debu tanah kembali 

menyemburat ke udara. Dewa Tuak dan yang lain 

lekas memburu kearah dimana cahaya dari langit 

jatuh dan disana mereka mendapati raja Mataram 

Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan dalam 

keadaan setengah berdiri nampak terbatuk sambil 

memegangi kepalanya dengan sebelah tangannya. 

"Yang Mulia.. Apakah kau baik-baik saja? Apa yang 

terjadi sebenarnya?" ucap Dewa Tuak sembari 

memapah bangun sang raja Mataram. Setelah 

mengusap wajahnya yang muram sang raja 

nampak menengadahkan mukanya dan menatap 

kepergian naga hitam raksasa yang berusaha 

menggapai ujung langit dengan perasaan kesal. 

"Mereka bertiga... Mereka bertiga memang benar-

benar keterlaluan..." ucap jengkel sang raja sambil 

masih memegangi kepalanya yang terasa pening.  

 Rupanya saat sosok Pangeran Matahari 

akhirnya moksa akibat tusukan kapak pedang naga 

dewa dua satu dua dan berubah menjadi sosok ular 

raksasa bermata satu, tubuh Satrio Piningit pun 

akhirnya pun turut kembali ke sosok masing-

masing yaitu sosok raja Mataram, Wiro, dan kedua 

Mahesa. Dan dalam waktu yang sedemikian 

singkat tersebut Wiro nampak memberikan tanda 

kepada kedua rekannya tersebut untuk 

  

137 

 

menggunakan tenaga lembut untuk 

menghempaskan raja Mataram lepas dari tubuh 

naga raksasa dan meluncur jatuh ke bumi!  

 "Maafkan ketidak sopanan kami wahai 

paduka raja... Tapi baginda harus tetap hidup demi 

rakyat Mataram di bawah sana..." ucap Wiro sambil 

tersenyum diikuti oleh Mahesa Edan dan Mahesa 

Kelud yang bahkan sama-sama mengacungkan 

jempol kearah paduka raja yang terlihat meluncur 

deras turun ke bumi! Hal inilah yang membuat sang 

raja sedikit mengkal dan jengkel namun di lain 

pihak, sang raja juga merasa sedih karena 

mengetahui kalau ke tiga pendekar tersebut 

sengaja melakukan itu untuk mengorbankan diri 

mereka sendiri demi keselamatannya dan 

kelangsungan hidup kerajaan Mataram. 

 Sementara itu di bumi Mataram, semua 

yang ada di tempat itu baik para tokoh dunia 

persilatan maupun para dewa dan dewi yang 

tersisa dengan menggunakan kemampuan melihat 

dari kejauhan dengan tegang melihat bagaimana 

Wiro dan kedua Mahesa dengan gigihnya berusaha 

membinasakan ular hitam raksasa bermata satu 

yang sedang merayap naik ke ujung angkasa. Wiro 

dengan kapak pedang naga dewa terlihat 

menghujamkan dengan sekuat tenaga senjatanya 

tersebut ke tengkuk sang ular raksasa. Di bagian 

  

138 

 

perut Mahesa Kelud juga nampak melakukan hal 

yang sama dengan mengunakan Pedang Dewa 

Sakti kepunyaannya sementara Mahesa Edan 

menggunakan Keris Naga Biru miliknya untuk 

mengoyak perut bawah dekat dengan bagian ekor. 

Ketiganya nampak berusaha menghabisi sang ular 

raksasa sebelum mencapai tempat yang ditujunya 

yaitu lubang hitam kegelapan tanpa akhir di ujung 

angkasa!  

  Suara lenguhan bercampur raungan keras 

yang memekakkan telinga terdengar dari mulut ular 

raksasa bermata satu kala merasakan sakit yang 

luar biasa saat ketiga senjata yang dipegang oleh 

ketiga pendekar semakin masuk lebih dalam 

menembus sisik hitamnya. Akibat rasa sakit yang 

luar biasa tersebut membuat sang ular nampak 

bergerak melesat lebih cepat terbang menuju 

lingkaran kegelapan yang mulai terlihat di batas 

langit. "Jangan biarkan makhluk ini memasuki 

lingkaran hitam kegelapan tersebut teman-teman! 

Dia akan pulih kembali dan dunia kita akan hancur 

porak poranda!" teriak Wiro ke arah kedua 

rekannya. "Apa yang harus kita lakukan Wiro? 

Ujung senjata kita tidak cukup panjang untuk 

menjangkau bagian dalam makhluk terkutuk ini!" 

teriak Mahesa Kelud yang berada di bagian perut 

tengah. "Coba kita secara berbarengan 

mengalirkan pukulan pamungkas kita melalui 

  

139 

 

gagang senjata masing-masing... Aku rasa cara itu 

bisa menimbulkan kerusakan yang lumayan!" 

sambung Mahesa Edan dari bagian ekor "Usul 

yang bagus! Mari kita lakukan pada hitungan yang 

ketiga!" teriak Wiro seraya mempersiapkan pukulan 

Surya Gugur Gerhana di tangan kanannya 

sementara tangan kirinya masih menggenggam 

erat kapak pedang dewa naga dua satu dua yang 

tertancap di tengkuk ular raksasa.  

 Mahesa Kelud dan Mahesa Edan pun 

kemudian mempersiapkan pukulan andalan 

masing-masing. Mahesa Kelud mempersiapkan 

pukulan Karang Sewu sementara Mahesa Edan 

sudah mulai merapal ajian Diatas Kubur Badai 

Mengamuk. Ketiga pendekar tersebut sudah 

bersiap untuk menghantamkan pukulan masing-

masing ke pangkal senjata yang tertancap ke tubuh 

ular raksasa. Namun belum juga Pendekar Dua 

Satu Dua memulai aba-aba, tiba-tiba terdengar 

suara gemuruh dibarengi teriakan teriakan 

bersahutan yang terdengar panjang! Rupanya dari 

arah lingkaran kegelapan, ratusan ekor makhluk 

berbulu kelabu yang dikenal dengan sebutan Setan 

Dari Luar Jagat kembali datang dan melesat 

menyerbu menyongsong kearah Wiro dan kedua 

rekannya!  

  

140 

 

 "Biar aku yang hadapi makhluk-makhluk itu! 

Kalian berdua lanjutkan rencana kita tadi! Mahesa 

Edan yang melihat datangnya serangan tersebut 

bergegas menghantamkan pukulan diatas kubur 

badai mengamuk ke gagang keris naga biru dan 

tanpa menungu lama, murid eyang Kunti Kendil ini 

langsung berlari di sepanjang badan ular raksasa 

dan menyambut langsung kedatangan ratusan 

makhluk penghuni lubang hitam kegelapan dengan 

menggunakan ilmu kuno tujuh jurus Ilmu Silat 

Orang Katai! benar-benar dahsyat ilmu yang 

diturunkan oleh tujuh orang katai ini dimainkan oleh 

Mahesa Edan. Tubuh sang pendekar bergerak 

laksana angin puting beliung dan dalam setiap 

tujuh langkahnya yang aneh dan tak beraturan, 

puluhan makluk setan dari luar jagat yang datang 

menyerbu pasti langsung terlempar berjatuhan dari 

tubuh ular raksasa!  

 Sementara itu rasa sakit yang teramat 

sangat pada bagian ekor membuat ular raksasa 

mengibaskan ekornya sekuat mungkin. Hal ini 

membuat pergerakan sang ular yang sedang 

merayap naik itu menjadi melambat. Dan 

kesempatan ini pun langsung di manfaatkan oleh 

Wiro dan Mahesa Kelud untuk bersama-sama dan 

tanpa menunggu aba-aba lagi untuk menghantam 

pangkal senjata masing-masing yang terbenam 

dengan pukulan pamungkas! Dan apa yang terjadi 

  

141 

 

setelah itu benar-benar tidak disangka oleh ketiga 

pendekar yang berada di tubuh naga raksasa. Wiro 

sesaat nampak menenggak ludah dan melotot 

kearah Mahesa Kelud, Mahesa Kelud juga nampak 

balas melotot kearah Wiro sementara Mahesa 

Edan yang sedang asyik mencekik dan 

menguncang-guncang leher salah satu setan dari 

luar jagat yang ditangkapnya, juga nampak 

mendelikkan mata memandang kedua sahabatnya 

pulang balik! ”Celakaaa...!!!” teriak ketiganya 

bersamaan! Lalu dibarengi melesatnya cahaya 

menyilaukan dari tiga luka di tubuh sang naga, satu 

ledakan yang luar biasa pun terjadi diatas langit! 

Awan hitam bercampur petir dan api nampak 

menyeruak dalam bentuk cendawan raksasa dan 

bersamaan dengan ledakan tersebut, gelombang 

energi maha dahsyat pun kembali tercipta dan 

menyeruak menuju bumi dengan kecepatan luar 

biasa!  

 "Ayaaaaahh...." suara  Intan Suci Angin 

Timur terdengar merobek langit. Sang gadis 

nampak berlari kencang diudara menuju langit 

dimana dilihatnya sang ayah dan kedua rekannya 

meledak bersama naga hitam raksasa. Disisi sang 

gadis cilik turut pula melesat Jabrik Sakti Wanara 

dan Bidadari Angin Timur yang terbang melayang 

dengan mata basah berlinang. Sayang belum lagi 

ketiganya mencapai tempat dimana ledakan tubuh 

  

142 

 

naga hitam raksasa terjadi, ketiganya harus 

dihadang oleh gelombang ledakan maha kuat yang 

akhirnya melempar kembali tubuh mereka kearah 

bumi. 

 Ledakan naga hitam raksasa yang terjadi di 

atas langit benar-benar sangat dahsyat luar biasa 

hingga menciptakan selaput tebal awan hitam 

gelap yang bahkan sampai menutup cahaya 

matahari yang jatuh ke bumi selama berhari-hari. 

Serpihan-serpihan abu hitam berguguran laksana 

hujan gerimis pun turun menerpa para pendekar 

dunia persilatan serta sisa-sisa para dewa yang 

masih diam terpekur menatap kearah langit kelam 

kelabu. Keheningan merasuk dan mencengkram 

pelataran sisa-sisa candi prambanan saat itu. 

Hanya isak tangis Intan Suci Angin Timur sajalah 

yang terdengar pilu terbawa hembusan angin 

dingin nan mencucuk tulang.  

 Apakah ini adalah harga dari sebuah 

kemenangan? Tidak ada seorangpun dari mereka 

yang ada di tempat itu yang tahu.. 

 Sepekan setelah peristiwa musnahnya naga 

hitam raksasa penjelmaan mata langit, para tokoh 

dunia persilatan yang tersisa pun sudah lama 

saling berpisah dan kembali ke tempat masing-

masing. Nyi Roro Kidul dan Ratu Laut Utara Ayu 

Lestari telah kembali ke kerajaan lautnya masing-

  

143 

 

masing, demikian juga Sri Maharaja Mataram Rakai 

Kayuwangi Dyah Pasingsingan sudah pamit 

terlebih dahulu untuk mengatur kembali 

kerajaannya yang porak-poranda, sebelum terlebih 

dahulu juga harus menjemput rakyatnya yang 

mengungsi di atas gunung merapi. Para leluhur raja 

dan orang-orang sakti yang dibangkitkan oleh 

sabda pandita ratu tujuh raja Mataram pun telah 

kembali ke alam keabadian  sambil membawa para 

dewa dan dewi atas langit yang masih tersisa.  

 Perpisahan yang paling mengharukan yang 

terjadi adalah perpisahan antara Intan Suci Angin 

Timur dan Jabrik Sakti Wanara. Sang gadis cilik 

menangis tak henti-hentinya di dada sang remaja. 

dengan tersenyum sedih dan sambil membujuk 

sang gadis kecil berulang kali, akhirnya Intan Suci 

pun mau juga melepaskan pelukannya terhadap 

sang pemuda remaja dan melepas kepergian 

Jabrik Sakti Wanara yang sudah dianggapnya 

sebagai kakak kandungnya tersebut. Pemuda 

tabah nan malang ini harus pergi kembali untuk 

mencari dan menemukan sang ayah Malaikat Maut 

Berambut Salju yang kembali menghilang setelah 

peristiwa meledaknya naga hitam raksasa.  

 Tempat yang sebelumnya ramai dengan 

suasana pertempuran dan peperangan akhirnya 

menjadi sunyi dan lengang. Diantara ratusan 

  

144 

 

makam yang berdiri yang merupakan makam dari 

para pendekar yang gugur dalam perlawanan 

melawan kerajaan perut bumi di tempat itu, terlihat 

tiga buah nisan putih berdiri diam di posisi paling 

depan bekas pelataran candi prambanan. Hanya 

tinggal empat orang wanita yang tersisa yang 

berdiri di tempat itu sambil diam termenung. 

Keempatnya berdiri saling diam dalam waktu yang 

cukup lama. 

 Keesokan harinya, Purnama yang seharian 

berdiri sedih di depan nisan bertulis nama Mahesa 

Edan akhirnya pergi meninggalkan tempat itu 

dengan langkah gontai. Hari berikutnya giliran 

Anggini yang lama diam terpekur di hadapan nisan 

Mahesa Kelud pun melangkahkan kaki pergi dari 

tempat itu sambil sebelumnya berpamitan kepada 

kedua orang wanita yang tersisa.  

 Waktu kembali berlalu, tanpa terasa satu  

hari kembali terlewati. Intan Suci Angin Timur yang 

diam terpekur di hadapan nisan sang ayah, 

Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng akhirnya 

angkat suara pelan. "Bibi bidadari pergilah... Nanti 

bibi sakit kalau terus-terusan berdiam menemaniku 

di tempat ini..." ucap sang gadis cilik lirih tanpa 

membalikkan tubuhnya. Sepasang tangan putih 

mulus tiba-tiba melingkari leher sang gadis remaja. 

Bau harum pun masuk kedalam jalan nafas sang 

  

145 

 

gadis. "Bibi tidak akan beranjak di tempat ini kalau 

kau pun tidak beranjak dari tempat ini anak 

manis..." ucap Bidadari Angin Timur. Kepala Intan 

Suci terlihat menunduk sedih. "Aku hanyalah 

seorang anak yatim piatu bibi bidadari... Aku tidak 

punya siapa-siapa lagi dan tidak punya tempat lagi 

untuk di tuju.." ucap sang gadis sedih. Bidadari 

Angin Timur semakin mempererat pelukannya pada 

gadis kecil ini. "Kalau kau mau kau boleh ikut serta 

bersama bibi... Bibi pun sudah tidak punya siapa-

siapa lagi di muka bumi ini..." ucap Bidadari Angin 

Timur terdengar sedikit getir.  

 Ucapan ini membuat Intan Suci Angin Timur 

membalikkan tubuhnya dan menatap wanita 

dihadapannya dengan pandangan wajah sedih. 

"Apakah aku tidak akan menjadi beban buat bibi? 

Aku takut aku nantinya hanya akan menyusahkan 

dan membebani bibi..." ucapan sang gadis remaja 

terhenti sesaat. Tatapan mata dari wajah yang 

memandang sedih tersebut membuat sang wanita 

berambut pirang seolah melihat ayah anak tersebut 

sedang menatapnya langsung! Ini kontan membuat 

Bidadari Angin Timur terenyuh jantungnya dan 

langsung mengangkat tubuh Intan Suci Angin 

Timur dalam pondongannya dan memeluknya erat.  

 Air mata sontak membuncah menetes dari 

sudut mata sang wanita. "Aku janji akan menjaga 

  

146 

 

dan merawatnya seperti anakku buah hatiku sendiri 

Wiro... Aku berjanji padamu..." bisik sang wanita 

dalam hati sambil sebelah tangan memondong 

tubuh Intan Suci dan sebelah tangan lagi membelai 

puncak nisan putih dihadapannya. 

 

 

 

 

* * * 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  

147 

 

Penutup 

 

ngin behembus kencang kala itu di tanah 

Pariaman, sumatera barat. ditengah-

tengah tegalan sawah terlihat dua bocah 

kecil sedang asyiknya bermain layangan. kedua 

layangan yang mengudara diatas sawah tersebut 

terlihat saling menukik dan saling berkejaran satu 

sama lain dengan gesitnya. "Berat sebelah 

layangan mu itu Sarip! Tak kan bisa kau putuskan 

layanganku kali ini..!" ejek bocah yang paling 

pendek diantara keduanya sambil terus menarik 

ulur benang layangan dalam genggamannya itu. 

Bocah yang dipanggil Sarip ini nampak hanya 

mendengus pendek seraya terus mengulur tali 

layangannya. Akibatnya layangan merah miliknya 

pun melesat lebih tinggi daripada layangan bocah 

kecil disebelahnya. Melihat ini sang bocah sambil 

sebelumnya menyeka ingus yang keluar dari 

hidungnya menggunakan lengan bajunya kemudian 

turut menngulurkan benang layangannya untuk 

mengejar layangan milik Sarip.  

 Bocah yang dipanggil Sarip ini kemudian 

terlihat melirik sesaat kearah bocah disebelahnya 

lalu tiba-tiba berlari ke tengah-tengah sawah yang 

baru habis dipanen tersebut dan menarik benang 

layangannya cepat-cepat! Bocah yang berdiri di 

  

148 

 

tegalan sawah nampak ternganga namun 

kemudian tersentak tersadar dan lalu cepat-cepat 

menarik benang layangannya tersebut 

semampunya. Namun sayang tindakannya tersebut 

sudah terlambat! Layangan milik Sarip diatas sana 

sudah terlebih dahulu menukik keras ke arah 

layangan miliknya dan memutuskan benang 

layangan milik sang bocah! "Kenaaaa...!" teriak 

Sarip kegirangan sambil melompat-lompat ditanah 

yang becek kala melihat layangan bocah yang 

berada di tegalan sawah terlihat meliuk-liuk tanpa 

kendali dan akhirnya terbang menjauh mengikuti 

hembusan angin. 

 "Kau curang Sarippp!!! Kau pasti pakai 

benang gelasan!! Perjanjiannya kan bukan 

begituuu...!" teriak sang bocah yang berada 

ditegalan sawah yang kemudian terlihat 

membanting kaleng penggulung benang 

layangannya ke tanah dan berlari masuk ke sawah 

mengejar Sarip yang nampak masih tertawa-tawa. 

Bocah kecil tersebut kemudian dengan marahnya 

melompat kearah sarip sehingga keduanya masuk 

kedalam lumpur sawah dan bergulung-gulung 

sambil saling berkelahi! namun tiba-tiba suara 

halilintar yang sangat kuat terdengar menggelegar 

dan menghentikan perkelahian dua orang anak 

kecil tersebut. Keduanya nampak terpaku melihat 

kearah atas langit dimana tiba-tiba gulungan hitam 

  

149 

 

awan pekat muncul diiringi petir yang saling 

menyambar diatas kepala mereka!  

 "Ibuuu.. Aku takut..." teriak Sarip sambil 

melepaskan pegangannya pada kerah kemeja 

bocah kecil temannya tersebut dan terus kemudian 

bangkit lalu mengambil langkah seribu!  

Berbeda dengan Sarip yang nampak kabur 

melarikan diri ketakutan, bocah kecil ini malah 

nampak diam terpaku dengan mata melotot kearah 

pusaran awan gelap! Lalu tiba-tiba satu suara 

raungan maha dahsyat terdengar dari dalam 

pusaran awan gelap, lalu sesaat kemudian satu 

bayangan hitam besar dengan lintasan cahaya 

merah bersalut kuning tiba-tiba melesat turun dari 

dalam pusaran awan langsung menuju kearah sang 

bocah ditengah sawah! Satu sosok berupa seekor 

naga berwarna hitam pekat dengan mulut 

terpentang bertaring panjang nampak memburu 

buas kearah sang bocah!  

 Di atas mulut tersebut nampak satu mata 

besar berwarna merah kekuningan sangar menyala 

tertuju ke arah mangsa dihadapannya! Sang bocah 

menatap dengan mata membeliak besar, Ingin 

mulutnya berteriak namun lidahnya benar-benar 

terasa kelu! Sesaat lagi bocah kecil malang 

tersebut di caplok oleh mulut naga raksasa bermata 

  

150 

 

satu tersebut tiba-tiba melesat tiga bayangan putih 

yang juga melesat keluar dari dalam pusaran awan!  

 "Mau kabur kemana kau makhluk sialan? 

Jangan kira kau bisa bisa melarikan diri begitu 

saja!" bentak satu suara sambil terlihat menarik dan 

membetot ekor sang naga dengan keras! Tubuh 

sang naga yang ditarik ekornya oleh seorang 

pemuda gondrong berbaju putih ini nampak 

tersentak mundur sehingga kepalanya terdongak 

kearah atas! "Tangguh juga makhluk ini sampai 

bisa menyusup bebas ke masa depan! Nah 

sekarang kau makan papanku ini!" ucap seorang 

pemuda yang juga berbaju putih sambil kemudian 

menghantam papan nisan kayu hitam yang 

dipegangnya kearah kepala sang naga dengan 

keras!  

 Mendapat hantaman sekeras itu, tubuh 

naga hitam bermata tunggal tersebut nampak 

terhempas kearah tegalan sawah. Malangnya 

belum lagi tubuh sang naga menyentuh tanah, satu 

suara menggelegar dibarengi suara ribuan tawon 

mengamuk terdengar di udara berbarengan hawa 

panas santer merebak! Seorang pemuda gondrong 

berambut putih keperakan nampak melesat dari 

langit sambil membabat kapak bermata dua yang 

dipegangnya kearah leher sang naga! Suara 

berkerotokan keluar dari dalam tenggorokan sang 

  

151 

 

naga yang putus terpancung oleh ganasnya 

sabetan sang Kapak Maut Naga Geni Dua Satu 

Dua! Perlahan tubuh serta kepala sang naga 

bermata tunggal tersebut nampak menggeliat dan 

tiba-tiba berubah menjadi berkas api sesaat, lalu 

kemudian menjadi abu dan melayang keatas 

tersedot kembali kedalam pusaran awan gelap. 

"Apakah ini naga yang terakhir?" tanya sang 

pemuda yang memegang senjata berbentuk kapak 

kearah kedua pemuda berbaju putih dihadapannya. 

"Tampaknya seperti itu Wiro... Dan sepertinya 

bocah ini adalah sasaran terakhir dari naga 

pecahan sang mata langit ini..." ucap pemuda yang 

memegang papan nisan berwarna hitam.  

 Pemuda berambut putih yang bukan lain 

Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng ini 

kemudian nampak mendekati kearah bocah kecil 

ditengah sawah diikuti oleh Mahesa Kelud dan 

Mahesa Edan. ketiga pemuda tersebut nampak 

mengelilingi sang bocah yang nampak bergantian 

memandang ketiga pemuda di depannya dengan 

pandangan takjub terpana "Apakah menurutmu dia 

orang nya yang dimaksud oleh Datuk Tanpa 

Bentuk Tanpa Wujud Wiro?" ucap Mahesa Kelud 

sambil memandang kearah Pendekar Dua Satu 

Dua. Wiro nampak memandang kearah sang bocah 

sambil menggaruk-garuk kepalanya. satu 

kebiasaan lama mulai terlihat dilakukannya 

  

152 

 

kembali. "Aku juga tidak merasa pasti sebenarnya... 

Namun melihat pecahan mata langit terakhir 

mencoba menghabisi anak ini maka bisa jadi..." 

belum lagi Wiro menyelesaikan ucapannya tiba-tiba 

bocah di depannya langsung berteriak kegirangan! 

"Whuoaaa... Kalian paman-paman yang luar biasa! 

Kalian bisa terbang dan mengalahkan seekor naga! 

Tolong ajari aku paman...! Aku juga ingin seperti 

kalian bertiga kalau besar nanti!" teriak sang bocah 

dengan antusias dan mata berbinar-binar!  

 Wiro yang berada paling dekat dengan sang 

bocah nampak menundukkan tubuh dan kemudian 

memondong tubuh sang bocah ke dadanya. 

matanya tiba-tiba membeliak manakala dari dalam 

dadanya terasa hawa yang sangat lembut mengalir 

dan berasal dari bocah yang dipondongnya! "Dia 

orangnya... Anak ini orangnya..." desis sang 

pendekar sambil memandang sang bocah  dengan 

pandangan haru. Mahesa Kelud dan Mahesa Edan 

kontan beranjak mendekat dan kemudian 

bergantian memeluk dan membelai rambut sang 

bocah yang berada dalam pelukan Wiro. tiba-tiba 

bunyi halilintar kembali terdengar dan pusaran 

awan hitam nampak mulai memudar. "Kita harus 

pergi Wiro.. Kesempatan yang ada hanya tersisa 

sekali ini sebelum Gerbang Awan Penghantar Raga 

dan Waktu menutup untuk selamanya" ucap 

Mahesa Kelud sambil menepuk pundak Wiro  

  

153 

 

 Sambil menyusutkan bening di matanya, 

sang Pendekar Dua Satu Dua kemudian 

menurunkan bocah dalam pondongannya lalu 

berujar "Aku titipkan sahabatku ini kedalam dirimu 

wahai bocah baik.. Teruslah hidup dan jadikan 

dunia ini menjadi lebih indah dengan sentuhan 

jemari kecilmu itu... Ku titipkan semesta dua satu 

dua ini kepadamu.." tutup sang pendekar sembari 

kemudian mengeluarkan kembali kapak naga geni 

dua satu dua miliknya dari balik bajju dan perlahan 

dengan lembut mengunakan ilmu Menahan Darah 

Memindah Jazad sang pendekar memasukan 

Kapak Maut Naga Geni Dua Satu Dua ke dalam 

dada sang bocah kecil! mata sang bocah nampak 

membelalak dan sesaat bersinar terang manakala 

merasakan hawa hangat dari dalam kapak yang 

masuk dan kini mendiami raganya!  

 "Kami pergi bocah baik, jadilah orang besar 

yang berguna bagi bangsa dan keluargamu..." ucap 

Mahesa Edan kali ini. Janganlah lupa untuk selalu 

shalat dan mengaji.. Itu akan menjadi bekal bagimu 

mengarungi kerasnya dunia ini..." tutup Mahesa 

Kelud. setelah melambaikan tangan, ketiga 

pemuda ini kemudian terlihat melesat kelangit 

kearah gulungan awan hitam yang semakin 

menipis dan kemudian menghilang diakhiri suara 

guntur mengegelegar!  

  

154 

 

 Sang bocah kecil nampak masih 

memandang kearah langit yang kini cerah dengan 

pandangan masih berbinar-binar. Dirinya sungguh 

tidak menyangka akan mengalami peristiwa yang 

begitu luar biasa di petang itu. "Bastiaaaann!!!! 

Bukan main rupa mu kotor begitu! Apa pula yang 

kau mainkan sama si Sarip itu sampai wujudmu 

sudah coreng moreng model kerbau sawah begitu 

Bastiaaan???" teriak satu suara dari arah tegalan 

sawah "Cepat pulang!! Mandi! Baru kau temani 

dulu bapak mu mau pergi ke Bandar! Tidak 

diajaknya kau nanti kalau kau model celemotan 

penuh lumpur begituuu...!!" teriak seorang wanita 

dari arah tegalan sawah.  

 Mendengar kata pergi ke bandar, bocah 

tersebut langsung terhenyak dan berlari kearah 

sang ibu.. "Mau aku ikut ke bandar bersama ayah 

mak! Jangan kau tinggalkan aku lah mak!" teriak 

sang bocah sambil berlari cepat menyusul 

kepergian sang ibu. 

 

 

* * * 

 

  

  

155 

 

embali ke masa Mataram baru tepatnya 

dua tahun setelah peristiwa pertempuran 

besar di prambanan, di satu desa di dekat 

pinggiran kotaraja tepatnya di desa Pengadegan. 

Disebuah rumah yang terletak di ujung desa dan 

berbatasan langsung dengan sebuah padang 

rumput yang luas, terlihat sebuah rumah kayu 

sederhana berbentuk joglo. di rumah pangung 

tersebut seorang wanita berkerudung nampak 

sedang duduk bersimpuh sembari membelai 

rambut seorang gadis remaja yang tertidur lelap 

dalam pangkuannya.  

 Rambutnya yang berwarna coklat 

kepirangan nampak berhembus sebagian dari balik 

kerudungnya. sambil menembang sebuah gending 

jawa, wanita cantik ini nampak terus membelai 

rambut pirang gadis yang nampak terus tertidur 

terlelap dalam pangkuannya. Setelah beberapa 

saat dan mendengar suara halus keluar dari 

pernafasan sang gadis remaja, sang wanita yang 

bukan lain adalah janda pulau cingkuk atau 

Bidadari Angin Timur ini dengan lembut mengambil 

buntalan kain jarik yang ada disebelahnya dan 

menjadikannya sebagai sandaran bantal kepala 

buat gadis remaja yang sudah jatuh tertidur pulas 

tersebut.  

  

156 

 

 Bidadari Angin Timur kemudian perlahan 

beranjak menuju teras serambi rumah yang 

memang terbuka lebar tersebut dan memandang 

ke kejauhan dimana membentang luas lautan 

padang rumput dihadapannya. Sang wanita 

nampak menarik nafas beberapa kali dan kemudian 

menghembuskannya pelan. Matanya nampak 

nanar kala mengingat peristiwa pertemuannya 

untuk yang pertama kali dengan pria yang menjadi 

pujaannya di tempat ini. Di desa inilah sang wanita 

pertama kali bertemu dengan Pendekar Dua Satu 

Dua untuk yang pertama kali. Kala itu mereka 

berdua harus terseret dalam urusan yang 

bersangkutan dengan sebuah barang yang menjadi 

rebutan di dunia persilatan yaitu sebuah benda 

yang dikenal dengan sebutan Guci Setan.  

 Angin kencang nan dingin tiba-tiba 

berhembus menerpa wajahnya dan menyadarkan 

lamunan sang wanita. Dengan nafas berat sang 

wanita bermaksud untuk membalikkan badan dan 

kembali kedalam rumah, namun tiba-tiba 

dirasakannya kilatan petir bergeredapan dari arah 

belakang tubuhnya. Saat sang wanita membalikkan 

badannya dan memandang kearah padang rumput, 

matanya tiba-tiba membeliak! Untuk sesaat 

mulutnya terrbuka lebar! Tidak begitu jauh di 

hadapannya hanya berkisar kurang lebih tiga puluh 

tombak, nampak seorang pria berdiri tegap 

  

157 

 

memandangnya dengan pandangan penuh 

perasaan. Sesuatu dalam dadanya tiba-tiba terasa 

membucah hangat dan tanpa terasa kedua kakinya 

melangkah dan kemudian berlari menuju kearah 

sang pria! Namun langkah kaki sang wanita di salip 

oleh sebuah bayangan putih yang melesat 

mendahuluinya dan langsung melompat kearah 

sang pria yang berdiri di tengah padang rumput.  

 "Ayaaaaahhh..." isak Intan Suci Angin Timur 

yang langsung melompat memeluk kearah sang 

ayah yang langsung menyambutnya dan memeluk 

anak semata wayang tercintanya tersebut dengan 

pelukan erat. Tangis pun pecah dari pertemuan 

ayah dan anak ini. Melihat hal ini langkah Bidadari 

Angin Timur tiba-tiba terhenti, mulutnya tercekat 

dan kelu hingga tidak tahu harus berbuat apa 

melihat peristiwa yang ada dihadapannya, namun 

tiba-tiba dirasanya ada sebuah hawa lembut yang 

menariknya dan hawa tersebut ternyata adalah 

hawa yang keluar dari tangan sang pria! Tubuh 

Bidadari Angin Timur pun bagaikan daun yang 

tertiup melesat maju dan jatuh dalam pelukan ayah 

dan anak yang saling berpelukan tersebut. Tanpa 

ragu lagi Bidadari Angin Timur pun langsung 

menjatuhkan tubuhnya kedalam dekapan pria yang 

bukan lain Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng! 

Tangis dan hasrat dalam dadanya yang tertahan 

selama ini pun akhirnya membuncah keluar di dada 

  

158 

 

sang pria. "Aku kembali.... Aku kembali untuk kalian 

berdua...." bisik Pendekar Dua Satu Dua ke telinga 

dua wanita yang dikasihinya tersebut. Tangis 

kebahagiaan pun akhirnya kembali pecah dari dua 

orang wanita berambut pirang yang memancarkan 

kemilau keemasan laksana cahaya sang mentari 

pagi. 

 

 

 

T A M A T 

 

0 comments:

Post a Comment